AKHIRNYA PENERBANGAN SURABAYA-SEMARANG ITU GRATIS

Bermodalkan daftar
tiket berisi code booking dari
Panitia Kongres Koperasi ke-03, dinamika unik perjalanan ini pun bermula saat chek-in. Kekagetan bermula saat petugas check-in penerbangan Lion Air mengatakan bahwa berdasarkan booking code penerbangan saya dan salah satu
anggota delegasi Prop Jawa Tengah hanya meng-cover penerbangan Makassar -Surabaya.
Mendengar hal itu, saya mencoba menjelaskan bahwa Bandara Surabaya hanyalah transit menuju final destination Bandara
Ahmad Yani Semarang. Sang petugas pun mencoba
menge-check validitas datanya di sistem komputer. Namun, hasil pengecekan berkata
sama...sampai bandara Surabaya.
Sepertinya beliau menyadari
aura kekecewaan hadir di wajahku. Beliau pun menyarankan untuk ke counter Lion
untuk nge-print berkas pesanan tiket.
Ironisnya, petugas di counter pun mengalami kesulitan menemukan untuk
memberikan sebuah jawaban sesuai inginku di komputernya. Hampir 30 menitan upaya
keras itu berlangsung sampai kemudian beliau menyarankan untuk menyelesaikan proses chek-in perjalanan Makasar-Surabaya yang
sempat terhenti prosesnya. Saat aku
mengikuti saraannya, disaat serupa beliau melanjutkan pencarian data di sistem untuk
memastikan bahwa jalur penerbanganku adalah
Makasar-Surabaya-Semarang.

Sambil menunggu
penerbangan usai menyempatkan diri menunaikan sholat subuh, aku berupaya
mencari nomor kontak panitia untuk mengurai persoalan ini secara jernih dan
menemukan solusi terbaik. Alhamdulillah,
berkat bantuan Bung Romi yang juga Sekjen Kopindo (Koperasi Pemuda Indonesia),
akhirnya ku peroleh nomor Handphone Mas
Iyan, salah seorang panitia yang bertugas ngurusin tiket kedatangan dan
kepulangan seluruh peserta Kongres. Karena waktu sudah terlalu mepet dan harus
masuk ke dalam pesawat, beliau sepakat akan mengirimkan file pemesanan tiket
via WA aja.
Kerumitan baru muncul
kemudian saat memasuki pesawat dimana tempat duduk bernomor 5D sudah terisi oleh
seorang laki-laki yang umurnya jauh diatasku. Ku coba mengkonfirmasi nomor seat beliau dan akhirnya kudapati
jawaban kami memiliki nomor seat serupa. Beliau menawarkan kursi itu untukku,
namun ku tolak dengan senyuman berbalut ucapan terima kasih dan kemudian menyambangi pramugari pesawat
meng-kisahkan persoalan ini.
Beliau menawarkan
solusi sementara dengan mempersilahkanku duduk di kursi yang kebetulan masih kosong.
Tak lama berselang, Bapak Arifin yang sejak awal bersamaku ternyata mengalami
hal serupa, “double seat”. Atas hal
ini, Pak Arifin pun akhirnya duduk di sebelahku yang kebetulan juga kosong.
Sunggguh Ini sebentuk keunikan
yang jarang terjadi diimana ada 2 (dua) penumpang memiliki nomor yang sama
dengan penumpang lainnya. Untungnya, ada kursi yang kosong sehingga tindakan
re-placement pun memastikan aku
sampai di Bandara Surabaya.

Hmmm.. kepusingan pun muncul
sebab urusannya tampak menjdi begitu ribet. Apalagi terbangun kesan awal petugas
LION Bandara Surabaya hanya mengambil positioning
sebagai penjembatan antara saya dan petugas
di Bandara Hasanuddin, Makassar. Ironisnya,
petugas di Makassar seperti sedikit shock
ketika di konfirmasi oleh petugas Surabaya. Petugas Makassar pun mencoba
menghubungi saya langsung dengan kalimat sangat hati-hati. Saya tidak melihat
mereka sedang menghindar dari tanggungjawab, saya hanya mendapati sepertinya
mereka tidak siap dalam resiko atas situasi tak terduga ini.
Saya apreciate dan terkesan atas cara dan langkah
berikutnya yang diambil oleh Agus dan Septi. Mereka mencoba tidak ikut panik dan
kemudian fokus mencari solusi terbijak atas situasi tidak nyaman ini. Kami pun dipersilahkan jalan-jalan keluar ruangan agar
tidak terjebak pada kejenuhan saat menunggu mereka mencari solusi. Tidak sampai
disitu saja, Agus pun membekali kami selembar
printout boarding pass agar tidak kesulitan saat keluar
masuk bandara.
Kesempatan ini pun kami
manfaatkan untuk mencari sarapan penawar keroncong perut. Sayangnya, terlalu
sulit mendapaii nasi rames seperti di kampung, semuanya makanan serba modern. Mengecek
nafas pun akhirnya kupilih dan kemudian sejenak bersahabat dengan
sebatang rokok.
Sedang asik menikmati
sebatang rokok, tiba-tiba saja telepon genggamku berdering dan kudapati nomor
yang belum te-record di phonebook ku., “siapa tahu penting”, fikirku dan
kemudian mengangkatnya.. Ternyata betul, telepon itu dari petugas Bandara Makassar.
Beliau memberi kabar gembira bahwa tiket penerbagan ke Semarang sudah tersedia untuk
kami. Namun persoalannya adalah, ketika sang petugas yang bernama Dindi itu mencoba mengajakku rembukan berbagi
beban atas biaya kedua tiket pesawat itu yang menyentuh total angka Rp
2 juta-an. Hmmm..pantes aja dia tempak begitu berat menyampaikannya. Namun disis lain, saya memahami bahwa Dindi sedang bingung kalau menanggung sendirian beban sebesar itu.
Aku berusaha
menenangkannya dan merasionalkan tawarannya agar terbangun keputusan bijak
dalam persoalan ini. Aku bahkan menyarankan Dindi berfikir ulang untuk mengukur
apakah langkah berbagai beban itu bijak untuk dipilih?. “Renungkan lagi ya dan musyawarahkan pada atasan anda”, pintaku
sambil menutup telepon. Aku mencoba menelepon kembali mas iyan dan menceritakan
situasi ini. Beliau kaget dan menyarankan secara tegas untuk tidak meng-iyakan
tawaran berbagi beban itu.
Usai merampungkan
hisapan rokok terakhir, aku dan pak arifin pun bergegas masuk ke Bandara.
Setelah melalui body checking, kami
langsung menuju ruang customer service
penerbangan LION. Terlihat ruangan kosong, namun tak lama kemudian Septi muncul
meminta kupon bagasiku. Sayangnya, aku kelupaan menaruhnya dimana. Namun Septi
tak kalah akal dan kemudian memotret dengan camera HP nya tanda bagasi yang
menempel di tas koperku dan kemudian kembali meninggalkan kami.
Tak lama berselang,
Septi muncul dengan 2 (dua) tiket dan hebatnya lagi dia tidak membicarakan sama
sekali tentang pembiayaan apapun. Septi kemudian mengarahkan kami untuk segera ke ruang tunggu
pesawat. Herannya lagi, beliau berinisiatif mendampingi sampai kami benar-benar
siap terbang. “Ini pelayanan yang keren
dan luar biasa”, spontan aku memujinya dan diperkuat dengan nada serupa oleh
Pak Arifin. Sebagai bentuk apresiasi dan kekagumanku caranya melayani, aku membocorkan
rencanku membuat satu tulisan atas hal ini
di website ku. Dia tersenyum dan mengatakan terimakasih. Sebelum dia beranjak
pergi, aku sempatkan meminta kesediaannya untuk we-fie dengan camera HP ku yang kebetulan sedang menempel pada
tongsis. Dia pun tidak keberatan dan menanyakan nama website ku sebelum
berpamitan dan menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamana yang telah
berlangsung.

“Penanganan
complain yang luar biasa”, bathinku sambil menaiki tangga pesawat dengan
penerbangan IW 1835. Thanks LION..kalian telah memberiku begitu banyak
pelajaran khususnya tentang ketulusan dalam mempersembahkan sebuah pelayanan.
Semarang, 15 Juli 2017
Warung Tegal di depan Bandara Ahad Yani
Posting Komentar
.