MEMAKNA PROGRESS REPORT SANG ANAK
A. Dimana Letak
Kebahagiaan
Hari hari Jum’at sampai Sabtu kemarin, para orang tua/wali murid hadir di sekolah mengambil progreess report (juga biasa di
sebuat Rapor) putera/i nya. Para orang tua/wali murid akan memperoleh gambaran
obyektif tentang kinerja proses belajar mengajar putera/i nya yang terangkum ke dalam bentuk angka
dan juga huruf.
Bicara
tentang capaian tentu berujung dengan perasaan bahagia atau belum bahagia.
Bagi para orang tua yang mematok target tertentu, kebahagiaan sempurna mungkin
akan dirasakan bila rapor menunjukkan hasil sesuai atau bahkan diatas target. Jika belum,
maka sedikit kekecewaan mungkin akan membenak berikut segala implikasinya. Hal
berbeda tentu akan didapati pada mereka yang memilih easy going atau flow
like water (mengalir seperti air). Mereka merasakan kebahagiaan sempurna hanya bila putera/i mereka sudah mampu melewati angka minimal yang
dipersyaratkan oleh pihak sekolah. 2 (dua) situasi ini kemudian meng-inspirasi
satu tanya, “dimanakah letak kebahagiaan atas sebuah
rapor?”.
Fakta
rapor sebagai peta obyektif tentang
perkembangan anak adalah sebuah indikator tidak terbantahkan. Namun, terasa
kurang bijak kalau kemudian amarah
terhadap anak menjadi ekspresi
kekecewaan sang orang tua. Bila itu terjadi, hal ini menandaskan ke-belum besaran jiwa. Disamping itu, terkadang kita lupa bahwa setiap anak adalah unik yang dikaruniai bakat
sendiri-sendiri, sehingga menjadi kurang fair ketika indikator orang tua tentang sukses dipaksakan kepada sang anak yang mungkin memiliki
perspektif sendiri tentang apa itu sukses. Sebagai pengingat,
perkembangan usia , dinamika keseharian dan pergaulan juga ikut mempengaruhi
persepsi dan keyakinan anak tentang sebuah keberhasilan atau kesuksesan. Satu hal yang mungkin layak menjadi bahan
perenungan bahwa apapun hasil capaian anak sesungguhnya bukan semata-mata hasil
individu anak itu sendiri. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti suasana rumah di keseharian; keharmonisan
keluarga; kesibukan orang tua; lingkungan rumah, media sosial, TV dan lain
sebagainya.
Mungkin
layak menjadi perhatian bahwa anak yang sering berada di lingkungan persaingan
yang kerap dengan suasana saling mengalahkan tidak jarang tumbuh menjadi pribadi egois dan
bahkan minim kepedulian terhadap sesama. Berbahagia diatas kesedihan orang lain menjadi
lumrah dan dipandang sebagai bagian dari resiko persaingan.
Sementara itu, anak yang terbiasa hidup dalam suasana kebersamaan penuh
toleransi akan tumbuh menjadi pribadi yang akomodatif, renyah terhadap ragam
karakter dan cenderung menyukai kolektivitas. Penjabaran singkat tentang 2 (dua) situasi berbeda tersebut
menggambarkan bagaimana lingkungan dimana anak berada dan tumbuh begitu berpengaruh pada kejiwaan dan
kepribadian seorang anak.
B. Ketika Anak Tumbuh Menjadi Dirinya Sendiri
Menarik
mendapati ketika seorang anak bangun gasik dan kemudian membuka buku pelajaran tanpa perintah siapapun. Hampir bisa dipastikan pada diri anak
itu telah terbangun kesadaran & tanggungjawab pribadi. Pada posisi ini,
mungkin orang tua hanya perlu memberikan stimulan
atau dorongan berbasis potensi dan bakat anak itu sendiri . Satu hal yang
menjadi catatan hal ini pun dilakukan pada waktu yang tepat sehingga tidak
muncul reaksi anak yang jauh dari harapan.
Sungguh
memang tidak mudah menjadi orang tua. Terkadang rasa tanggungjawab terhadap
anak yang berlebihan justru membuat anak menjadi kurang berkembang. Bahkan,
rasa sayang terhadap anak terkadang mewujud dalam perlindungan yang berlebihan
sehingga mematikan kreativitas dan menutup kesempatan anak untuk tumbuh menjadi
pribadi yang kreatif dan mandiri. “Terkadang anak perlu dibiarkan memecahkan persoalannya sendiri agar
anak terlatih dengan ragam situasi”,
demikian pesan bijak seorang pakar dalam urusan perkembangan kejiwaan
anak. Pembiaran yang dimaksudkan tentu
bukan bermakna tidak peduli, tetapi tetap dalam pengawasan orang tua sehingga diperoleh informasi menyeluruh bagaimana seorang anak memecahkan masalahnya
sendiri. Intervensi (pelibatan orang tua) hanya dilakukan dengan cara-cara motivasional dan edukatif, sehingga anak tidak merasa diperintah atau dipaksa melakukan
apa yang tidak dia yakini. Sebab, melakukan sesuatu tanpa keyakinan pasti akan
berlangsung tanpa penjiwaan dan hal
ini menjauhkan dari kesuksesan sesungguhnya.
C. Penghujung Bernada Perenungan
Angka-angka
dan huruf-huruf telah tersaji dalam rapor putera/i. Apapun hasilnya adalah
sesuatu yang harus diterima dengan besar jiwa dan rasa syukur. Kalau hasilnya sesuai
harapan, semoga hal itu menjadi penguat keyakinan untuk mepertahankan hal-hal
baik yang terbukti menghasilkan menorehkan prestasi menggembirakan . Kalaupun
hasilnya kurang menggembirakan, hikmahnya adalah tertemukannya moment untuk duduk
bersama melakukan koreksi berjama’ah
untuk menemukan apa yang kurang pas dimasa lalu dan memerlukan perbaikan.
Dengan berbesar jiwa, maka akan mudah menemukan energi pembaharuan untuk hasil yang lebih baik. Dengan
mengembangkan rasa syukur, maka hal ini mengingatkan kita semua bahwa segala
sesuatu berasal dari Allah SWT. Disamping itu, rasa syukur merupakan tiket
terbaik melipatgandakan karunia, ni’mat dan
rahmat dalam hidup kita.
Sebagai pengingat, semua anak kita adalah hebat sebab mereka dikaruniai Allah
SWT dengan bakat. Disamping itu, kurang bijak juga membandingkan satu
dengan lainnya, sebab setiap dari diri mereka adalah unik dan berbeda. Tugas kita sebagai orang tua adalah bagaimana
menemukan bakat-bakat hebat dan kemudian
memberinya ruang untuk tumbuh dan berkembang.
keterangan :
Gambar hasil searching di google
Posting Komentar
.