AKANKAH SEORANG LUNI MENJADI SUKSESOR EKA di FKKMI?
Keterlambatan kereta hampir 1 (satu)
jam telah melewatkan satu kesempatan untuk bisa hadir di agenda sakral
Pembukaan Munas FKKMI (Musyawarah Nasional Forum Komunikasi Koperasi Mahasiswa
Indonesia) dimana kebetulan aku menjadi salah satu pembinanya. Hadir di acara ini memang
tidak wajib, namun ada perasaan galau tidak menjadi salah satu saksi mata atas di
tabuhnya gong pertanda pegelaran Munas dimulai.
Tiba di lokasi pegelaran, acara pembukaan baru saja selesai. Namun, aku masih sempet bercengkrama dengan beberapa senior yang juga turut hadir di acara pembukaan ini.
Tiba di lokasi pegelaran, acara pembukaan baru saja selesai. Namun, aku masih sempet bercengkrama dengan beberapa senior yang juga turut hadir di acara pembukaan ini.
Tidak
bijak untuk marah dengan PT KAI, karena keterlambatan disebabkan persoalan
teknis yang tidak mungkin tertolak. Tidak mungkin juga membangun jengkel pada Om
Pendi dan Om Azer yang sudah berinisiatif menjemput aku dan om firdaus ke
stasiun Condong dan kemudian membawa ke tempat acara munas
digelar. Bahkan, mereka pun terpaksa menunggu lama di stasiun akibat keterlambatan kereta ini.
Sebenarnya, Om Azer yang merupakan sekjen FKKMI sekitar 20 (dua) puluh tahun lalu pun mengalami perasaan serupa, yaitu kecewa
karena tidak bisa hadir di acara pembukaan. Sesudah bercengkrama dengan para
senior dan om eka (sang Sekjen FKKMI yang akan segara purna), kami pun akhirnya
menghibur diri dengan merebahkan badan sambil menikmati kopi di salah satu
kedai tak jauh dari kampus Ikopin Jatinangor, Sumedang. Nazar, salah satu pengurus FKKMI ditugaskan Mas Eka untuk ikut serta.
“Assalamu alaikum abang...abang di jatinangor ya, abang jangan
berat ke kubu sebelah ya”, demikian
WA yang masuk dari mantan ketua salah satu kopma saat aku baru saja
menyelesaikan sholat maghrib di kamar hotel. “Demi Allah abang ndak faham sama sekali, karena abang selalu netral
kalau dalam situasi ini. Abang itu sadar posisi dimana banyak adek-adek aktivis
kopma tanah air yang sudah menempatkan abang seperti orang tua atau kakak sendiri, jadi
tidak bijak berpihak dalam urusan suksesi kepemimpinan FKKMI”. Demikian responku yang sempet
membuatnya ragu pada awalnya. Namun,
setelah kuberikan penjelasan yang lebih detail, akhirnya kader koperasi militan satu ini pun mempercayai
sepenuhnya. Bercanda pun menjadi materi WA berikutnya hingga terpaksa disudahkan karena aku harus mengisi satu kelas pelatihan
tentang “menajemen koperasi” yang
diselenggarakan oleh Kementrian Koperasi & UKM RI.

Pagi harinya, pertemuan tertunda dengan
Mas Eka pun akhirnya bisa dilangsungkan. Dalam pertemuan 30 menitan ini, Mas Eka menyampaikan dinamika
munas FKKMI yang tadi malam berlangsung sampai larut. Selanjutnya kami beridskusi ringan
seputar gerakan koperasi mahasiswa di tanah air. “meninggalkan bukan berarti menanggalkan”, pesanku pada Mas Eka yang
akan segera purna pasca munas usai. Pesan ini sebagai penegas pada beliau bahwa
berakhirnya masa kepengurusan bukan berarti tugas Mas Eka selesai. “Saya sangat meng-apresiasi capaian kinerja
kepengurusan FKKMI dibawah pimpinan Mas Eka, namun tugas pemimpin itu
sesungguhhnya ada 2 (dua), yaitu : (i) membangun torehan keren di masa
kepemimpinanannya dan; (ii) memiliki generasi penerus (baca: kader) yang bisa mempertahankan
dan atau bahkan bisa lebih baik’, lanjutku berpesan pada Mas Eka.
Dipenghujung, beliau pun berkomitmen untuk terus mengawal kepengurusan FKKMI
periode berikutnya walau beliau mengambil sikap menyerahkan “generasi
penerusnya” pada dinamika demokrasi yang berlangsung di Munas nanti.

Tengah asik diskusi dengan Tante
Heira dan Om Firdaus, tiba-tiba luni menyapa via WA dan menanyakan
keberadaanku. Luni meminta waktu untuk bertukar fikir dan berkenan hadir ke
posisiku. Current loc pun ku share untuk
memastikan bahwa salah satu kader handal FKKMI Jawa Timur
ini tidak kesasar.........................................
selanjutnya... (klik disini)
selanjutnya... (klik disini)
Posting Komentar
.