KETIKA 2 (DUA) WANITA MUDA BERKISAH JUJUR | ARSAD CORNER

KETIKA 2 (DUA) WANITA MUDA BERKISAH JUJUR

Rabu, 11 Desember 20190 komentar


KETIKA 2 (DUA) WANITA MUDA BERKISAH JUJUR


Saat Kejujuran Mengalir

’Alaikum salam Warahmatullahi Wabarokatuh”, demikian jawabku saat 2 (dua) wanita ini memasuki ruangan kerjaku. Kedua wanita muda ini kukenal saat me-mediasi seorang sahabat dengan perbankan dimana kedua perempuan ini bekerja di bank tersebut. Sebagaimana saat nelepon beberapa jam sebelumnya, kedatangan mereka sekedar untuk silaturrahmi paskah perkenalan dan pertemuan pertama beberapa waktu lalu. 


Setelah kupersilahkan keduanya duduk, perbincangan ringan pun bermula. Namun, aku mendapati hal aneh pada kedua wanita ini. Walau dibalut dengan seragam khas,  dandanan rapi dan wangi tentunya, tetapi aku merasa kedua wanita ini sedang tidak sumringah. Wajah mereka  sepertinya sedang memendam persoalan berat. Kesan bingung dan fikiran kosong tampak tegas dari cara mereka menatap walau memaksakan untuk tetap ramah.  

Sepertinya kalian sedang banyak fikiran ya?”, celetukku seketika . “Kok bapak tahu”, ungkap keduanya hampir berberengan dan kemudian saling menatap  dengan wajah sedikit keheranan. “saya bukan dukun atau paranormal, tetapi perjalanan hidup penuh dinamika dan liku  telah memupuk insting saya dalam menyimpulkan suasana kebathinan seseorang secara cepat. Apalagi, ruangan ini sering buat tempat curhat banyak orang tentang berbagai hal, mulai tentang pekerjaan, motivasi hidup dan bahkan tak jarang tentang persoalan keluarga yang tengah mereka hadapi”, ungkapku sambil tersenyum dan disambut tawa keduanya.

Penjelasan singkat itu seperti magis yang kemudian menggiring keduanya memebrikan pengakuan kalau mereka memang sedang bingung dengan persoalan yang tengah dihadapi. Disatu sisi keduanya sedang dikejar target kantor menjelang akhir tahun dan disisi lain sedang memiliki masalah yang membuat susah bernafas dan menjenakkan pada keresahan yang tak berkesudahan.

hidup adalah cobaan, entah itu berupa kesenangan dan juga kesusahan. Setiap orang pasti menghadapi cobaan dan cara memaknai atau mensikapinya akan sangat menentukan apakah seseorang nyaman, tentram atau resah dalam menjalani cobaan itu sendiri. Saat kesusahan menghinggapi hidup, bisa jadi hal itu bentuk hukuman atas kesalahan dan dosa diwaktu lampau yang memerlukan penebusan. Juga kesususahan itu bisa  sebagai ujian yang akan menaikkan derajat diri bila sukses menghadapinya dengan bijak. Jadi, tidak belebihan kalau kemudian mendefenisikan bahwa sesungguhnya segala kesusahan merupakan  akibat dari perbuatan sendiri”, ungkapku  menawar kegalauan dan sekaligus membangun kebesaran jiwa di kedua wanita muda ini. Keduanya pun bersepakat  dengan kalimatku. Uniknya, yang satu mendefenisikan kesulitan hidup yang tengah dihadapinya sebagai ujian dan satunya lagi mensimpulkan kesusahannya sebagai bentuk hukuman. Mendengar keduanya bersaksi dengan begitu jujurnya, aku pun berinisiatif men-sumbang fikir dalam judul “belajar bersama”.  


Menanggung beban sejarah
beberapa waktu lalu bapak saya yang berprofesi sebagai pengusaha tutup usia karena
sakit. Kepergian beliau menyisakan pinjaman di bank yang belum lunas. Ironisnya, pinjaman itu tidak di cover dengan asuransi sehingga ahli waris harus melanjutkan cicilan pinjaman tersebut. Sebenarnya saldo pinjaman yang masih harus dilunasi lebih kecil dibanding dengan tinggalan harta berwujud tanah di beberapa titik. Namun, karena proses menjual tanah tidak mudah dan memerlukan waktu, terpaksa  gaji saya yang menjadi ganjal untuk mem-back up angsuran karena kakak-kakak yang lain menyatakan tidak sanggup. Sejujurnya ini sangat memberatkan saya dan berharap tanah tersebut segera laku sehingga semua hutang dilunasi. Sayangnya, sampai saat ini belum bertemu jodoh dengan pembeli sehingga gaji saya yang jadi ganjal angsuran pinjaman. Saya stress dan tak jarang memuncak kala harus memenuhi kebutuhan lain yang  terpaksa ditundakan”, demikian inti curhatan salah satu wanita yang sedang berkunjung ke ruangan kerjaku di siang menjelang sore tadi.

Setelah membiarkannya menumpahkan segala hal yang menjadi beban fikirannya dan kemudian menemukan titik masuk, aku pun mencoba men-stimulan fikirannya,  bersyukurlah ketika anda berkesempatan melakukan hal hebat itu walau pasti berat menjalaninya. Kalau ini cobaan, tentu Tuhan tidak menguji hambanya kecuali pada batas kemampuannya. Pasti ada hikmah dari penundaan transaksi jual beli tanah itu. Pasti banyak makna ketika gaji anda menjadi ganjal angsuran untuk sementara sampai tanah itu laku terjual. Mungkin saat lelah memuncak tergiring mengumpat kenyataan dengan bertanya “mengapa aku?”. Namun, kita sering alfa kalau ujian-ujian berat itu adalah deretan catatan kebaikan yang akan berbuah kebaikan pula pada waktunya. Mungkin hari ini anda terpaksa menundakan pembelian beberapa kebutuhan atau keinginan karena harus men-cicil angsuran. Tetapi bisa jadi deretan kesabaran dan keikhlasan akan menjadi pemantik hadirnya insan Tuhan yang akan membeli tanah itu. Oleh karena itu, belajarlah ikhlas dengan dinamika hidup agar terhindar dari stress. Menjerit tidak akan merubah keadaan, namun kombinasi kesabaran dan keikhlasan bisa jadi tiket anda semakin didekatkan dengan solusi berikut hikmah-hikmah yang tidak terduga sebelumnya.  Saran saya, jadikan kesulitan  ini sebagai media untuk semakin mendekat pada Sang Khalik agar do’a-do’a semakin dekat dengan keterkabulan ”     

Alhamdulilah, masukan ini bisa dia terima. Raut wajah sedih itu pun perlahan berubah menjadi bersemangat. Mungkin dia telah berhasil merubah persepsi tentang persoalan itu yang tadinya dipandang sebagai beban menjadi sesuatu yang heroik dan wujud bakti pada orang tua.


Berburu Kesempurnaan di Ruang Sebelah
Berbeda dengan rekan kerjanya, wanita muda yang satu ini sedang terjebak pada dilema antara keindahan rasa dan perasaan bersalah. Pantas saja dia mendeklarasikan kesulitan yang membelit hidupnya sebagai hukuman atas kekeliruan yang sudah dia lakukan.

Sikap possessive suami yang mengkerangkeng telah memposisikannya bagai burung disangkar emas. Cinta buta dan rasa takut kehilangan yang amat sangat mewujud dalam sikap cemburu yang berlebihan. Smartphone nya selalu diperiksa sang suami tiap kali pulang kerja. Bahkan tidak jarang sang suami menemui langsung orang-orang yang bersapa dengan istrinya melalui WA (whats app) atas nama kecurigaan yang berlebihan. Tentu saja hal ini membuat wanita muda berusia 29 dan memiliki 2 (dua) anak ini sering malu dengan teman atau koleganya. 

Tidak sampai disitu saja, sang suami juga sering marah tanpa alasan. Hal ini  membuatnya merasa menjadi tidak bernilai dan terjajah. Semua perlakuan sang suami membuatnya merasa terhina dan menyebabkan dirinya kehilangan jatidiri. Badai  serupa terus mengisi hari-harinya sampai perasaan  ill feel terhadap kehidupannya sendiri muncul dan kemudian masa bodoh dengan  pernikahannya. Jam kerja kantor menjadi “ruang merdeka” baginya karena bisa lepas dari kerangkeng yang selalu menghadirkan luka bathin. Rumah pun hanya dijadikan untuk merebahkan diri sesudah lelah bekerja seharian. Dia pun menjadi benci hari libur dan tanggal merah, karena hal itu bermakna kembali harus berada diruang  penyiksaan.

Ketersiksaan bathin itu terus menjadi bagian dari kehidupannya hingga satu keadaan seolah menjadi titik balik. Tanpa disadari, wanita muda ini terjebak pada ruang bahagia yang tidak seharusnya. Pertautan hati yang dirajutnya dengan lelaki lain yang juga sudah beristri dan bahkan  memiliki anak menjerambabkannya pada perang bathin yang tidak berkesudahan. Semua bermula tanpa rencana. 

Alam bawah sadarnya seolah menemukan sesuatu yang dicarinya dalam hidup. Dia seperti menemukan kembali dirinya yang dulu. Dia merasa ada dan dihargai. Dia merasa hari-hari menjadi indah dengan segala sikap dan perlakuan lelaki yang tidak lain adalah rekan kerjanya sendiri.  Durasi kebersamaan yang hampir berlangsung setiap hari di lingkungan kerja terus memupuk dan mempertebal kebahagiaan semu itu. Kian hari kian menguat dan kenyamanan itupun membawanya pada dua sisi kehidupan yang situasinya bertolak belakang. 

Dia tidak lagi memperdulikan sikap suaminya yang hobby marah. Segala bentuk sikap childis sang suami   dianggap angin lalu. Namun satu hal yang tidak bisa dipungkirinya, saat bahagia semua itu mengisi hari-harinya disaat yang sama perasaan bersalah pun hadir. Dia tidak bisa menamping statusnya sebagai seorang istri sah dari ayah anak-anaknya. Dia pun tidak bisa berbohong pada dirinya  kalau lelaki yang saat ini menjadi tempatnya bersandar adalah suami dari seorang wanita dan ayah dari anak-anaknya.  Sendtimen keibuannya pun selalu muncul saat bermain dengan kedua anaknya  dan atau saat akan menemani anaknya mau tidur. Selalu ada perasaan tak pantas untuk merajut kisah tak terungkap itu. Kepekaan moralnya pun tak jarang muncul kala kesadaran diri hadir tentang bagaimana seharusnya seorang istri berlaku pada suami. Dia pun merasa  sangat tabu menodai ikatan suci pernikahan. Namun, kesadaran itu lagi lagi tenggelam saat kehangatan dan kenyamanan dari lelaki lain itu menghampiri dirinya.  

Dilema itu terus berlanjut dan begitu menguras energi. Tak jarang dia berontak pada kenyataan kala ego menguat dan menginginkan sebentuk kesempurnaan kisah. Bahkan tak jarang deviasi antara asa dan nyata membuatnya marah tanpa sebab yang jelas. Apalagi keinginan atas perhatian dan kasih sayang itu tengah menguat saat dia sedang berada di rumah. Saat itu, yang bisa di lakukan hanyalah menggerutu dan mengumpat kenyataan serta  memaksanya berjuang mengelola rasa itu sendirian. Mau membahasakan rasa rindu yang tengah memuncak via WA pun tidak mungkin karena sang lelaki yang dia cintai sedang menjalankan perannya di keluarganya sendiri.

Pada akhirnya, peperangan bathin yang selalu hadir di antara “keindahan rasa dan perasaan berdosa” mencapai titik lelah-nya. Kesadaran untuk meng-akhiri “kisah tak jelas” itu pun muncul. Semangat untuk berdamai dengan keadaan dan mengelola kenyataan di rumah pun lahir dan menguat. Ironisnya, niat men-sudahinya tak bertemu jalan mulus.  Perasaan lelaki yang menjadi pasangan tersembunyinya jauh dari siap untuk men-sudahi keindahan rasa yang terlanjur kuat dan menubuh. Atas hal itu, wanita ini  tetap berusaha teguh pada pendiriannya untuk men-sudahi dan kembali ke dalam kehidupan normal walau sang lelaki semakin kencang menyuarakan ketidakmampuannya. 

Kondisi berkebalikan ini terus berlangsung dan memuncak saat sang istri lelaki itu mengetahui kondisi suaminya yang tengah hanyut dan mabuk pada  cinta lain. Istrinya pun nekad menemui dan mengungkapkan kekesalannya. Keadaan pun menjadi tidak terkendali kala suami wanita itupun mendengar kekisruhan itu. Tidak sampai disitu saja, walau sebenarnya sudah berakhir, hubungan tak wajar inipun akhirnya sampai ke telinga orang-orang sekantor dan berdampak pada pemanggilan keduanya oleh pimpinan. Untungnya, tidak berakibat pada pemecatan sehingga mereka tetap bisa bekerja. Ceakanya lagi, kekisruhan inipun sempat masuk ke area medsos. Keadaan tak terkendali pun berlangsung dan  sempat begitu meresahkan beberapa pihak, khususnya keluarga masing-masing. “mungkin aku sudah lelah dengan keadaan yang membuatku tidak peduli pada omongan siapapun. Aku lelah dengan sikap suamiku yang tidak juga berubah. Aku pun letih melawan rasaku pada lelaki yang seharusnya tak kucintai. Bahkan aku pun pasrah seandainya suami mengambil jalan frontal akibat kekeliruanku. Aku berada di persimpangan yang rumit dan jalan buntu”, ungkapnya mencukupkan curhatannya.

Sesudah dia meng-usaikan kalimatnya, aku pun meresponnya dengan tersenyum seolah memahami apa yang tengah melandanya. Setelahnya, akupun mencoba mulai memberi komentar,” Cinta itu tertemukan dan bukan direncanakan. Tidak ada yang salah dengan perasaan suka terhadap siapapun. Kerumitan itu akan bermula saat perasaan itu diungkapkan dan kemudian berlanjut dengan upaya sengaja membentuk keadaan-keadaan yang berpihak pada keinginan untuk melanggengkannya. Apalagi, rasa itu tertemukan pada lawan jenis yang tidak seharusnya dicintai. Walau terlambat mengetahuinya, saya lebih meyakini bahwa pacaran yang terbaik itu dimulai saat pernikahan bermula. Artinya, “pacaran dulu baru nikah” hanya akan menggiring manusia men-Tuhankan akal dan rasa. Akibatnya, ketika akal dan rasa tak berkesesuaian, pada titik itulah lelah hadir dan tak jarang berujung perpecahan. 

Berbeda dengan pernikahan yang berlandas niat untuk ibadah yang  prosesnya tanpa didahului dengan pacaran. Pada cara yang demikian, Tuhan akan menghadirkan rasa suka, cinta dan bahkan permakluman atas kekurangan masing-masing. Pada pernikahan semacam itu Tuhan juga akan selalu hadir menjaga dan membimbing. Mohon maaf kalau saya salah, sikap possessive suamimu me-refresentasikan pernikahan berlandaskan akal dan rasa sehingga berjarak dengan Tuhan. Kecurigaan berlebihan, tidak adanya sikap mempercayai, cemburu tanpa alasan yang jelas, merupakan deretan fakta yang menandaskan berjaraknya kehidupan dengan Tuhan. 

Apa yang terjadi antara kamu dan suami hanya bisa diperbaiki dengan mendekatkan diri pada Tuhan dibarengi dengan komunikasi terbuka satu sama lain. Tidak ada yang bisa merubah semua yang terjadi di hari kemarin, tetapi terbuka peluang membangun keadaan-keadaan baru yang lebih menentramkan dan membahagiakan untuk hari ini dan berikutnya. Tak perlu menyesali terkuaknya “kisah tersembunyi” itu saat kamu  sudah berkomitmen  dan berjuang keras mengakhirinya. Ruang yang tersedia saat ini adalah mengambil hikmah dan semakin meneguhkan diri pada tekad  untuk benar-benar men-sudahinya.

Tidak ada manusia yang tidak pernah berdosa, namun pendosa yang baik adalah yang menyadari kesalahannya dan kemudian berkomitmen melakukan perubahan kearah yang lebih baik. Kalaupun pada akhirnya lelaki itu nekat menceraikan istrinya demi menikahi kamu, sepertinya terlalu sulit berharap hal baik yang dimulai dari keburukan. Terfikirkankah olehmu ketika misalnya kamu menikah dengannya  dan kemudian suatu waktu kejadian serupa berulang dimana dia jatuh cinta lagi pada wanita lain?. 

Bermohonlah maaf pada suamimu dan sampaikan komitmen untuk kembali pada jalan yang seharusnya. Posisikan suami menjadi imam dan belajarlah menjadi makmum yang baik. Lakukanlah hal itu demi kemuliaan dihadapan Tuhan. Dalam hal ini, jadikanlah bakti terhadap suami sebagai media untuk menorehkan catatan-catatan kebaikan dipandangan sang Pencipta. Demikian halnya dengan suami, ajaklah dia menjadikan dirimu sebagai media mencetak jejak kebaikan yang mempertinggi derajatnya dihadapan Tuhan. Dengan demikian, cinta dan kasih sayang yang hadir dikeseharian hidup kalian adalah bentuk penjagaan Tuhan pada kehidupan kalian.  

Teruslah berupaya menjaga komitmen minggalkan dan menanggalkan kisah keliru itu, sebab segala keindahan dan kenyamanan yang hadir sesungguhnya hanyalah semu. Pasti tidak ada ketenangan dalam keindahan yang didalanya terkandung unsur kekeliruan dan kekhilafan. Hadirkan senyuman kedua anakmu saat godaan untuk kembali berlaku keliru itu menguat. Pastikan kedua anakmu tak akan pernah merasa  terlahir dari rahim ibu yang keliru. Saya faham hal ini pasti tidak mudah dan memerlukan perjuangan yang tidak biasa. Namun, kekuatan niat menjadi tiket terbaik untuk hadirnya pertolongan Tuhan”.


Terusaikannya perbincangan..
Kumandang azan ashar mengingatkan kami bertiga untuk mengusaikan perbincangan sore itu. Kesadaran baru muncul dan menguat. Optimisme tentang hari esok yang lebih baik memancar dari kedua wajah wanita muda itu saat berpamitan. “kita saling mendo’akan semoga senantiasa dalam lindungan dna kasih sayang Tuhan”, pungkasku saat mereka berpamitan.

Usai menunaikan sholat ashar, aku mendapati 2 (dua) massage di WA-ku. Satunya mengucapkan terima kasih atas masukan yang membuatnya menjadi lebih bersemangat dan satunya lagi menyatakan komitmennya untuk hijrah dan memulai cara hidup yang baru. “ berterima kasihlah pada Tuhan atas berlangsungnya pertemuan sore ini. Kita sama-sama belajar mencari hikmah dan pelajaran dari setiap dinamika hidup yang hadir dan tidak sepenuhnya seperti asa kita. Semoga kita senantiasa dalam penjagaan dan lingkar kasih sayang-Nya”, jawabku pada kedua massage tersebut.



Penghujung
Tulisan ini tersaji dalam semangat berbagi kisah dan juga mengajak belajar bersama mengambil hikmah dari dinamika hidup. Mungkin saja sebagian pembaca pernah mengalami hal senada sehingga lebih bisa memahami situasi dalam tulisan ini. Atau bisa jadi pembaca mendapat hikmah dari tulisan ini walau belum pernah mengalaminya sama sekali. Tidak ada salahnya belajar dari pengalaman orang lain sehingga kita terhindar dari situasi yang mungkin terlihat indah pada awalnya namun berujung derita bathin yang tak kunjung bersudahan. Juga kita bisa menjadi bijak memaknai sebentuk kesulitan sebab bisa jadi terkandung kebaikan luar biasa sesudahnya. Semoga kita semua senantiasa dalam lingkar kebahagiaan dan kasih sayang Sang Pencipta…Aamiin.  



Hikmah Tak Teduga dari lanjutan kisah ini...klik disini


NB :
gambar-hambar yang tertera dalam tulisan ini hanyalah illustrasi dan  merupakan hasil google searching










  




Share this article :

Posting Komentar

.

 
Copyright © 2015. ARSAD CORNER - All Rights Reserved