Ketika Wanita Berhijab Itu Bersusah payah Nurunin Anak Tangga
Abang
Mau Kemana?. Naik Kereta Bisnis Juga?. Pertanyaan itu datang dari seorang
wanita berhijab lengkap dengan masker yang menutupi sebagian wajahnya.
“Saya mau ke Rantau Prapat, mau naik kereta Sribilah yang kebetulan sudah standby di rel 3 (tiga), adek mau kemana?”, jawabku berujung tanya. “sama Bang, mau ke Rantau Prapat juga”, jawabnya.
“Saya mau ke Rantau Prapat, mau naik kereta Sribilah yang kebetulan sudah standby di rel 3 (tiga), adek mau kemana?”, jawabku berujung tanya. “sama Bang, mau ke Rantau Prapat juga”, jawabnya.
Kami
pun melanjutkan menurunin anak tangga beriringan hingga dasar lantai bawah.
Setelah
melalui lantai datar sekitar 2 (dua) meter, barisan anak tangga sudah menanti untuk dinaikin. “berat juga ini kerdus”, demikian terbenak dihatiku sesaat. “Terima kasih Tuhan atas peluang kebaikan yang kau bukakan siang menjelang sore ini, semakin berat semakin banyak pahalanya”, demikian fikiranku berujar sambil menyemangati diri untuk terus melangkah.
melalui lantai datar sekitar 2 (dua) meter, barisan anak tangga sudah menanti untuk dinaikin. “berat juga ini kerdus”, demikian terbenak dihatiku sesaat. “Terima kasih Tuhan atas peluang kebaikan yang kau bukakan siang menjelang sore ini, semakin berat semakin banyak pahalanya”, demikian fikiranku berujar sambil menyemangati diri untuk terus melangkah.

Tidak
terfikir menanyakan namanya. Aku pun tidak mengerti wajahnya seperti apa karena
tertutup oleh masker berwarna merah sesuai hijabnya sehingga hanya kedua
matanya yang terlihat. Namun, itu tidak menjadi soal karena fokusku sejak awal
adalah belajar merespon “kesusahannya” dengan pertolongan
kecil yang kuyakini sebuah kebaikan.
Adakah tulisan ini sebentuk ria?

Hari
ini mungkin kita berkesempatan melakukan kebaikan kecil, namun bukan tidak
mungkin suatu waktu kebaikan kecil pun hadir tanpa diduga saat kita atau anggota
keluarga kita sedang mengalami kesusahan dalam hal tertentu. Ini bukan
transaksional atas sebuah kebaikan, tetapi ini hanya tentang ajakan untuk belajar bersama
melatihkan diri untuk berkepedulian dari hal-hal kecil yang selalu ada dan
hadir disekitar hidup kita. Terkadang, setetes darah mungkin hanya hal biasa
bagi pendonor yang secara rutin mendorokan darahnya, tetapi bisa bermakna nyawa
bagi si penerima yang sedang sekarat dan berjuang melawan maut. Mungkin, berbagi
“baju second” adalah aksi mengosongkan
lemari dan sekaligus membuka ruang bagi penempatan baju baru, namun berbeda
makna bagi korban bencana alam yang berjuang melawan dingin karena rumahnya
sudah lenyap oleh banjir bandang. Mungkin bagi anda uang Rp 5.000 tidak begitu
berarti, tetapi begitu bermakna bagi orang yang lagi lapar karena tidak ada yang
bisa dimakan.
Bukankah
hal menarik saat kita melakukan hal biasa menurut pandangan kita, tetapi ternyata
bermakna penyelamatan nyawa bagi orang lain?. Semoga tulisan ini
mendatangkan hikmah bagi pembaca. Amiin Ya Robbal ‘Alamin
Belajar
mencari hikmah di Perjalanan
Menuju
Kampung Halaman bersama Kereta Sribilah
note :
gambar dalam tulisan ini adalah hasil google searching
note :
gambar dalam tulisan ini adalah hasil google searching
Posting Komentar
.