SEKILAS JEJAK SPIRITUAL SEORANG GADIS BERNAMA JU...
Sekilas Juang
Ju
Ju..begitu nama
panggilan wanita lajang yang terlahir sekitar 23 tahun lalu di Tasikmalaya,
Jawa Barat. Semasa kuliah, Ju tergolong mahasiswi
cerdas Menjadi aktivis kampus semasa kuliah
dan lulus dengan IPK di atas tiga dengan masa kuliah dibawah 5 (lima) tahun,
merupakan 2 (dua) fakta layak untuk berkesimpulan tentang Ju. Dalam kaca mata
normal, dengan kapasitas yang demikian, anak ini akan mudah melenggang ke dunia
kerja. Ironisnya, kenyataannya tidak demikian dan keadaan seperti tidak
berpihak pada Ju. Entah sudah berapa lamaran yang dia layangkan pada instansi
dan institusi, tetapi tak kunjung dengan akhir menggembirakan. Frustrasi pun
mulai menghampiri dan kegalauan akud pun kemudian menimpa hari-hari Ju.
Apalagi, kala temen-temen kuliah dan seperjuangannya di kampus sudah pada
bekerja di institusi dan instansi idola mereka masing-masing. Tak pelak lagi,
situasi ini membuat Ju semakin tertekan dan menjadikannya minder. Akhirnya, Ju memilih
banyak diam dan mengurangi intensitas komunikasi dengan teman-teman dan
bahkat sahabatnya, termasuk perbincangan dunia maya dan di ragam media sosial.
Setelah 6 (enam) bulan terhitung sejak kelulusannya Bulan Maret 2016) berjuang untuk sebuah pekerjaan, pada Bulan Oktober 2016 Ju mendapat
kesempatan kerja di Hannien Tour, sebuah tour yang memiliki produk umroh dan haji di kota kelahirannya, Tasik mayala.
Awalnya, hati Ju selalu berontak dalam menjalani peran sebagai tenaga pemasaran yang memaksanya harus berkeliling dan mencari
para jamaa’h. “Ini bukan pekerjaan yang kuinginkan. Ini bukan
pekerjaan yang ku impikan. Ini bukan disiplin ilmu yang kutekuni selama di
kampus. Ini tak pantas dilakukan seorang aktivis yang lulus dengan IP diatas 3
(tiga)”, umpatan-umpatan semacam
itu selalu hadir dibenaknya sambil menjalani pekerjaan dengan penuh
keterpaksaan. Kian hari kegalauan kian menjadi, apalagi tidak satupun jamaah
berhasil Ju dapatkan. Dalam kegalauan
yang amat sangat, tiba-tiba teride menyapa seseorang yang pernah beberapa kali menjadi
tentornya di sebuah diklat yang di gelar organisasi mahasiswa dimana dia
sebagai kader di dalamnya . Dia buka facebook dan mencoba mencari sang tentor. Awanya
ada keraguan yang amat sangat apakah nginbox atau tidak. Akhirnya kenekatan pun
muncul..
Asalamu'alaikum.. bapak maaf
tiba tiba saya datang dan mungkin menganggu barangkali bapa belum kenal saya Ju
temannya X (sebuah nama yang kebetulan Ju kenal sebagi murid sang tentor) .
saya cukup mengenal bapa karena berkali kali di trainer oleh bapa. sejujurnya
saat ini saya bekerja di bagian marketing di salah satu perusahaan biro travel
haji dan umroh, baru bergabung sekitar satu minggu. saya mengalami kesulitan
dalam hal memasarkn produk perusahaan.. ntah apa yang salah.. tapi sejauh ini
saya masih blm bisa mengajak jamaah untuk bergabung. apabila berkenan .. ingin
sekali saya bisa konsultasi dan mendengar serta memperoleh ilmu dari bapa
terkait bagaimana cara agar dapat meyakinkan dan dengan mudah dan menjalin
hubungan emosional dengan orang lain. jika bapa ada waktu dan berkenan
sekiranya akan saya hubungi bapa via telepon.. terimakasih banyak sebelumnya,
maaf jika sudah merepotkan dan menggangu aktifitas bapa..salam
Mendapati inbox semacam
ini, Sang Tentor pun berfikir bahwa Ju bener-bender sedang mengalami stress
luar biasa. Walau sang tentor tidak mengingat sama sekali siapa Ju, namun sang
tentor mencoba berinisiatif meneleponnya. Dalam telepon itu, sang tentor mencoba
memasang telinga lebar-lebar dan
membiarkan Ju bercerita sampai semua apa yang menjadi uneg-unegnya tercurahkan.
Saat nada suara Ju terdengar sudah begitu lelah berkeluh kesah, barulah Sang
Tentor mulai memberi respon. Menyuntikkan semangat semangat, motivasi dan sesekali
memasukkan perspektif spiritualitas vertikal, adalah metode yang digunakan sang
tentor untuk membangun kembali percaya diri dan semangat nya. Di penghujung pembicaraan, sang tentor menyarankan
agar Ju mengirimkan Curiculum Vitae (CV) via email, siapa tahu ada peluang
untuk memasukkannya ke kolega sang tenor.
Lama tak bersapa pasca
perbincangan itu, tiba-tba ada WA masuk ke Hp Sang Tentor tepat pukul 18.32
Wib” Assalamu ‘Alaikum,,bapa sehat Kah?.
Saya ingin telepon, kapan nih bapak ada waktu luangnya..Ju..”. Sang
Tentor pun mencoba mengingat nama itu,
tetapi belum juga berhasil. Sang tentor Kemudian mencoba mengidentifikasi
pengirim dengan meng-klik bagian atas, ternyata cukup membantu memori sang
tentor. Ju..seorang sarjana hukum yang beberapa waktu lalu sempet mengalami “loose hope” akibat belum memperoleh
pekerjaan yang dia idam-idamkan. Sang tentor pun langsung berinisiatif untuk
menelepon dengan penuh penasaran.
Ketika Hikmah
Tertemukan
Ternyata..Kali ini Ju
tidak sedang membawa berita kesedihan. Kali ini, Ju ingin men-share sebuah cerita kebahagiaan. Dalam pembicaraan
via telepon itu, Ju mulai meng-kisahkan perjalanannnya pasca diskusi beberapa
waktu. Dalam testiimoninya, hal pertama yang dia lakukan adalah membangun
ikhlas atas apapun yang dihadirkan Tuhan di hidupnya sebagaimana disarankan
oleh sang tentor. Beliau pun menjalani peran sebagai agen pemasaraan sebuah
travel umroh dengan hati dan kepasrahan pada Sang Khalik. Beliau berjuang untuk
tidak minder lagi dan mulai menapaki juang hidup dengan memulainya dengan positif thingking dan optimistic walau apa yang dia kerjakan tidaklah
apa yang dia idam-idamkan sejak kecil. Ju coba temuin dengan sepenuh hati satu
per satu orang potensial. Ju menyuarakan ajakan menunaikan haji kecil yang
lebih dikenal dengan istilah umroh. Tidak semua yang dia datangi berkenan untuk
ditemuin sebagaimana tidak semua yang dia temuin merespon sesuai harapannya.
Namun satu hal yang selalu dia lakukan pasca menyuarakan ajakan umroh, yaitu “mendoakan
semua orang yang ditemuinya di panjangkan umurnya, di limpahi rezeki, di
lembutkan hatinya dan diberi kesempatan oleh Tuhan untuk ber-umroh”.
Perjlanan demi
perjalanan mendorongnya untuk lebih mengedepankan niat silaturrahmi ketimbang berfikir berapa prosen yang benar-benar
akan jadi jama’ah dari orang-orang yang ditemuinya. Alhamdulillah, ketekunan, kesabaran dan
keikhlasannya mulai membuahkan hasil. satu per satu jama’ah pun mendaftar lewat
Ju. Setiap satu keberhasilan dijadikannya spirit baginya untuk membentuk keerhasilan berikutnya.
Ketekunannya pun ditingkatkannya sejalan dengan kesabaran dan keikhlasannya
yang kian menebal. Sampai si satu titik,
ada seorang peserta yang sudah listing
di pemberangkatan maret 2017 membatalkan karena alasan kesehatan yang tidak
memungkinkannya melanjutkan kepesertaan.
Hikmah itu pun bermula dari
sini dimana Ju diminta berkenan menggantikannya
untuk berangkat. Entah apa yang tiba-tiba menghinggapinya, Ju langsung meng-iyakan permohonan jamaah tersebut. Dalam keyakinan Ju, berangkat ke tanah suci adalah tentang keterpilihan dan
ridho Tuhan. Hal ini pun menambah
keyakinan Ju bahwa menjalani profesi dengan hati dan dilandasi niat
silaturrahmi ternyata jauh lebih
penting dari pada perolehan reservasi
(baca: perolehan jama’ah). Ju sampaikan hal ini pada orang tuanya, daya dukung dan restupun diperolehnya. Setelah melalui serangkaian proses administrasi, jadilah
Ju sebagai salah satu peserta umroh yang akan berangkat ke tanah suci di Bulan
Maret nanti. Satu hal yang menjadi catatan, Ju memenuhi uang pengganti itu dari
hasil keringatnya sendiri selama menjalankan profesi sebagai tenaga pemasaran
umroh di biro umroh.
Pemaknaan Yang
Visioner dari seorang Ju..
Bagi seorang Ju yang
terhitung masih anak kemarin sore dalam urusan berjuang hidup pasca
menyelesaikan studinya, berangkat ke tanah suci adalah sesuatu yang belum pernah
terbenak sebelumnya di hati maupun dalam konsep rancang targetan hidup yang
ingin dia capai. Dia mengambil buku mimpinya dan membaca kembali daftar rencana
yang pernah dia tuliskan. Dalam buku itu, yang Ju dapati adalah goretan tentang
melanjutkan S2 ke luar negeri, pekerjaan yang dia idam-idamkan, posisi yang
membuatnya tampak hebat & penuh kewibawaan, pernikahan dan hal-hal lainnya
berbau duniawi. Dia terdiam dan terbersit menelusur jawab atas sebentuk tanya
besar yang muncul di benaknya, “apa maksud Tuhan memberiku kesempatan umroh
di usia 23 dan saat aku belum menikah?”.
Mungkin ini adalah cara
Tuhan memberi kesempatan terbaik untuk bersujud dan menengadahkan tangan
menguntai do’a-do’a di tempat-tempat suci yang katanya ma’bul untuk bermohon
pada Sang Khalik. Mungkin inilah kesempatan terbaik mengatakan pada Tuhan sederet
mimpi yang pernah dia tuliskan dalam buku mimpinya. Mungkin inilah pintu terbaik memasuki gerbang
cita-cita sesungguhnya sebagaimana tertera rapi dalam list mimpi itu. “Tuhan begitu sayang padaku”, ujarnya
dalam hati sambil berucap Alhamdulillah. Tak lupa dia istighfar atas kegalauan
akud yang pernah menggelayut di hari-harinya akibat salah dalam memaknai
kenyataan hidup yang pahit. Ju pun mengumandangkan permohonan ampun berkali-kali
di sajadah persujudannya atas segala gundah kulana yang menandaskan ketidak
ikhlasannya atas skenario Tuhan di hidupnya di beberapa waktu lalu. Terbangun
kesadarannya betapa manusia hanya bisa berencana atau berupaya, sementara hasil
akhir adalah persoalan ridho Tuhan.
Hari ini, Ju pun kian
mantap menyuarakan kepada siapapun untuk ber-umroh. Hari ini, Ju pun dengan
penuh semangat menyambangi siapapun dengan niat silaturrahmi. Ju tidak peduli
lagi apakah pada akhirnya yang ditemui berujung dengan setuju, yang penting
adalah menyuarakan kebaikan dari umroh. Tentang berapa prosen yang akan
terketuk hatinya untuk terpanggil, sepenuhnya Ju serahkan pada ketetapan Tuhan.
Sebagaimana keyakinannya, berangkat ke Tanah suci bukan hanya tentang kemampuan
financial, tetapi juga tentang hidayah dan ridho Allah SWT.
Posting Komentar
.