Tulisan ini ditulis dan dikirim oleh seorang sahabat
walau beliau
keras dan disiplin, sejak kecil beliau selalu mengajariku untuk selalu menyayangi siapapun. Ayahku garang namun hatinya mudah tersentuh.Jika ada yang
datang kerumahku, Insha Allah selalu pulang dengan senyuman. Aku sering nggak habis fikir kenapa ayahku begitu mudah memberi pada siapapun.
Ada satu hal yang begitu nancap di memoryku, saat seseorang yang tidak dikenal oleh ayahku silaturrahmi ke rumah. Menurut pengakuannya, beliau akan mendirikan ponsok pesantren. Tanpa basa-basi, ayahku langsung percaya begitu saja dan kemudian menyerahkan uang sejumlah Rp 500.000(saat itu harga emas Rp 18.000/gram) yang kalau di rupiahkan saat ini senilai Rp 14 juta. Bahkanm ayah menjanjikan minggu depan akan

Tidak berhenti sampai diditu, aku mendapati orang yang sama datang untuk ketiga kalinya, lagi-lagi dengan judul yang sama, "membangun pesantren". Seperti sebelumnya, ayahku pun memberinya lagi tanpa perhitungan atau kecurigaan sedikitpun. Ayahku pun sempat mengekspresikan kekagumannya pada saudaraku yang kebetulan dihari yang sama datang dari daerah Kawunganten datang. Bakan, beliau menggelar orang tersebut sebagai "pejuang".

Itulah sekelumit tentang ayahku yang unik. Setiap kali merindukannya, semangatku bangkit untuk mencontoh kebaikannya. Namun, belajar dari hal kurang meng-enakkan yang dialami ayahku, ku mencoba mendatangi dan melihat langsung obyek yang akan ditolong.

Rindu pada ayahku pun memuncak seketika. Andai saja beliau masih hidup, aku pasti langsung memintanya membangunkan tempat tinggal yang layak bagi keluarga ini. Aku ingin anak ini mengalami masa remaja yang bahagia sebagaimana aku pernah mengenyam saat seusianya. Aku tak ingin anak ini mengalami sedih berkepanjangan.Aku ingin dia segera bahagia dan keluar dari kesulitan hidup yang mengelilinginya.
Ayah.....kini aku sadari engkaulah yang betul-betul pejuang.....
Posting Komentar
.