Aktif Belajar di Oemah Sinau Tapi
Berhenti di Sekolah Formal
Kupacu kendaraan roda 2 (dua) yang kupinjem dari
rekan kerja agar cepat mencapai “Oemah Sinau”. Aku tak ingin proses pemelajaran sudah
berakhir saat sampai di lokasi. Akhirnya aku sampai juga 10 menit sebelum kelas
bubar, tepatnya jam 16.50 Wib. Sebenarnya, ini bukan kunjungan pertama kami bagiku ke Oemah Sinau, namun ini memang kunjungan perdana untuk sector 5 (lima). Sebelumnya, aku pernah menyambangi sektor 1, 2 dan 3. Hanya saja, Ada ketertarikan tersendiri merespon undangan Bung Slamet siang tadi untuk hadir di sektor 5 (lima). Ini merupakan sektor termuda sesudah perintisan 4 (empat) sektor sebelumnya menuai sukses dimana animo dan daya dukung masyarakat cukup tinggi. Terbukti 200-an orang siswa menjadi penghuni tetap di sekolah sore nan keren rintisan Bung Slamet ini. Kepenasaranku mulai muncul atas sektor 5 (lima) ini saat Bung Slamet mengkisahkan bagaimana sektor 5 (lima) ini bermula pada saat silaturrahmi ke gubuk ku minggu lalu.
Beberapa orang siswa SD menggiring ketua RW-nya
untuk bertemu dan meyakinkan Bung Slamet bahwa penyelenggaraan aktivitas pembelajaran Oemah
Sinau memang sangat diperlukan di wilayah RT 03/04, Desa Limpakuwus. “Ungkapan
jujur nan polos anak-anak itu meluluhlantahkan ketidaksiapan Oemah Sinau karena terbatasnya jumlah
relawan. Saya tak bisa mengecewakan keinginan tulus mereka yang tampak begitu kuat, apalagi diperkuat dengan keseriusan Pak Ketua RW yang siap mendukung dan
mengkomunikasikan kepada warga,
Akhirnya, saya sanggupi dimana Oemah Sinau segera memulai pembelajaran di sini.
Perkanan Pak Darsam untuk memanfaatkan rumahnya sebagai tempat penyelenggaraan
kegiatan belajar mengajar pun melipatgandakan semangat saya untuk segera
memulainya, walau sebenarnya tenaga pengajar (baca: relawan) sudah terlalu
sibuk meng-cover 4 (empat) titik yang sudah lebih dulu berjalan secara rutin”,
ungkap Bung Slamet dalam testimoninya tentang muasal keterbangunan sektor 5
(lima) ini.
Setelah memparkir sepeda motor dan melepas jaket, akupun
langsung bergegas masuk ke rumah dimana para siswa/i sedang mengikuti proses pemelajaran yang di pimpin oleh Bung Slamet. Kudapati sekitar 30-an siswa/i duduk di lantai semen dan masing-masing kedua tangannya bertumpu pada meja belajar pendek yang
berjejer rapi. Seingatku, Bung Slamet pernah menceritakan bahwa meja-meja belajar itu
adalah sumbangan dari salah satu pengusaha di purwokerto yang sangat apresiaste terhadap ketulusan dan konsistensi aktivitas oemah
sinau. “Dilanjut saja Om Slamet, Jangan sampai kehadiran saya membuat proses
belajar terganggu”, ungkapku saat Bung Slamet menyambut salamku.
Sambil berdiri, kuamati khidmat nya proses
belajar-mengajar. Semua peserta didik demikian serius mengikuti pembelajaran di
sore itu. Tak bisa ku pungkiri kalau aku bergetar atas apa yang kusaksikan. Aku
membayangkan betapa repotnya keseharian Bung Slamet dan 2 (dua) relawan dalam melayani 5 (lima) titik penyelenggaraan aktivitas serupa. Apalagi, apa yang
mereka lakukan betul-betul panggilan jiwa dan wujud kepedulian nyata tentang pendidikan dan kualitas
generasi, khususnya di lingkungan Desa Limpakuwus. Mereka melakukannya dengan
sepenuh hati, walau semua peserta didik tidak ditarikin biaya sepeserpun. Aku yakin,
Bung Slamet dan kedua relawan yang membantunya sering harus tombok untuk
menutup operasional Oemah Sinau. Apalagi, Bung Slamet sebagai pemrakarsa tidak
pernah meng-hiba-hiba bantuan pada siapapun walau beliau tidak menolak
bila ada yang bersimpati sepanjang didasarkan pada kepedulian yang jujur terhadap
pendidikan, keikhlasan dan tidak ada embel-embel apapun. Hal ini merupakan cara tegas
Bung Slamet menjaga kemurnian niat dan sekaligus menjamin keberlanjutan proses
pembelajaran Oemah Sinau dalam koridor “peningkatan kualitas generasi”.
Tak lama berselang, aku dipersilahkan maju ke depan
dan berdiri sejajar dengan Bung Slamet. Aku pun memperkenalkan diri kepada
seluruh siswa/i. Untuk menyemangati suasana, aku pekikkah kata “semangat” yang
diikuti peserta disik dengan “siap semangat”. Suara lantang mereka pun menyemarakkan
suasana dan membakar semangatku. Dikesempatan kilat itu, akupun coba menyampaikan
3 (tiga) pesan kepada seluruh siswa/i, yaitu: (i) selalu rajin belajar; (ii) rajin membantu orang tua dan; (ii) rajin ber-ibadah
agar senantiasa disayang Tuhan. Tak lupa kuselipkan juga memohon perkenan
mereka untuk mendo’akanku di setiap ibadah mereka (seketika aku menjadi oppoutunist ketika mendapati wajah-wajah
lugu ini) . Akhirnya, aktivitas Oemah Sinau sore ini ditutup do’a bersama dan
langsung di pimpin oleh Bung Slamet. Sesudahnya, satu persatu siswa/i maju ke
depan bersalaman sekaligus berpamitan sambil mengucapkan salam.
Semenit sesudah siswa terakhir berpamitan, aku pun
bergegas izin pamit kepada Bung Slamaet sebag masih harus menjalankan agenda
lainnya. Saat menuju parkiran dan memakai kembali jaketku, Bung Slamet
menyampaikan bahwa tantangan di sektor 5 (lima) ini lebih berat ketimbang 4
(empat) sektor lainnya. “kondisi lingkungan disini kurang mendukung bagi
perkembangan pendidikan anak. Tidak sedikit yang putus sekolah dan juga beberapa
memilih untuk tak melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi yang
dilatarbelakangi banyak faktor. Oleh karena itu, tak heran pengaruh buruk lingkungan
ini pun mempengaruhi tingkat disiplin dan sikap-sikap keseharian peserta didik
di sektor 5 (lima) ini. Namun demikian, saya tak patah semangat dan tetep akan
berusaha maksimal agar anak-anak ini tumbuh menjadi insan-insan yang ber-budi
pekerti baik dan rajin menuntut ilmu”, ungkap Bung Slamet.
Ada satu cerita lucu di sektor 5 (lima) ini, dimana
seorang siswa/i memilih berhenti dari sekolah formalnya dan kemudian aktiv
mengikuti proses pembelajaran di Oemah Sinau yang notabene hanyalah sekolah
informal dan bersifat tambahan. Sampai saat ini, Bung Slamet terus melakukan
pendekatan dan sekaligus mengujikan beberapa pendekatan agar anak ini kembali
aktif di sekolah formalnya. Fakta ini memang tergolong aneh. Kalau disimpulkan anak ini
malas sekolah, nyatanya beliau tak pernah absen diproses pembelajaran yang
dilaksanakan oleh Oemah Sinau. Men-simpulkan ada pendekatan yang salah di
sekolah formalnya juga kurang bijak bagi Bung Slamet. Akankah anak ini kembali
ke sekolah formalnya dalam waktu dekat ini?, Menarik untuk mengetahui akhir
dari upaya Bung Slamet atas anak unik ini. 
Posting Komentar
.