Tulisan ini merupakan Edisi IV
Belajar Besama “Menjadi Orang Tua Yang Keren”...
merupakan bagian dari program kerja Komite SMP AL Irsyad Al Islamiyah Purwokerto. Tulisan ini di share lewat WAG (Whats App Group) masing-masing kelas. Penyajian dalam blog ini dimaksudkan lebih menyebarluaskan pemikiran-pemikiran sederhana yang diharapkan meng-inspirasi kebaikan-kebaikan baru
HIDUP NYATA dan PERTAUTAN MAYA ....
A. Sekilas
Mendeteksi Kecanggihan Zaman
Zaman telah berubah dan perkembangan teknologi
komunikasi kian hari kian menunjukkan kecanggihannya. Kemajuan di bidang teknologi
komunikasi tidak saja menghilangkan jarak, mempersingkat waktu, meng-efisienkan
tanpa mengurangi efektivitas, tetapi sudah menembus dan mempengaruhi ruang-ruang
kehidupan. Lihatlah bagaimana media sosial terlah mempertemukan orang-orang
yang sekian puluh tahun kehilangan kontak. Lihatlah, bagaimana kemudahan
berkomunikasi telah membuat orang semakin mudah akrab bahkan tidak pernah
ketemu sama sekali sebelumnya. Bayangkan betapa majunya zaman, ketika chatting di rasa kurang, bisa meningkatkannya
ke fasilitas video call dimana
masing-masing bisa melihat ekpresi lawan bicaranya Begitu banyak tawaran
kemudahan yang membuat dunia seolah berada digenggaman. Pertanyaan
menariknya adalah apakah semua itu mendatangkan kebaikan?.
Banyak orang yang merasa lahir di saman
yang tepat dimana teknologi telah
memfasilitasi banyak keinginannya. Lihatlah bagaimana setiap orang memiliki
kemerdekaan meng-update status di
medsos, mulai sekedar mengekspresikan perasaan bahagianya sampai dengan
menumpahkan kejengkelannya atas sesesuatu. Sampai-sampai UU (undang-undang) IT
pun diberlakukan sebagai control agar
setiap orang bijak dalam pemanfaatan teknologi komunikasi.
Sebenarnya tidak selamanya buruk ketika
diikuti dengan filter dan kebijaksanaan sehingga
tak menyentuh ambang batas kepatutan atau kesopanan. Tidak bisa dielakkan kemajuan teknologi komunikasi telah
mendatangkan begitu banyak kebaikan dan kemudahan. Setiap orang bisa
berkomunikasi kapanpun dia mau sepanjang lawan chattingnya merespon. Dengan
demikian, tidak perlu menunggu besok atas kepenasaran hari ini, cukup menanyakan
dan langsung mendapat jawaban. Terlepas kecepatan ini berpotensi menjadikan
orang tidak penyabar, setidaknya potensi fitnah teranulir sejak dini karena
segera terkonfirmasi. Namun demikian, perlu juga dicermati betapa banyaknya
fitnah dan provokasi yang menyebar melaui broadcast
akhir-akhir ini. Semua karena teknologi yang begitu mudah dijangkau.
B. Menelisik Efek Zaman Pada Sekelumit Kehidupan
2 (dua) orang yang duduk bersebelahan di kereta
dari Purwokerto menuju Surabaya tidak saling tegus sapa sekalipun sampai
ditujuan. Keduanya sibuk dengan gadgetnya masing-masing.Sesekali masing-masing
tersenyum dengan gadgetnya Tak ada gairah untuk sekedar berbasa basi walau
hanya bertanya “mau turun di stasiun mana”. Hal serupa mungkin saja terjadi saat
sebuah keluarga sedang bepergian menuju ke sebuah tempat dimana suasana hening
tersaji mulai dari keberangkatan sampai tujuan sebab semuanya penghuni mobil
asik dengan gadgetnya.
Sepertinya, gejala ini tidak saja menghinggapi
generasi muda, tetapi sudah merebak akud ke semua generasi. Tampaknya bersapa atau
bersenda gurau dengan sebelah sudah kehilangan daya tariknya. Sebagian merasa
lebih asik bertegur sapa dengan seseorang yang nun jauh disana. Adakah otak
kanan menjadi lebih termanjakan ketimbang komunikasi face to face dengan orang
terdekat? . Ataukah hal ini hanya persoalan skala prioritas
berdasarkan tingkat kepentingannya?. Ataukah “tingkat penting” telah
terbimbing oleh suasana yang lebih mengasikkan di perbincangan group chatting?. Entahlah...yang jelas situasi
semacam ini seperti sudah menggerogoti kehidupan masyarakat.
Mungkin kurang bijak kalau dikatakan
orang-orang telah menjelma menjadi autis atau a-sosial, sebab faktanya yang
mereka lakukan adalah komunikasi interaktif. Tetapi menjadi buruk kalau
kemudian hal ini menjadi semacam bentuk pelarian
atas realitas hidup yang stagnan atau ekspresi kebosanan pada keadaan yang
berulang di rumah. Sebab, bukan tidak mungkin kemudian menimbulkan
persoalan-persoalan baru yang membuat hidup menjadi lebih rumit. Pada titik
manapun dasar lakunya, filter kesadaran dan kebijaksanaan tetaplah diperlukan.
Sebab tidak jarang, keasikan di chatting room membuat kehidupan
menjadi jauh dari apa yang disebut berkualitas. Tak jarang anak merasa
terabaikan karena sang ibu atau ayah terlalu asik dengan gadgetnya di rumah.
Tidak jarang pula anak merasa terpinggirkan
karena orang tuanya tetap asik dengan gadgetnya saat makan, saat
mendampingi anak belajar dan di ragam momen kebersamaan keluarga. Adakah
teknologi telah merampas hak-hak anak?. Adakah teknologi juga telah melalaikan
ayah dan ibu tentang istilah “quality
time” dalam sebuah keluarga?. Adakah teknologi juga telah melalaikan
seorang istri tentang tugas-tugas mulia terhadap suaminya?. Adakah teknologi
telah membuat ayah alfa dalam memberikan perhatian dan kasih sayang pada
istrinya?.
Beberapa pertanyaan dipenghujung paragraf
diatas lebih bersifat kontemplatif guna membimbing semangat belajar bersama
membangun kesadaran dan filter kebijaksanaan terhadap teknologi. Bagaimanapun
juga, teknologi hanyalah sebentuk alat atau media yang seharusnya mempermudah dan meningkatkan
kualitas hidup dan bukan justru membuat hidup semakin menjauhi hakekatnya.
Kebutuhan berekspresi, diapresiasi dan mengapresiasi sebaiknya ditempatkan pada
porsi yang lebih tepat. Media sosial bukanlah tempat yang cukup bijak untuk narsisme
atau menebar kehebatan diri, walau itu adalah hak dan tak ada larangan melakukannya. Mungkin tidak ada salahnya untuk merenungkan pesan apa
sesungguhnya yang tertanam di memory seorang anak saat melihat ibu
atau bapak nya sering berfoto narsis dan kemudian men-share ke media
sosial. Mungkin menjadi lebih bijak
kalau semangat edukatif dan meng-inspirasi menjadi landasan dalam meng-up date
status di media sosial. Dengan demikian orang yang membacanya menjadi lebih
ber-energi dan lebih bersemangat dalam menjalani hidupnya. Disamping itu, Chatting pun mungkin harus mengenal waktu
sehingga tidak satupun seisi rumah merasa terabaikan atau bahkan tersisihkan.
Jangan sampai terjadi dimana sepasang suami istri tidak bertegur sapa satu sama lain padahal duduk mereka bersebelahan
di kasur serupa saat menjelang tidur sebab hal ini bisa menyebabkan “satu
kasur beda mimpi”. Juga jadi teringat sebuah tulisan yang terpampang di
sebuah pinggiran jalan di Jakarta, “paling
asik kalau liburan HP Papa dan Mama low bath”. Tulisan itu sepertinya
mewakili perasaan kebanyakan anak yang tidak pernah terungkapkan. HP telah
menjadi musuh besar mereka untuk bisa dekat dengan ayah dan ibunya. Juga jangan
sampai terjadi dimana seorang suami menganggap HP sebagai penghalangnya untuk
lebih dekat dengan istrinya, demikian juga sebaliknya.
Ini hanyalah goresan sederhana dan lebih
bersifat reflektif. Semoga tulisan sederhana ini efektif mendatangkan hal-hal
positif yang membuat keluarga lebih hangat, lebih akrab dan lebih berbahagia. Amin Ya
Robbal ‘Alamin
sumber gambar :
dari hasil searching di google




Posting Komentar
.