KEBERANIAN BERKEPUTUSAN
YANG INSPIRATIF

Alasannya sangat bisa dimengerti, karena pasti menjadi
sulit ber-hijrah dari “pertautan bathin nan keliru” bila lelaki yang terkait masih sekantor
dengannya. Namun, berani menanggalkan karir di kantor merupakan sebentuk
keberanian yang tidak biasa. Apalagi keputusan itu juga berkaitan dengan
kehidupan ekonomi keluarga dan tentunya juga masa depan serta status sosial. Ini keputusan dan
sekaligus pengorbanan yang luar biasa demi menjaga komitmen hati untuk
mencukupkan kekeliruan.
Akan tetapi, ketika langkah ini didasarkan pada
satu niat baik yang terkemas dalam “hijrah”
alias “move on”, tentu keputusan ini
layak diapresiate walau bisa dipastikan prosesnya
melalui perang bathin yang sengit untuk sampai di titik keberanian. Dalam
konteks semangat berbuat baik dan berjuang terhindar dari hal-hal yang
potensial terjebak dalam keburukan, tentu keputusan ini sangat keren. Keyakinan
berbuat baik akan mendatangkan hal-hal baik tentu ikut menyumbang keberanian
itu. Dikeputusan itu Tuhan hadir hingga kemantapan pun berujung tekad untuk
menjalani hidup dengan cara baru. Saatnya membangun kesempurnaan di
ketidaksempurnaan itu sendiri. Saatnya kenyamanan dan ketentraman diperjuangkan
dalam ruang kehahalan walau penuh kerumitan pada awalnya.
Fokus pada keluarga, mengabdi pada suami agar
tergolong menjadi istri solekhah di pandangan Sang Pencipta dan concern mengurus anak-anak demi
keterbentukan generasi berkualitas dan beraklahk mulia, menjadi deretan misi
dari hijrah itu. Perlahan berjuang melupakan kekeliruan dan bertahap
membangunkan faham dan maaf pada suami menjadi agenda
besar demi melanjutkan pelayaran hidup di lingkar kebersamaan dan kesetiaan.
Berpasrah pada Tuhan akan menghadirkan
keikhlasan dalam memulai sesuatu yang baru. Berpangku pada ridho Tuhan akan
menjadi lipatan ampunan hingga minus menyentuh titik nol dan kemudian berlanjut
memasuki fase kepositifan hidup yang akan berbuah kedamaian, kententraman dan kelanggengan secara bertahap
dan berkelanjutan. Menarik untuk membincang sekilas tentang roda ekonomi yang pasti berpengaruh sebagai akibat keputusan ini. Secara matematika hampir dipastikan keluar bekerja akan menyebabkan berkurangnya penghasilan dan berdampak luas pada stabilitas dapur dan bahkan gaya hidup. Namun demikian, ketika diyakini sepenuhnya bahwa Tuhan adalah sumber rejeki dengan sifat-Nya pengasih dan penyayang, maka tak perlu ada kekhawatiran tentang hal itu. Dalam konteks upaya, bekerja adalah bagian dari membangun nalar datangnya rezeki. Namun demikian, dalam konteks keyakinan, berbuat baik dan selalu mendekatkan diri pada Sang Pencipta juga adalah pemantik kehadiran rezeki juga. Atas hal itu, tekad untuk berbuat baik yang sudah beliau putuskan tidak pantas menundakannya hanya karena pertimbangan penghasilan. Insha Allah, kebulatan tekad dan konsistensi berada dikebaikan akan mendatangkan rejeki yang mungkin pada awalnya hilang karena keputusan ini. Demikian halnya dengan status sosial yang dikekinian zaman sering berpatok pada simbol-simbol keduniaan, tentu keputusan ini tampak mereduksi "sebuah kebehabatan". Namun, ketika fokus pada berjuang meninggi drajat dihadapan Tuhan, kemuliaan itu pun akan hadir seiring dengan semakin dalamnya berada di lingkar ruang kebaikan itu sendiri.
Ini merupakan kisah inspiratif walau
menjalaninya seperti memanggul gunung dari satu titik ke titik berikutnya. Kebesaran
jiwa akan menuntun senantiasa ber-energi dan ketekunan mentahapi setiap proses
dan dinamikanya akan berujung pada hikmah dan melahirkan senyum sepasang suami
istri yang dilandasi cinta karena Tuhan serta diselimuti saling percaya dan
saling menjaga. Semoga ke-SAMARA-an sebuah keluarga akan mewujud dan kedua anak
kalian tumbuh dalam genggaman perhatian, kasih sayang dan cinta yang sempurna. Aaamiin.
NB : gambar dalam tulisan ini hanya illustrasi dan diperoleh dari hasil google searching
Posting Komentar
.