REVOLUSI INDUSTRI 4.0
ANTARA PELUANG & ANCAMAN BAGI UMKM
tulisan ini disampaikan dalam agenda talk show “
tantangan UMKMdi Era Revolusi Industri 4.0 yang dilaksanakan atas kerjasama KPw
BI Purwokerto & ISEI (Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia) Purwokerto,
di Hotel Aston Imperium Purwokerto,
tanggal 27 Desember 2018
A. Pengantar

Data tersebut memberikan gambaran bahwa sektor UMKM memiliki peranan
penting baik dikaitkan dengan PDB maupun penyerapan tenaga kerja. Realitas ini pun
menjadi pembenar untuk meningkatkan apresiasi berbentuk fasilitasi dan
pembinaan UMKM yang edukatif & morivasional. Artinya, segala bentuk
intervensi hendaklah mengarah pada keterciptaan kemandirian dan akselerasi
tumbuhkembang serta tidak menciptakan ketergantungan.
B. Sekilas Potret Pelaku UMKM
Banyumas

Atas ragam persoalan yang ada, dinilai perlu melakukan intervensi edukatif dan motivasional
sehingga secara bertahap dan berkesinambungan pelaku UMKM bisa naik kelas. Ragam fasilitasi perlu di
tingkatkan sehingga peluang UMKM untuk tumbuhkembang semakin terbuka.
C. Tahapan Revolusi Industri dan
Nasib UMKM
Hari ini sering didengungkan kalimat “revolusi Industri 4.0” yang
disimbolkan dengan kemajuan teknologi berbasis itenternet yang terkemas dalam istilah
“ekomomi digital”. Kecanggihan dunia
virtual ini mulai menggerogoti eksistensi pelaku usaha konvensional, tidak
terkecuali pelaku usaha besar.
.
Kecanggihan
dalam men-sinergikan internet, data dan mesin di era revolusi industri 4.0 telah
melahirkan berbagai terobosan brilian yang melahirkan efisiensi memudahkan
masyarakat dalam mengakses harga yang lebih terjangkau. Sebut saja Go-jek on line yang bisa meluluhlantahkan gojek
dan taksi konvensional. Demikian hal nya dengan gerai-gerai supermarket yang
eksistensinya terancam oleh dahsyatnya online
marketing yang memmberi kesempatan luas bagi semua orang untuk berposisi
sebagai penjual. Tak ketinggalan financial
technology (fintech) juga berpotensi ikut mengancam eksistensi perbankan.
Istilah “desrupsi” pun mendadak
populer sebagai penggambaran “perubahan
radikal proses bisnis” dan luasnya dampak yang ditimbulkan oleh era revolusi
industri 4.0. Digitalisasi ekonomi yang menjadi simbol revolusi industri 4.0
secara nyata menjadi “ancaman” bagi pelaku usaha yang tetap ngotot menjalankan
dan mengelola bisnisnya dengan cara-cara konvensional. Bagaimana dengan nasib
pelaku UMKM?.
Mereferensi
pada persoalan yang kerap melingkupi keseharian UMKM dan menilik tentang
revolusi industri 4.0, dipastikan UMKM dipaksa keadaan melakukan serangkaian
perubahan. Jika tidak, kematian hampir bisa dipastikan dan bila ini terjadi
berpotensi meningkatkan angka pengangguran dan juga statistik kemiskinan
berikut impikasinya yang kompleks.
TABEL TAHAPAN INDUSTRI
NO
|
TAHAP
|
INDIKATOR
|
1
|
Revolusi
1.0
|
Peralatan kerja yang awalnya bergantung pada
tenaga manusia dan hewan akhirnya digantikan dengan mesin tersebut. Banyak
orang menganggur tapi produksi diyakini berlipat ganda.
|
2
|
Revolusi
2.0
|
produksi massal berdasarkan pembagian kerja
|
3
|
Revolusi
3.0
|
penggunaan elektronik dan teknologi informasi
guna otomatisasi produksi. mesin industri tidak lagi dikendalikan manusia.
Dampaknya memang biaya produksi menjadi lebih murah
|
4
|
Revolusi
4.0
|
yang ditandai dengan sistem cyber-physical. Saat
ini industri mulai menyentuh dunia virtual, berbentuk konektivitas manusia,
mesin dan data, semua sudah ada di mana-mana. Istilah ini dikenal dengan nama
internet of things.
|
Sumber
berita: https://www.viva.co.id/digital/digilife/1040470-4-tahap-revolusi-industri-sampai-ke-era-4-0
C. Adaptasi atau mati
Tragedi krisis 1998 membuktikan bahwa UMKM mampu bertahan
ditengah ambruknya pelaku usaha besar, khususnya yang memiliki hutang dalam
satuan mata uang USD dan atau memiliki content bahan baku impor yang juga dibayar dengan
satuan mata uang USD. Namun, satu hal
yang menjadi catatan adalah bertahannya UMKM ditengah badai 1998 bisa jadi
dikarenakan oleh ketiadaan 2 (dua) faktor yang ada pada perusahaan besar yaitu
hutang dalam USD dan kandungan impor dalam proses produksinya. Disamping itu, hutang dalam negerinya pun
tidak dominan karena skala usaha yang dijalankan tergolong mikro dan kecil
sehingga tidak terjebak dengan kebijakan bank dalam negeri yang melakukan
penyesuaian tingkat bunga pinjaman.
Namun demikian, eksisnya UMKM saat itu merupakan sebuah keadaan yang
sangat di syukuri, setidaknya ekonomi makro tidak sampai ke titik nol walau
krisis keuangan telah memantik krisis multidimensi.
Namun, akankah kejayaan berulang bersamaan di Era Revolusi Industri 4.0?.
Pilihan
yang tersedia hanya “adaptasi atau mati” karena implikasi
revolusi industri 4.0 terus melaju dan terbukti mulai menyentuh berbagai sektor
yang semakin mengancam eksistensi bisnis konvensional. Kalau kemudian hari ini
pelaku UMKM masih eksis dengan metode serupa, perlahan dipastikan akan tereliminasi
seiring semakin kencangnya inovasi berbasis optimalisasi peng-integrasian internet,
mesin dan teknologi. Oleh karena itu, kreativitas dan inovasi berbasis
teknologi wajib dilakukan, baik dalam tahapan proses produksi maupun
dalam hal pemasaran. “Berbeda dan unik” harus bisa
dipertahankan walau dinamika perubahan pun memaksa untuk terus memproduksi nilai-nilai “perbedaan
dan keunikan baru”. Alasannya
sederhana saja, apa yang hari ini “berbeda dan unik” begitu mudah direflikasi
lewat implementasi konsep 3M (melihat, meniru dan menambahkan) berbasis
teknologi sehingga menjadi tidak berbeda dan tidak unik lagi.
D. Beberapa Pemantik Aksi perkuatan
UMKM di Era Revolusi Industri 4.0
![]() |
suara merdeka,28/12/18 hal 17 |
Sebagai pemantik, berikut ini disampaikan beberapa stimulan gagasab aksi kaitannya dengan penguatan UMKM di era revolusi indutri 4.0, yaitu :
1. Penguatan
kelembagaan.
Penguatan organisasi dan kelembagaan perlu dilakukan, baik dalam hal kejelasan
status hukum lembaga dan legalitas aktivitas produktif yang diselenggaraakan.
Kelengkapan legalitas juga merupakan alat dalam mengembangan hubungan kepentingan
dengan berbagai pihak, khususnya dalam mengembangkan bisnisnya.
2. Penguatan
kapasitas dan kapabilitas manajemen.
Kapasitas
dan kapabilitas manajemen menjadi kunci
tumbuhkembang sebuah usaha. Pengembangan visi bisnis sangat dimungkinkan bila pada
UMKM hadir manajemen solid yang memiliki kemampuan mengelola faktor-faktor internal dan eksternal yang
mempengaruhi keberadaanya. Sebagai catatan, pola pengelolaan tradisional yang cenderung
menggantungkan segala sesuatunya pada satu orang (baca: superman) harus ber-transformasi ke basis manajemen (baca: super team).
3. Modernisasi proses dan pelibatan IPTEK. Era digital ekonomi menandaskan perlunya sinergitas antara modernitas proses dan
pelibatan IPTEK guna menciptakan pengayaan pengembangan gagasan pengembangan
dan efisiensi yang berujung pada peningkatan daya saing.
4. Berjejaring. Hari
ini adalah zaman kolaborasi yang
ditandai sinergitas yang saling
menguatkan. Oleh karena itu, berjejaring merupakan alat efektif dalam
menguatkan keberadaan bisnis. Lewat berjejaring dimungkinkan terbangunnya
kemitraan berbasis sharing economy.
Sejalan dengan itu, berhimpun dalam satu forum atau organisasi merupakan embrio
keterbangunan kemitraan. Melalui organisasi, secara otomatis para pelaku usaha
akan tehubung satu sama lain yang
berdampak pada terbangunnya komunikasi intensif, saling berbagi informasi,
mengembangkan ragam gagasan dan melakukan penjajagan awal kolaborasi yang
saling memperkuat seperti perluasan pasar, join buying bahan baku, distribusi,
join capital, pengembangan SDM, up date teknologi dan lain sebagainya.
5. Bapak Asuh. Pengembangan
program “Bapak Asuh” perlu dikembangkan sehingga pelaku UMKM terbimbing
mentahapi prosesnya hingga naik kelas. Hanya saja, pola ini perlu pengawasan
sehingga berjalan dalam spirit memberdayakan dan bukan meng-kooptasi yang
mengakibatkan pelaku UMKM kehilangan perannya.
6. Membangun
dan menguatkan ekosistem kewirausahaan. Mengacu pada standar
internasional, jumlah wirausahawan sebuah negara idelanya 2% (dua prosen) dari
jumlah penduduk. Berdasarkan Data BPS (Badan Pusat Statistik), tahun (2016), rasio
wirausaha di Tanah Air baru 1,65%dan hingga penghujung tahun 2017 telah meningkat
menjadi 3,1% persen. Capain ini memang sudah melebihi standar International,
namun masih kalah dengan capaian negara tetangga di lingkungan asia tenggara
yang sudah menyentuh angka 4%. Sejalan dengan itu, perlu upaya yang terkonsep
secara komprehensif dan terimplementasi secara sistematis dan terukur dalam
meningkatkan kuantitas dan juga kualitas wirausahawan di Indonesia. Hal ini
dimaksudkan untuk mendorong dinamika dan laju tumbuh ekonomi. Ekosistem
wirausaha perlu ditingkatkan sehingga terbangun apresiasi tinggi dan pada
akhirnya mendorong tumbuhkembang jumlah wirausahawan. Keberanian bergagasan perlu
dibangun dan pengayaan imajinasi perlu ditingkatkan sehingga budaya kreatif dan
inovasi terbangun. Sebagai bagian dari membangun dan menguatkan ekosistem
kewirausahaan tersebut, berikut disampaikan beberapa stimulan gagasan :
a.
Apresiasi terhadap keberanian berwirausaha. Berwirausaha
memerlukan keberanian sehingga perlu meningkatkan apresiasi
terhadap kemauan dan kesadaran
untuk menekuni dan memilih wirausaha menjadi jalan hidup. Perlu dibangun
paradigma berwirausaha merupakan sebuah kemuliaan sebab disamping membangun
kemandirian, juga berpeluang menciptakan lapangan kerja. Dengan kata lain,
menjadi wirausaha perlu ditandaskan sebagai tindakan heroik dalam hidup berbangsa dan bernegara.
b.
Bersinergi dengan dunia pendidikan. Hal ini diwujudkan
dengan memasukkan “kewirausahaan” menjadi mata pelajaran mulai dari Paud sampai
tingkatan Universitas dengan implementasi metodologi yang disesuaikan dengan
usia dan tingkatan. Pengembangan metodologi pengajaran perlu terus dikembangka
sehingga mencapai titik efektivitasnya. Hal ini tidak saja menjadi bagian dari
upaya meningkatkan minat berwirausaha tetapi juga meningkatkan apresiasi
peserta didik terhadap setiap keberanian berwirausaha.
c.
Bersinergi dengan pemerintah. Sebagai regulator
dan pemberdaya, pemerintah dengan segenap infra dan supra strukturnya sangat
strategis dalam membangun dan mengembangkan ekosistem kewirausahaan. Melalui
mediasi dan fasilitasi yang edukatif & motivasional, pemerintah berpeluang mendorong
pertumbuhan wirausaha secara kuantitas maupun kualitas.
d.
Bersinergi dengan kampus. Kampus merupakan
gudang pengetahuan dan juga pusat pengembangan metodologi. Hal ini sangat
penting bagi akselerasi peningkatan kualitas wirausahawan, baik dalam hal tata
kelola melalui pelibatan IPTEK maupun dalam meningkatkan dan meluaskan akses. Disisi
lain, kampus juga berisi kaum intelektual muda yang juga potensial di dorong menjadi pelaku
wirausaha.
e.
Mendorong Industri kreatif.
Industri kreatif dalam hal ini didefenisikan sebagai upaya meningkatkan nilai tambah berbasis pada pengembangan
ide, gagasan dan kreativitas. Para pelaku UMKM juga perlu terus melakukan
pencarian dan pengayaan cara sehingga terbangun nilai tambah baru dari produk
yang sudah ada. Contoh sederhana antara lain treatmen kreatif pada komoditas gula kelapa yang menghasilkan gula
kristal sehingga dijual dengan harga yang lebih tinggi; packaging yang terbukti mampu meningkatkan perform produk dan harga jual. Industri kreatif juga melingkupi
bisa melingkupi pengembangan design
interior, kuliner, fotografi, seni dan lain sebagainya yang kesemuanya berfokus
pada penciptaan “nilai tambah” baru.
f.
Maintenance berkelanjutan. Ekosistem wirausaha
tidak cukup hanya dibangun, tetapi juga memerlukan maintenance sehingga ekosistem itu terus terawat dan terus meluas
serta menguat.
7.
Dan lain sebagainya
E. Penghujung
![]() |
suara merdeka,28/12/18 hal 20 |
Demikian tulisan ini disusun sebagai pemantik dalam agenda talkshow,
semoga menginspirasi kebaikan-kebaikan baru, khususnya dalam mensikapi revolusi
industri 4.0 secara cerdas. Amin Ya
Robbal ‘Alamin.
tulisan seputar kegiatan..............klik disini
tulisan seputar talk show.............klik disini
Posting Komentar
.