BAPPENAS
MENGGELAR FGD
“PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI” DI PURWOKERTO
Hari ini, Kamis, 04 Juli 2018,
Kementrian PPN/Bappenas menggelar FGD dalam
rangka Penyusunan “Background Study RPJMN 2020-2024” dengan
fokus bahasan “penguatan kelembagaan koperasi”. Agenda ini diikuti oleh
praktisi, gerakan koperasi (Kopkun, KPRI NEU, CU Cikal Mas, Dekopinda Kabupaten
Banyumas, Pemkab Banyumas (cq. Dinas koperasi dan Bappeda litbang), akademisi Unsoed dan pemerhati koperasi &UMKM.
FGD ini menghadirkan 3 (tiga) nara sumber, yaitu : Mas Firdaus selaku
Direktur Kopkun Institute, Prof.Dr. Agus Suroso dari Unsoed dan Pak Budi dari Dinas
Tenaga kerja, koperasi &UKM Kab. Banyumas.
Mas Firdaus, sebagai nara
sumber pertama mengangkat tentang gambaran
umum koperasi di indonesia. Dalam presentasinya beliau menjelaskan hal-ha
sebagai berikut :
1.
Secara makro :
a.
Koperasi di Indonesia terjebak pada
small dan medium entrrise Scale Trap (SMEST) Syndrome, yakni sulit naik kelas
ke skala menengah dan besar. Sebagian besar didominasi skala kecil dan menengah

2.
Secara mikro :
a. Banyak
koperasi yang mengalami aging syndrome (penuaan). Lamban melakukan regenerasi
kepemimpinan sehingga menjadi kurang
tangkas. Disisi lain, ada hambatan psikologis untuk anak muda bergabung
di koperasi karena citra tua yang jadung melekat.
b. Banyak
koperasi yang belum dikelola secara profesional
c.
Lkoperasi lamban meng-adopsi IT.
Khususnya financial technologi seperti platfoam keuangan dan layanan
anggota/masyarakat luas.
Selanjutnya, Mas Firdaus memberikan gambaran tentang praktek baik
di beberapa negara lain :
1.
Koperasi pekerja berkembang massif di
asia fasific (Filipina, Jepang, Korea Selatan dan India), Eropa, Amerika.
Koperasi oekerja adalah dimana pekerja sekaligus pemilik dari koperasi
tersebut. Koperasi pekerja berbeda dengan koperasi karyawan/buruh. Koperasi
pekerja di luar negeri dapat dibentuk oleh minimal 3 orang sampai berkembang
tanpa batas.
2.
Pemekaran koperasi dan skema group
koperasi menjadi pilihan strategis. Modelnya dilakukan oleh SANASA (Sri lanka),
iCoop (korea selatan),Mondragon (spanyol), Fair price (singapore) dan lainnya.
3.
Pengembangan koperasi berbasis spasial
dan ekosistem. Contohnya seperti preston model di inggris, Social Solidarity
Economy di Korea Selatan Guyre dan Goesan Project iCOOP Korea Selatan dan
sebagainya.
4.
National Cooperative Policy (NCP)
sebagai blue print pengembangan jangka menengah. Contohnya di malaysia
Berdasarkan realitas koperasi dan juga adanya praktek-praktek baik
dan inspiratif di Indonesia maupun luar negeri, beliau memberikan rekomendasi
sebagai berikut:
1.
Perkembangan koperasi berbasis spasial
(kewilayahan). Contohnya dengan “kota
koperasi”. Cara bacanya adalah mengembangkan ekosistem perkoperasian dari
pada sekedar berbasis sektoral koperasi
2.
Konsolidasi pasar bersama koperasi
nelalaui financial tehcnologi.
3.
Rekayasa koperasi dengan melakukan
pemekaran.
4.
Kolaborasi multi pihak, misalnya
kolaborasi koperasi dengan BUMDes sehingga menemukan daya ungkit bersama,
alih-alih kompetisi.
5.
Pengembangan model-model baru, misalnya
mengembangkan koperasi pekerja (worker coop) untuk menjawab tantangan ke depan
: bonus demografi, ekonomi kreatif dam ekonomi digital
6.
Revisi UU Perkoperasian agar lebih
adaptif dengan zaman sehingga koperasi lebih tangkas.
7.
Pengembangan start up koperasi berbasis platform digital. Bisa menjadi pilihan
menarik bagi generasi milenial
Pada kesempatan kedua, Prof.Dr.Agus
Soeroso menyampaikan kajian kelembagaan koperasi. Dalam
pengantarnya, beliau menyampaikan bahwa biasanya seseorang berkoperasi karena belum mampu dan bisa sudah sejahtera
cenderung lebih suka bertindak individual.
Dari berbagai persoalan yang ada di lingkar koperasi, beliau
memberikan alternatif solusi melalui strategi :
a.
Peningkatan kualitas SDM
b. Peningkatan
akses pembiayaan dan perluasan skema pembiayaan.
c. Peningkatan
nilai tambah produk dan jangkauan pemasaran
d. Penguatan
kelembagan usaha dan
e.
Peningkatan kemudahan, kepastian dan
perlindungan usaha.
Beliau berpendapat bahwa Koperasi sebagai
wadah kegiatan ekonomi rakyat, harus menjadi badan usaha yang efisien, gerakan
ekonomi rakyat yang tangguh dan berakar dalam masyarakat dan harus mampu
memajukan kesejahteraan ekonomi angggotanya “Jika kita ingin membangun
pengertian dalam lingkup konsep guru perekonomian nasional : intinya adalah
bagaimana mengupayakan agar jiwa dan semangat kebersamaan dan kekeluargaan tersebut secara substantif berada dan
mewearnai kehidupan dari ketiga wadah pelaku ekonomi (koperasi, BUMN dan
swasta)”, ungkap beliau.
Sementara itu, nara sumber
ke-3, Bapak Budi, Kabid Koperasi Kab. Banyumas membincang
tentang realitas dan kondisi
perkoperasian di lingkungan Kabupaten Banyumas. Dalam prolognya, beliau
menyajikan data keragaan koperasi dimana saat ini ada 586 koperasi dengan
status aktif 454 dan tidak aktif
132. KUD 25 (dua puluh lima) dan
koperasi non-KUD 461 (empat ratus enam puluh satu) serta koperasi sekunder berjumlah
2 (dua).
“Kami
sangat bersyukur di Kab. Banyumas banyak aktivis muda koperasi dan sejujurnya kami
merasa sangat terbantu dalam menumbuhkembangkan koperasi di Kab.Banyumas”,
ungkap beliau meng-apresiasi barisan muda pejuang koperasi di Kab. Banyumas.
Disisi lain, beliau juga sedang
meng-khawatirkan keberadaan beberapa kantor cabang simpan pinjam yang ber-operasional di lingkungan
Kab. Banyumas. Secara administatif koperasi-koperasi tersebut memiliki
persyaratan yang komplit untuk mendirikan sebuah kantor cabang, namun aktivitasnya cendereng sebatas menyerap
simpanan, tetapi tidak memberikan pinjaman kepada anggota. Disamping itu, sampai saat ini masih banyak KSP yang sekedar
mengggunakan BH koperasi, tetapi dalam prakteknya seperti rentenir dan tidak
taat terhadap jati diri koperasi. Bahkan, tidak jarang ada yang menyewa BH (badan
hukum) koperasi untuk kepentingan legalitas operasional simpan pinjam.
Secara sistematis, beliau kemudian memaparkan
beberapa persoalan yang dihadapi oleh
koperasi-koperasi di lingkungan Kab. banyumas:
a.
Terbatasnya akses, kapasitas dna
kemampuan koperasi untuk mengenali, memanfaatjkan dan mengembangkan sumber daya
produktif.
b.
Perangkat organisasi koperasi dalam menjalankan
fungsinya belum berjalan baik.
c.
Rendahnya penguasan dan pemanfaatan
teknologii secara produktif, efektif dan efisiein
d.
Terbatasnya permodalan koperasio.
e.
Adanya penghimpunan dana masyarakat di
koperasi.
f.
Adanya dominasi modal dari perorangan
yang berpengaruh terhadap kebijakan internal koperasi.
g.
Terbatasnya alokasi dana APBD untuk
pengembangan dan pemberdayaan koperasi.
h.
Pengkaderan
pengurus/pengawas/pengelola koperasi kurang berjalan dengan baik sehingga
terjadinya pergantian pengurus/pengawas/pengelola terjadi kendala
i.
Rendahnya kemampuan dalam melakukan
inovasi usaha
Atas ragam persoalan yang melingkupi
koperasi tersebut, dinas tenaga kerja, koperasi dan UKMK melakukan serangkaian
langkah-langkah sebagaimana berikut ini:
a.
Mengirim pengurus & pengelola
koperasi untuk pelatihan
b.
Memberikan pembinaan di bidang
kelembagan koperasi
c.
Memfasilitasi perkuatan permodalan
melalu kemenkop & UKM-RI, Dinkop Jateng dan lembaga keuangan.
d.
Mempernaiki citranya sebagai kumpulan
ekonomi lemah pemburu fasilitas
e.
Kontribusi yang meskipun secara sosial
cukup tinggi, namun secara nasioanl masih rendah dalam perekonomian nasional
f.
Semakin rendagnya kesdaran mastarakat
untuk bergotong royong melalui koperasi.
Posting Komentar
.