Tulisan ini merupakan Edisi II
Belajar Besama “Menjadi Orang Tua Yang Keren”...
merupakan bagian dari program kerja Komite
SMP AL Irsyad Al Islamiyah Purwokerto. Tulisan ini di share lewat WAG (Whats App
Group) masing-masing kelas. Penyajian dalam blog ini dimaksudkan lebih
menyebarluaskan pemikiran-pemikiran sederhana yang diharapkan meng-inspirasi
kebaikan-kebaikan baru
MERANGKAI “JAWAB BIJAK” UNTUK TANYA “LIBURAN KEMANA?”
Ketika Tanya Tak Bertemu
Jawab
Alhamdulillah..ujian
sudah usai dan sebentar lagi memasuki masa liburan anak sekolah.
Mungkin...sukacita dan riang gembira tentu membenak disetiap siswa/i. Bahkan mungkin ragam imajinasi tentang
keindahan liburan sudah terdefenisi ke dalam secarik kertas. Adakah perasaan serupa juga dialami orang
tua/wali murid?. Jawabnya bisa iya dan juga bisa tidak. Bagi orang tua yang
sudah merencanakan jauh sebelumnya, pasti menyambut momen liburan ini dengan
suka cita. Bisa jadi, bagi orang tua yang berprofesi kantoran, pengacuan cuti pun
sudah dipersiapkan sejak sebulan yang lalu. Demikian juga orang tua yang
berprofesi non-kantoran (baca: wirausaha atau pengusaha) juga sudah menyediakan
waktu khusus untuk menemani putera/i nya liburan. Hal berbeda mungkin akan
didapat pada orang tua yang kebetulan belum siap secara budgetting. Seribu kunci jawaban cerdas nan-bijak mungkin juga sudah
dirancang kala putera/i nya bertanya akan liburan kemana.
Penulis
tidak menemukan sumber atau data yang shahih
sejak kapan liburan sekolah itu identik dengan berpergian.
Tetapi, entah kenapa pembacaan “liburan =
bepergian” itu begitu kuat dan seolah menjadi semacam kewajiban
yang tidak bisa ditundakan. Adakah ini
imbas kesuksesan mobilisasi dogma “ber-wisata adalah sebuah kebutuhan?”. Ataukah ini telah menjadi gaya hidup di
negara-negara berkembang termasuk Indonesia?.
Ataukah men-statuskan diri menjadi “wisatawan” dimasa liburan menjadi sebentuk
identitas yang sangat membahagiakan dan membanggakan?. Atau bepergian
erat kaitannya dengan eksistensi diri dan atau status sosial?.
Entahlah.....lagi-lagi penulis tidak memiliki referensi cukup untuk berkesimpulan. Namun setidaknya, beberapa
tanya itu layak menjadi bahan perenungan (kotemplasi) yang baik dan berujung
dengan kebijaksanaan dalam memaknai dan mensikapi .
Sebentuk Masa Lalu
Yang Penuh Pesan
Mungkin
sebagian dari orang tua/wali murid yang masa kecilnya di desa, liburan hampir identik dengan membantu orang
tua, membantu di sawah atau di ladang bagi yang orang tuanya
berprofesi sebagai petani, membantu
berdagang bagi orang tuanya yang berprofesi sebagai pedagang; dan lain
sebagainya. Ada hikmah positif dari pola pemanfaatan liburan semacam ini.
Setidaknya anak menjadi lebih mengerti bagaimana perjuangan orang tua dalam
menghidupi keluarga. Mungkin, pelibatan anak di proses semacam inilah yang
membuat anak menjadi lebih mengerti keadaan ekonomi keluarga sehingga selalu hati-hati
bila menyampaikan satu permintaan. Hebatnya lagi, pelibatan anak dalam perjuangan
kehidupan ekonomi keluarga tidak kemudian membuat anak merendahkan orang
tuanya, tetapi justru menjadi lebih hormat karena menyaksikan langsung
bagaimana orang tua berjuang tanpa mengenal kata lelah atau menyerah. Bahkan,
hebatnya lagi, anak menjadi lebih dewasa dan bijaksana dalam bersikap
dikesehariannya baik di rumah, di sekolah maupun ditengah-tengah
masyarakat. Kalau kemudian anak zaman
sekarang tanpa tedeng aling-aling
bila menginginkan sesuatu, adakah hal ini dikarenakan anak jarang sekali dan
mungkin bahkan tidak pernah dilibatkan dalam proses perjuangan orang tua memenuhi kebutuhan keluarga?. Tanya ini mungkin menarik dijadikan bahan perenungan.
Mungkin
itu hanya kebiasaan dulu dan perubahan zaman serta berbagai faktor lainnya
membuat hal dulu tidak mungkin bisa diulang di zaman sekarang ini. Namun
demikian, satu hal yang mungkin layak tetap ada, yaitu spirit edukatif dari
kebiasaan dulu walau wujudnya pasti sudah berbeda atau tidak sama.
Merancang Liburan Yang
Edukatif
Hidup adalah
perjalanan yang dinamikanya terus berlangsung, terkadang membahagiakan dan
terkadang mengundang kesabaran dan kebijaksanaan. Mungkin hari ini berlebih,
tetapi bisa jadi besok dalam kepusingan yang luar biasa. Artinya, kebijaksanaan
diperlukan setiap berkeputusan termasuk dalam urusan liburan. Apapaun pemaknaan
terhadap liburan dan apapun pensikapan yang mengikutinya adalah hak pribadi
setiap orang. Disamping itu, setiap orang tua pasti akan memberikan yang
terbaik terhadap anaknya. Setiap orang tua pasti ingin menjadi insan yang paing
heroic di hidup anaknya.
Namun
demikian, anak tetaplah anak. Mereka ditempa dari apa-apa yang diajarkan,
apa-apa yang diperlihatkan dan apa-apa yang berlangsung dalam hidupnya. Artinya,
sisi edukatif perlu ada atas setiap perlakuan yang diberikan
kepada anak. Dalam bahasa yang lebih sederhana, anak perlu disertai penjelasan
edukatif atas setiap kemudahan atau kebahagiaan yang disajikan dalam
hidupnya. Dengan demikian, anak akan memaknai segala sesuatu yang dia alami dan
nikmati dari sisi bijak yang akan mempengaruhi perkembangannya secara sikap,
mental dan kejiwaan. Anak perlu diberi penjelasan bahwa berlibur ke sebuah
tempat adalah berkat kemurahan Allah sehingga anak tidak terjebak pada rasa ria,
sombong, konsumtif dan atau hedonisme
(keduniaan) . Anak perlu disampaikan bahwa berlibur ke tempat-tempat wisata pavourite adalah sebuah kebahagiaan,
tetapi membantu orang tua mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah adalah sebuah
kemuliaan. Anak juga mungkin perlu disampaikan bahwa berdiam (live in) satu hari bersama anak yatim
piatu dan kaum dhuafa di panti-panti asuhan adalah sangat baik untuk belajar
empati, kepedulian dan juga rasa syukur.
Anak juga mungkin perlu diajak berkunjung ke mesjid-mesjid yang syarat sejarah
perjuangan Islam agar anak lebih memahami bahwa Islam itu begitu mulia. Disisi
lain, Anak pun perlu diberikan penjelasan bijak kala keadaan belum memungkinkan
untuk membawanya pada tempat-tempat yang dia inginkan. Anak pun perlu
dibentengi untuk tidak merasa rendah diri saat mendengar teman-temannya
bercerita tentang liburannya yang heboh dan penuh gengsi. Anak pun perlu
dibangunkan filter kuat berbasis ke-Islaman sehingga tidak goyah kala
temen-temen sebayanya membangun eksistensi diri diatas materialitas. Kata hebat perlu di-reposisi dari simbol-soimbol
keduniawian yang hedonis ke dalam
bentuk-bentuk capaian prestasi, kemuliaan akhlak, kepedulian dan empati yang
terus tumbuh dalam pribadi dan keseharian hidup.
Demikian
tulisan sederhana ini disajikan sebagai bentuk saling menyemangati dan saling
mengingatkan. Hal ini juga sebagai bagian dari upaya menjadi orang tua yang
hebat dimata anak-anak kita dan juga dihadapan Allah SWT. Satu hal lagi, hal
inipun sebagai bagian dari upaya untuk membentuk putera/i kita tercinta menjadi
anak soleh/solehah yang senantiasa men-doakan kita, menentramkan jiwa kita,
mneyejukkan pandangan kita dan membahagiakan hidup kita. Selamat menikmati
liburan sekolah dan mari terus belajar bersama membangun kebijaksanaan dalam
menyajikan yang terbaik untuk anak-anak kita tercinta. Salam Ukhuwah Islamiyah.
Keterangan :
Gambar yang ditampilkan dalam tulisan ini diambil dari hasil Searching di Google
Posting Komentar
.