MENEGASIKAN” SYNDROM KAPITALISTIK" DALAM TATA KELOLA PERUSAHAAN KOPERASI | ARSAD CORNER

MENEGASIKAN” SYNDROM KAPITALISTIK" DALAM TATA KELOLA PERUSAHAAN KOPERASI

Senin, 02 Juli 20180 komentar

MENEGASIKAN” SYNDROM KAPITALISTIK" 
DALAM TATA KELOLA PERUSAHAAN KOPERASI 

Sekilas Mendeteksi Model Koperasi Bekerja
Bergabung  di koperasi  merupakan langkah awal yang memerlukan lanjutan berupa melibat aktif sehingga menemukan manfaat. Hal ini menandaskan bahwa terdefenisi menjadi bagian dari koperasi bukanlah sekedar tiket untuk menikmati  ragam unit layanan yang sudah dan atau akan diselenggarakan koperasi,  tetapi  juga ikut mengambil  tanggungjawab membesarkan koperasi melalui peran aktif yang produktif bagi dirinya sendiri maupun bagi tumbuhkembangnya organisasi & perusahaan koperasi.

Alinea diatas merupakan gambaran singkat tentang bagaimana koperasi  bekerja dimana yang menjadi fokus utamanya adalah meng-create  ragam manfaat  yang bisa dirasakan oleh anggota melalui penggabungan potensi dan sumber daya yang dimiliki mereka sendiri.  Kalaupun sumber daya eksternal melibat, itu hanya bersifat supporting dan bersifat sementara tanpa menghilangkan cirinya sebagai organisasi dan perusahaan mandiri berbasis kolektivitas internalnya.

Untuk tujuan itu, koperasi perlu aktif mendidik para anggota sehingga terbangun kecerdasan dalam memetakan potensi dirinya  dan lebih smart  dalam menyusun agenda  yang memungkinkan dikerjasamakan diantara mereka  dalam rangka membangun nilai tambahbaru dan atau memperkuat apa yang sudah & sedang mereka kerjakan secara individu . Dengan demikian, setiap anggota  bisa memahami titik sinergitas antara aktivitas dilakukannya secara mandiri dengan  aktivitas kolektif  yang men-simbol  sebagai alat untuk mencapai tujuan bersama. Pada titik ini, azas subsidiaritas menjadi demikian penting, sehingga apa yang dilakukan oleh koperasi tidak menegasikan apa yang sudah dilakukan individu.


Keunikan Sebagai Inspirasi Model Pengelolaan
Koperasi memang unik, namun di ke-unikan itu pula yang menjadi inspirasi terbangunnya nilai-nilai kebaikan bagi orang-orang yang melibat di dalamya. Disatu sisi koperasi fokus membangun kapasitas anggotanya melalui pendidikan yang berkelanjutan, di sisi lain koperasi menyelenggarakan perusahaan yang jenis aktivitasnya merefresentasikan aspirai & kebutuhan mayoritas anggotanya. 2 (dua) sisi ini merupakan satu kesatuan yang saling menguatkan. Anggota yang aktif akan meng-akselerasi tumbuhkembang perusahaan koperasi dan majunya perusahaan koperasi meluaskan manfaat yang bisa dinikmati oleh anggotanya. Hubungan kepentingan semacam ini akan terus berlangsung secara kontinue yang semakin intensif akan semakin menumbuhkembangkan.

Membincang tentang manfaat ber-koperasi sangat tergantung pada makna “manfaat” yang disusun oleh mayaoritas anggota, bisa materil dan bisa im-materil. Bagi anggota yang lebih mementingkan efisiensi kolektif, tentu fokusnya adalah menikmati harga murah dan lebih terjangkau dibanding perusahaan lain yang menawarkan barang atau jasa sejenis (benefit oriented). Sebaliknya, anggota yang memiliki semangat  pertumbuhan modal pasti lebih mementingkan perolehan SHU (SHU Oriented). 2 (dua) model ini sesungguhnya hanya opsi saja, namun harus memiliki ketegasan dalam pilihan berikut kesadaran penuh segala akibatnya.

Sebagai sebuah stimulan, bagi koperasi penyelenggara unit layanan yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari anggota, maka disarankan memilih benefit oriented sehingga anggota lebih merasakan kehadiran koperasi dikeseharian hidupnya. Hal serupa juga disarankan saat koperasi menyelenggarakan unit layanan simpan pinjam sehingga memperbesar peluang peran koperasi meng-akselerasi tumbuh kembang aktivitas produktif individu anggota melalui fasilitasi pinjaman murah. Hal berbeda saat koperasi menyelenggarakan unit layanan berbasis market non-anggota, disarankan untuk SHU Oriented. Misalnya, koperasi memproduksi kopi yang dijual pada pasar lokal, regional, nasional dan bahkan ekspor, maka disarankan untuk SHU Oriented dengan tetap memperhatikan daya saing di sektor tersebut.   


Manajemen Berbasis Nilai dan Prinsip
Layaknya sebuah perusahaan, Koperasi butuh surivive dan berkembang. Untuk itu, perusahaan koperasi perlu memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan pada umumnya tanpa harus meninggalkan nilai dan prinsip koperasi yang menjadi pem-beda dan sekaligus sumber keunggulannya.

Untuk tujuan itu, koperasi perlu memperhatikan beberapa hal berikut ini :
1.     Positioning Market. Pangsa pasar adalah mesin jawab utama bertahan atau tidaknya sebuah perusahaan. Untuk itu, positioning market perlu didefenisikan sehingga ada fokus penggarapan market yang jelas, sebab berbeda market tentu berbeda karakter dan berbeda pendekatan. Pangsa pasar anggota yang nota bene juga pemilik perusahaan tentu juga berbeda karakter dengan pangsa pasar non anggota. Intingan market orientation adalah spirit dalam menyelenggarakan usaha jenis apapun.  
2.     Skala ekonomi. Skala ekonomi perlu dijadikan perhatian agar rasionalitas usaha terpenuhi, baik untuk kepentingan pengelola dan pengelolaan maupun untuk kepentingan survive, tumbuh dan kembang perusahaan. Skala ekonomi ini tidak saja mencakup luasan, tetapi juga dipengaruhi oleh pola pelayanan, gaya pengelolaan, positioning market, jumlah anggota loyal  dan bahkan pesaing. Intinya, operasionalisasi perusahaan koperasi harus memiliki skala ekonomi sehingga eksistensinya bisa stabil dan meluas.   
3.     Jumlah anggota. Dalam hal koperasi menyelenggarakan unit layanan berbau pemenuhan kebutuhan keseharian, anggota merupakan captive market (pangsa pasar tertutup) yang menjadi sumber pertahanan perusahaan. Artinya, semakin tumbuh jumlah anggota, maka semakin luas captive market dan semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk survive dan juga berkembang. Hal ini berbeda dalam hal koperasi menyelenggarakan usaha yang positioning market-nya adalah non-anggota, maka jumlah anggota tidak memiliki pengaruh sugnifikan terhadap daya tahan dan kelancaran usaha yang diselenggarakan koperasi.
4.     Permodalan. Secara teori, permodalan usaha bisa berasal dari internal dan eksternal. Sementara itu, secara konsepsi koperasi, idealnya permodalan itu seluruhnya dari internal sehingga kemandirian kolektif itu benar-benar mewujud. Koperasi tidak anti pelibatan modal eksternal sepanjang otonomi koperasi tidak ternodai.  Untuk itu, koperasi harus terus meng-edukasi anggotanya sehingga terbangun kesadaran untuk ber-ekonomi  secara bijak sehingga lebih terbuka peluang merancang masa depan yang lebih baik. Sebagai contoh, keberhasilan koperasi membangun bijak ber-konsumsi  akan  melahirkan kemampuan anggota untuk menabung. Secara individu kemampuan menabung akan memperbesar kemampuan merancang masa depan yang lebih berpengharapan dan secara kolektif akan terkumpul sumber daya yang membuka peluang koperasi menyelenggarakan unit-unit layanan yang akan semakin men-sejahterakan anggotanya melalui penyelengggaraan unit-unit layanan produktif yang terus tumbuh. 
5.     Roh pengelolaan.  Benefit oriented atau SHU Oriented adalah pilihan model yang harus tegas diambil. . Ketegasan ini dipentingkan berkaitan dengan roh pengelolaan dan juga indikator evaluasi pencapaian perusahaan koperasi, khususnya di kalangan anggota. Sebagai satu catatan, ketidaktegasan pilihan sering mengaburkan persepsi dan ekspektasi anggota terhadap usaha yang diselenggarakan koperasi. Bahkan, tidak jarang hal ini menjadi sumber konfilik yang tidak berkesudahan di internal koperasi. Bila konflik ini dibiarlan, maka akan berpotensi menghilangkan trust anggota dan dalam jangka panjang mengancam eksistensi koperasi itu sendiri.
6.     Profesionalisme pengelolaan. Profesionalisme pegelolaan adalah harga mati bila koperasi ingin tumbuh secara kualitas dan kuantitas. Kehadiran para ahli (baca: expertis) menjadi pra-syarat untuk terselenggaranya pengelolaan efektif  yang memiliki daya adaptif terhadap setiap perubahan dan kemajuan. Lewat kehadiran para ahli sesuai bidang garap yang diselenggarakan oleh koperasi, akan ter-dinergikan koperasi sebagai kumpulan orang dan juga perusahaan kedalam satu praktek yang dinamis dan progressive.
7.     Melek teknologi. “It’s zaman now”,kalimat ini merefresentasikan teknologi yang demikian pesat dan telah merubah paradigma berfikir dan pola kehidupan manusia. Kemajuan teknologi tidak saja telah menghilangkan jarak dan sekat-sekat kewilayahan, tetapi juga sudah mempengaruhi budaya keseharian hidup masyarakat, termasuk dalam urusan ber-ekonomi. Untuk itu, usaha-usaha koperasi harus melek teknologi dan melakukan penyesuaian secara efisien dan efektif sehingga tidak tergilas oleh kemajuan zaman. Tampilan perusahaan koperasi harus me-refresentasikan gaya ber-ekonomi mayoritas anggota tanpa menghilangkan spirit edukatif dari segala hal yang ditawarkan oleh koperasi. Artinya, modernisasi tata kelola perusahaan koperasi berbasis IT tetap commmite untuk  tidak men-jebakkan anggota menjadi pribadi yang konsumtif, tetapi justru tetap harus mendorong anggota menjadi insan produktif.   
8.     Melek regulasi (baca: kebijakan).  Koperasi harus melek regulasi dan melakukan penyesuaian-penyesuian secara tepat. Koperasi sebagai perusahaan harus bijak memaknai keberadaannya sebagai bagian dari masyarakat pelaku ekonomi yang harus menyesuaikan dengan regulasi yang ada. Dengan demikian, koperasi terhindar dari persoaan-persoalan hukum yang berpotensi mengancam keberadaannya.
9.     Apresiasi terhadap kinerja yang berkeadilan, edukatif dan motivasional.Setiap orang harus memiliki masa depan dari hal yang dia kerjakan”. Kalimat bijak ini layak menjadi satu referensi bagi koperasi  terhadap insan-insan yang melibat secara intens di keseharian koperasi, baik itu pengurus, pengawas, pengelola dan juga karyawan. Pola apresiasi terhadap kinerja harus ber-keadilan,edukatif dan motivasional bagi pengembangan gagasan yang meng-akselerasi tumbuhkembangnya manfaat koperasi. Dalam pola yang demikian, maka koperasi juga akan dipandang sebagai tempat bekerja yang diidolakan generasi usia produktif, khususnya SDM-SDM potensial dan unggul.  
  

Relevansi antara keseharian anggota dan koperasi.
Pola pengelolaan organisasi dan perusahaan koperasi harus tidak berjarak dengan keseharian anggotanya. Artinya, apa-apa yang dikerjakan koperasi harus me-refresentasikan kebutuhan anggota, baik dalam hal konsumsi maupun dalam mendukung aktivitas-aktivitas produktif yang dikerjakan anggota secara individu.

Untuk itu, dalam hal pemenuhan konsumsi (baca: kebutuhan sehari-hari), perusahaan koperasi harus mampu menampilkan nilai tambah sehingga anggota memiliki alasan rasional untuk menjadikan koperasi sebagai tempat utama men-transaksasikan segala kebutuhannya. Untuk itu, rasionalitas manajemen, tata kelola yang efisien dan per-formance yang me-refresentasikan kekinian zaman menjadi sebuah keharusan yang melekat pada perusahaan koperasi. Hal ini juga sebagai wujud kesadaran koperasi dalam memandang anggota sebagai insan ekonomi yang bertindak atas dasar kepentingannya. Dengan kata lain, subyektivitas anggota bertajuk “rasa memiliki” diimbangi dengan obyekivitas yang mewujud hadrinya rasionalitas ekonomi dari setiap hal yang ditawakan koperasi kepada anggotanya.  

Demikian halnya dalam hal koperasi menyelenggarakan unit layanan yang mendorong tumbuhkembang aktivitas produktif yang dijalankan anggota secara individu, juga harus menghadirkan rasionalitas sehingga sinergitas bisa mewujud. Lewat tata kelola perusahaannya, koperasi harus mewujud menjadi perusahaan yang menarik bagi anggota untuk bermitra yang saling menguntungkan. Dengan demikian, hubungan yang terbangun adalah saling mendukung dimana tumbuhkembang koperasi akan linier dengan tumbuhkembang aktivitas produktif anggota.

Singkatnya, relevansi aktivitas dan kebutuhan anggota dan koperasi harus terbangun sehingga hubungan kepentingan akan terus berlangsung. Dengan demikian, hubungan dinamis nan produktif diantara keduanya akan terus tumbuh. Disisi lain, koperasi tidak terjebak pada syndrom perusahaan yang terjebak pada egoisme yang hanya mementingkan tumbuhkembang dirinya.  Perusahaan koperasi pun akan eksploitatif terhadap anggotanya. Jika hal ini terjadi, maka perusahaan koperasi tidak mewujud menjadi media strategis bagi anggota untuk self help (menolong diri sendiri).  


catatan :
  1. Tulisan ini dibuat untuk memenuhi permintaan dan akan menjadi bagian dari buku yang akan diterbitka oleh Kopkun Institute .
  2. Sebagian dari tuisan ini dipublikasikan oleh Harian Suara Merdeka, 03/07/2018 Hal 18
Share this article :

Posting Komentar

.

 
Copyright © 2015. ARSAD CORNER - All Rights Reserved