MEMAKNA PROGRESS REPORT SANG ANAK | ARSAD CORNER

MEMAKNA PROGRESS REPORT SANG ANAK

Minggu, 18 Desember 20160 komentar

MEMAKNA PROGRESS REPORT SANG ANAK

A.  Dimana Letak Kebahagiaan
Hari hari Jum’at sampai Sabtu kemarin, para orang tua/wali murid hadir di sekolah mengambil progreess report (juga biasa di sebuat  Rapor) putera/i nya. Para orang tua/wali murid akan memperoleh gambaran obyektif tentang kinerja proses belajar mengajar putera/i nya yang terangkum ke dalam bentuk angka dan juga huruf.  

Bicara tentang capaian tentu  berujung dengan perasaan bahagia atau belum bahagia. Bagi para orang tua yang mematok target tertentu, kebahagiaan sempurna mungkin akan dirasakan bila rapor menunjukkan hasil sesuai atau bahkan diatas target. Jika belum, maka sedikit kekecewaan mungkin akan membenak berikut segala implikasinya. Hal berbeda tentu akan didapati pada mereka yang memilih easy going atau flow like water (mengalir seperti air).  Mereka merasakan kebahagiaan sempurna hanya bila putera/i  mereka sudah mampu melewati angka minimal yang dipersyaratkan oleh pihak sekolah. 2 (dua) situasi ini kemudian meng-inspirasi satu tanya, “dimanakah letak kebahagiaan atas sebuah rapor?”.   

Fakta rapor sebagai peta obyektif tentang perkembangan anak adalah sebuah indikator tidak terbantahkan. Namun, terasa kurang bijak kalau kemudian amarah terhadap anak menjadi ekspresi  kekecewaan sang orang tua. Bila itu terjadi, hal ini menandaskan ke-belum besaran jiwa.  Disamping itu, terkadang kita lupa bahwa setiap anak adalah unik yang dikaruniai bakat sendiri-sendiri, sehingga menjadi kurang fair ketika indikator orang tua tentang sukses dipaksakan kepada sang anak yang mungkin memiliki perspektif sendiri tentang apa itu sukses.  Sebagai pengingat, perkembangan usia , dinamika keseharian dan pergaulan juga ikut mempengaruhi persepsi dan keyakinan anak tentang sebuah keberhasilan atau kesuksesan.  Satu hal yang mungkin layak menjadi bahan perenungan bahwa apapun hasil capaian anak sesungguhnya bukan semata-mata hasil individu anak itu sendiri. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti  suasana rumah di keseharian; keharmonisan keluarga; kesibukan orang tua; lingkungan rumah, media sosial, TV dan lain sebagainya.

Mungkin layak menjadi perhatian bahwa anak yang sering berada di lingkungan persaingan yang kerap dengan suasana saling mengalahkan  tidak jarang tumbuh menjadi pribadi egois dan bahkan minim kepedulian terhadap sesama.  Berbahagia diatas kesedihan orang lain menjadi lumrah dan dipandang sebagai bagian dari resiko persaingan.  Sementara itu, anak yang terbiasa hidup dalam suasana kebersamaan penuh toleransi akan tumbuh menjadi pribadi yang akomodatif, renyah terhadap ragam karakter dan cenderung menyukai kolektivitas. Penjabaran singkat tentang 2 (dua) situasi berbeda tersebut menggambarkan bagaimana lingkungan dimana anak berada dan tumbuh  begitu berpengaruh pada kejiwaan dan kepribadian seorang anak. 


B.  Ketika Anak Tumbuh Menjadi Dirinya Sendiri
Menarik mendapati ketika seorang anak bangun gasik dan kemudian  membuka buku pelajaran tanpa perintah siapapun. Hampir bisa dipastikan pada diri anak itu telah terbangun kesadaran & tanggungjawab pribadi. Pada posisi ini, mungkin orang tua hanya perlu memberikan stimulan atau dorongan berbasis potensi dan bakat anak itu sendiri . Satu hal yang menjadi catatan hal ini pun dilakukan pada waktu yang tepat sehingga tidak muncul reaksi anak yang jauh dari harapan.

Sungguh memang tidak mudah menjadi orang tua. Terkadang rasa tanggungjawab terhadap anak yang berlebihan justru membuat anak menjadi kurang berkembang. Bahkan, rasa sayang terhadap anak terkadang mewujud dalam perlindungan yang berlebihan sehingga mematikan kreativitas dan menutup kesempatan anak untuk tumbuh menjadi pribadi yang kreatif dan mandiri. Terkadang anak perlu dibiarkan memecahkan persoalannya sendiri agar anak terlatih dengan ragam situasi”, demikian pesan bijak seorang pakar dalam urusan perkembangan kejiwaan anak.  Pembiaran yang dimaksudkan tentu bukan bermakna tidak peduli, tetapi tetap dalam pengawasan orang tua sehingga diperoleh informasi menyeluruh bagaimana seorang anak memecahkan masalahnya sendiri. Intervensi (pelibatan orang tua) hanya dilakukan dengan cara-cara motivasional dan edukatif, sehingga anak tidak merasa diperintah atau dipaksa melakukan apa yang tidak dia yakini. Sebab, melakukan sesuatu tanpa keyakinan pasti akan berlangsung tanpa penjiwaan dan hal ini menjauhkan dari kesuksesan sesungguhnya.


C.  Penghujung Bernada Perenungan        
Angka-angka dan huruf-huruf telah tersaji dalam rapor putera/i. Apapun hasilnya adalah sesuatu yang harus diterima dengan besar jiwa dan rasa syukur. Kalau hasilnya sesuai harapan, semoga hal itu menjadi penguat keyakinan untuk mepertahankan hal-hal baik yang terbukti menghasilkan menorehkan prestasi menggembirakan . Kalaupun hasilnya kurang menggembirakan, hikmahnya adalah tertemukannya moment untuk duduk bersama melakukan koreksi berjama’ah  untuk menemukan apa yang kurang pas dimasa lalu dan memerlukan perbaikan. Dengan berbesar jiwa, maka akan mudah menemukan energi pembaharuan untuk hasil yang lebih baik. Dengan mengembangkan rasa syukur, maka hal ini mengingatkan kita semua bahwa segala sesuatu berasal dari Allah SWT. Disamping itu, rasa syukur merupakan tiket terbaik melipatgandakan  karunia, ni’mat dan rahmat dalam hidup kita.

Sebagai pengingat, semua anak kita adalah hebat sebab mereka dikaruniai Allah SWT dengan bakat. Disamping itu, kurang bijak juga  membandingkan satu dengan lainnya, sebab setiap dari diri mereka adalah unik dan berbeda.  Tugas kita sebagai orang tua adalah bagaimana menemukan bakat-bakat hebat  dan kemudian memberinya ruang untuk tumbuh dan berkembang. 

Selamat Hari Libur, semoga efektif sebagai media untuk me-refresh spirit menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih sholeh/sholehah serta memiliki daya juang yang lebih dalam membentuk capaian-capaian yang lebih baik. Amin...


keterangan :
Gambar hasil searching di google
Share this article :

Posting Komentar

.

 
Copyright © 2015. ARSAD CORNER - All Rights Reserved