MENGULIK “CARA KERJA” YANG TAK BIASA
Mendeteksi Kerja
“Kerja” pada umumnya difahami sebagai pengerahan energy dan fikiran untuk menghasilkan sesuatu yang biasa dinotasikan dengan “rezeki” atau “penghasilan”. Dengan perolehan rezeki diharapkan bisa memenuhi apa yang menjadi kebutuhan hidup. Sebagian lainnya bahkan berharap “hasil kerja” lebih dari sekedar pemenuhan kebutuhan, tetapi juga bisa menggenapi keinginan yang merefresentasikan imajinasinya tentang hidup. Energi pun tergiring untuk melibat dan fikiran pun terkonsentrasi untuk ber-kinerja. Demikianlah terus berlangsung dimana “motivasi bekerja” pada setiap orang sangat dipengaruhi oleh persepsi dan ekspektasi-nya tentang hidup.
Mereferensi pada realitas kehidupan masyarakat, sebagian orang bekerja dalam durasi yang hampir sama disetiap harinya, yaitu lebih kurang 8 (delapan) jam. Hal ini pula yang kemudian melahirkan istilah jam kantor atau jam kerja. Selama 8 (delapan) jam, mereka mendedikasikan diri pada penugasan yang ada dengan mengerahkan segala kemampuan terbaiknya. Kelompok masyarakat semacam ini biasanya adalah kelompok pengabdi, baik pada perusahaan dengan sebutan karyawan/professional maupun mengabdi pada Negara dengan sebutan PNS/Abdi negara.
Namun demikian, sebagian orang ada yang tidak memiliki jam kerja teratur layaknya karyawan atau PNS. Terkadang mereka harus bekerja sepanjang hari dan bahkan tak jarang sampai larut malam. Namun, dilain waktu mereka bisa tidak bekerja sama sekali, baik karena alasan sedang tidak ada yang bisa dikerjakan (baca: jobless) dan atau dikarenakan kesuksesannya melakukan pendelegasian tugas pada orang-orang yang ikhlas bekerja untuknya. Kelompok jobless biasa disebut dengan pekerja serabutan. Sementara itu, orang yang sukses mempekerjakan orang lain biasa disebut dengan entrepreneur. Namun, ada satu lagi pekerjaan yang biasanya tidak terikat pada jam kerja yang tetap. Mereka hanya bekerja ketika diperlukan atau karena mereka memang merasa perlu untuk bekerja demi memastikan semua berjalan sesuai dengan design yang dirancang sebelumnya. Kelompok ini biasanya disebut para expertis yang memiliki keahlian dalam bidang tertentu. Sebagian mendefenisikan kelompok ini dengan istilah konsultan yang sering diplesetkan singkatan dari konkonan wong kesulitan. Istilah PNS, Karyawan, Konsultan, Expertis, pekerja serabutan memang sudah familiar di masyarakat. Bahkan, setiap kali terdengar penyebutan salah satu dari istilah itu, persepsi pun tergiring tentang cara mereka bekerja.
Namun demikian, perkembangan zaman mulai mereduksi sekat-sekat cara kerja dari beberapa istilah profesi itu. Era Revolusi Industri 4.0 telah menggiring orang untuk berorientasi pada efektivitas dan lebih memberi kebebasan cara mencapainya (baca: proses). Hari ini, kecanggihan teknologi telah membuat sebagian pekerjaan bisa diselesaikan dimana saja dan tidak harus di kantor. Kemajuan teknologi juga telah memudahkan komunikasi dan pengawasan. Bahkan, teknologi pun bisa dijadikan media pengganti tatap muka dan atau mengontrol situasi kantor dari kejauhan. Hal ini tentu tidak berlaku pada pekerjaan-pekerjaan yang masih memerlukan sentuhan fisik, seperti seorang dokter yang harus melakukan operasi terhadap pasien, pekerjaan proses produksi manual dimana manusia masih harus bersentuhan langsung dengan mesin produksi dan lain sebagainya. Lihatlah bagaimana seorang pimpinan men-delivered instruksi atau memberi pengarahan lewat smart phone sehingga jarak sudah tidak menjadi penghalang. Lihat pula bagaimana nasabah tidak perlu lagi berinteraksi langsung dengan teller kalau hanya sekedar untuk keperluan menyetor dan atau mengambil uang di bank. Lihat pula bagaimana Kemenpan RI sedang merancang dan akan meng-ujicobakan 1000 PNS bekerja dari rumah. Artinya, kemajuan teknologi telah merubah persepsi dan defenisi tentang bekerja yang tadinya harus hadir dan duduk dalam sebuah ruangan atau kantor.
Sebenarnya, jauh sebelum kecanggihan zaman seperti saat ini, beberapa orang yang memiliki talenta luar biasa sudah mempraktekkan cara kerja unik, khususnya pada kelompok expertis dan karyawan level atas (baca: top manajemen). Dengan cara kerja yang tidak terikat waktu, mereka bisa berada dibeberapa instansi/kantor setiap harinya dengan tema agenda yang berbeda-beda pula. Insan-insan unik ini biasanya memiliki keahlian specific yang tidak dimiliki banyak orang. Kedalaman ilmu, keluasan akses dan record jejak capaian membuatnya mampu menyelesaikan pekerjaan dengan cara yang smart dan relatif cepat dibanding orang lain pada umumnya. Orang-orang unik semacam ini biasanya memiliki indikator sendiri tentang sebuah penugasan. Mereka biasanya selalu memiliki gagasan unik dan tidak pernah berhenti memproduksi kreasi dan inovasi. Hebatnya lagi adalah gagasan unik itu bisa diterima akal sehat dan juga terbukti menghasilkan peningkatan, lompatan dan bahkan “nilai baru” yang tidak terfikirkan sama sekali sebelumnya. Intinya, mereka selalu bekerja dengan standar diatas rata-rata sehingga output yang dihasilkan pun memang luar biasa dan bahkan men-cengengkan. 3 (tiga) hal layak menjadi catatan penting dari orang-orang semacam ini, yaitu; (i) integritas. Mereka memiliki cara kerja unik dan diatas rata-rata sehingga melahirkan trust dari banyak pihak. Mereka juga selalu market oriented sehingga memposisikan kepuasan konsumen atau klien diatas segalanya ; (ii) Komunikatif. Mereka tidak saja smart secara personal, tetapi juga pintar dalam mengkomunikasi gagasan sehingga bisa diterima dan memperoleh daya dukung dalam arti luas dan; (iii) positioning. Mereka sangat jago dalam mempersepsikan diri dihadapan konsumen/klien sehingga positioning yang terbangun pun istimewa.

Penghujung
Pada akhirnya, apakah menjadi karyawan, PNS, Wirausahawan, Pekerja Serabutan, Expertis atau konsultan, sesungguhnya hanya persoalan pilihan saja dan setiap pilihan memiliki konsekuensi masing-masing. Dalam memilih, tentu seseorang akan dipengaruhi oleh perspektifnya tentang bekerja dan paradigmanya tentang hidup. Sementara itu, dalam tinjauan vertikal, “bekerja” sesungguhnya bentuk pertanggungjawaban terhadap Tuhan atas waktu dan kesempatan hidup yang dipercayakan tanpa membeda-bedakan apakah mau kerja serabutan, karyawan tetap dan lain sebagainya. Pilihan-pilhan aktivitas yang dilakukan menjadi referensi catatan hidup yang menjadi dasar Tuhan menentukan seseorang apakah berujung di surge atau berakhir di neraka. Namun, perspektif vertical ini tentu sangat tidak menarik bagi para pengabdi dan penghamba "akal fikir" yang mengesampingkan Tuhan dalam hidupnya.
NB :
1. gambar-gambar dalam tulisan ini hanya illustrasi yang diambil dari hasil google searching
2. artikel ini ditulis untuk memenuhi permintaan Bung Anton Sang Komandan PPKL Kemenkop RI untuk wilayah Prov Jawa Tengah.
2. artikel ini ditulis untuk memenuhi permintaan Bung Anton Sang Komandan PPKL Kemenkop RI untuk wilayah Prov Jawa Tengah.
Posting Komentar
.