DURIAN, DAUN SELEDRI dan PERBINCANGAN SEPASANG SAHABAT BERBEDA PROFESI
Perbincangan Nan
Inspiratif
(Purwokerto,
03 Juli 2017). Ini menjadi sore unik yang memberi banyak pelajaran khususnya
tentang filosophy hidup. Ini senin istimewa dan penuh hikmah berkesempatan
berada diantara 2 (dua) orang yang sukses di bidangnya masing-masing, yang satu
Bung Anto Djamil (41)mewakili pengusaha batik sukses di Banyumas dan satu lagi
Bung Roy Andre dacosta (58) yang sukses
menjalani profesinya sebagai pengacara di bandung. Walau usia mereka terpaut 17
tahun, kedua insan ini bersahabat sejak lama dan masing-masing saling mengagumi
dan saling menghormati.
Awalnya
saya hanya berdua di ruang kerja Bung Anto Djamil membincang tentang visi dan
orientasi Kadin Banyumas ke depan, dimana beliau baru saja terpilih sebagai
ketua Kadin Banyumas untuk periode 2017-2022. Nuansa kepedulian dan
pemberdayaan begitu kental dalam arahannya. Sang Pendiri Pondok Anto Djamil ini
menekankan perlunya karya nyata sehingga kebermaknaan Kadin benar-benar
dirasakan masyarakat, khususnya para pelaku usaha di semua kelas (mikro, kecil,
menengah dan bahkan besar). Untuk cita-cita besar itu, beliau menandsakan
“ketauladanan” sebagai syarat mutlak
sehingga apa yang ditularkan kepada masyarakat merupakan hal yang telah dilakukan dalam keseharian hidup.
Saat
penulis asik me-record arahan sang
ketua, tiba-tiba hadir seorang tamu yang kemudian penulis tahu namanya Bung Roy
Andre Dacosta. Layaknya sepasang sahabat, salam hangat dan canda tawa pun
menjadi menu pembuka reuni kecil mereka. Beliau datang bersama salah satu asisten rumah tangganya untuk mencari batik di toko milik Anto Djamil yang lokasiknya menyatu
dengan kantor. Disatu sisi sang asisten rumah tangga fokus memilih batik di toko, di sisi lain Bung Roy memilih bercengkrama dengan Bung Anto Djamil yang tak lain adalah pemilik
toko batik itu.
Penulis
yang kebetulan baru pertama kali bertemu pun larut dalam perbincangan mereka.
Beberapa kalimat filosopi nan inspiratif pun mengalir dari keduanya saat
keduanya mengenang awal perjuangan masing-masing. “Saya membenci kemiskinan, tetapi
saya menyayangi orang miskin”, ungkap Bung Anto Djamil. Kalimat ini
sungguh meng-energi, dimana disatu sisi menggambarkan berapa kerasnya
perjuangan hidup seorang Anto Djamil dan di sisi lain memberikan pesan perlunya
mengembangkan kepdulian. “Tidak mungkin sukses bila tidak
men-sejahterakan orang-orang di sekitarnya”, ungkap Bung Roy
alumnus Fakultas Hukum Universitas Parahiyangan Bandung ini. Walau berbeda
dalam kalimat, namun kedua filosopi ini memiliki spirit atau pesan serupa yaitu
“berkinerja tinggi dan ber-kepedulian”. Tak
heran kalau keduanya menemukan titik matching
karena memiliki spirit serupa dalam hidupnya. Uniknya lagi, kedua insan ini
berbeda agama, Bung Anto Djamil beragama Islam (Nahdatul Ulama) dan Bung Roy
Beragama kristen katholik. Keduanya mengagungkan NKRI sehingga perbedaan agama
bukan penghalang kuatnya ikatan bathin diantara mereka.
Dari sisi masa lalu,
keduanya pun sama-sama berjuang dari bawah dan sudah merasakan pahit getirnya
hidup. Banyaknya asam garam yang dialami keduanya dalam membentuk hidup dan
mengejar cita-cita telah menjadikan keduanya sampai di titik bijak. Artinya,
lelah juang dan capaian hebat telah mendorong mereka menjadi lebih bijak dan
senantiasa mengambil hikmah dari setiap dinamika hidup. Disisi lain, keduanya
juga tampak jelas saling meng-energi dan juga selalu berupaya meng-energi
orang-orang disekitarnya. Setidaknya hal ini sangat dirasakan penulis sepanjang
terlibat dalam perbincangan segitiga di senin sore hingga waktu isya tiba.
Menyantap Durian Hasil
Kebun Bung Roy
Kedatangan Bung Roy tak
hanya untuk menemani Sang Istri tercinta mencari batik di Toko Bung Anto
Djamil. Bung Roy memberi kejutan dengan membawa durian hasil panen dikebunnya
sendiri yang berlokasi di kemutug kidul dekat purbayasa Kecamatan Baturraden. Walau
tinggal dan menjalankan profesi pengacara di Bandung, hobby ikan koi telah membuatnya jatuh cinta
pada kota mendoan, Purwokerto dan kemudian membeli sebidang tanah yang sebagian
ditanami dengan durian.
Pengalaman Pertama
Melahap Daun Seledri
Usai break menunaikan
sholat maghrib, bung anto Djamil memanggil salah satu staffnya untuk membelikan
nasi goreng special. Kata special sungguh mengundang penasaran bagi penulis
maupun Bung Roy. Kepenasaranpun terjawab, ternyata “special” versi Bung Anto
Djamil adalah nasi goreng dengan 2 (dua) telor dan lalapan berisi timun, tomat
serta daun seledri. Saat pesanan datang, Bung Anto Djamil pun mempromosikan
nasi goreng special kesukaannya. Beliau menjelaskan hobbynya terhadap daun
seledri dan begitu bersemangat memotivasi penulis dan Bung Roy untuk ikut
melahap daun seledri di bungkusan masing-masing. Persoalannya adalah penulis
maupun Bung Roy sama-sama tidak suka dan bahkan tidak pernah mencicipi daun seledri sebelumnya.
Namun, Bung Anto Djamil tetap memaksakan untuk mencoba. Alhasil, ini menjadi pengalaman
pertama bagi keduanya berurusan dengan seledri. Berkat provokasi Bung Anto Djamil yang terus menerus, akhirnya
keduanya pun sukses melahap daun seledri sampai habis. Akhirnya, semua tertawa atas kejadian unik di malam itu.
Posting Komentar
.