Seminar “Menjangkarkan Kedaulatan Pangan”
A. Prosesi
Ceremoni Yang Inspiratif
Tersatukannya
energi dan semangat telah menjadi inspirasi pegelaran seminar ini. Moralitas
atas realitas pertanian dan petani dikekinian serta kepedulian atas kedaulatan
pangan telah menjadi sumber energi untuk berbuat sesuatu walau memulainya dari
langkah kecil.
Sebagai Ketua
Panitia, Pak Agus menyatakan bahwa seminar ini merupakan bagian dari rangkaian
Dies Natalis Fakultas Pertanian ke-54.
Dalam pegelaran seminar ini, Fakultas
Pertanian Unsoed menggandeng Dekopinda (Dewan Koperasi Indonesia Daerah) Kabupaten
Banyumas dan Kopkun Institute. Pemilihan tema “Menjangkarkan Kedaulatan
Pangan melalui strategi integrated Farming Berbasis Koperasi Pemberdayaan”.
mengandung tiga hal, yaitu : (i) bagaimana menjangkarkan kedaulatan pangan;
(ii) bagaimana koperasi bisa memberdayakan dan; (iii)
bagaimana integrated farming efektif bagi peningkatan kualitas
dan produktivitas pertanian dalam arti luas. Beliau berharap seminar di
Fakultas Pertanian Unsoed ini bisa menjadi momentum akselreasi pembangun
koperasi di tanah air. Apalagi sejarah sudah mencatat bahwa Purwokerto adalah
kota kelahiran koperasi.
Bapak Rektor Unsoed yang dalam hal ini
diwakili oleh wakil rektor III Prof Hananto menyampaikan ucapan
terimakasih dan apresiasinya terhadap inisiasi penyelenggaraan seminar ini.
Beliau sangat respect-nya terhadap pemilihan tema yang saat ini
sedang menjadi satu isu yang sangat strategis. “Mati
tidaknya sudatu bangsa ditentukan cukup tidaknya kesedian pangan”. tegas beliau. Oleh karena itu, uapaya nyata
membangun ketahanan pangan harus dilakukan setiap negara, jika tidak, hal ini
berpotensi masuknya intervensi negara lain. Beliau juga berharap seminar ini
tidak saja berhenti sampai disini, tetapi di ikuti dengan tindak lanjut
sehingga melahirkan kontribusi nyata bagi perwujudan kedaulatan pangan
Indonesia.
Energi dan moralitas memperjuangkan pertanian
semakin termantik saat Dekan Fakultas Pertanian Unsoed, Bapak
DR.Ir.Anisur Rosyad,M.S. menyampaikan pidatonya yang berjudul “Refleksi
Pendidikan Pertanian di Faperta Unsoed”. “Pertanian kita
penuh dengan himpitan permasalahan yang begitu banyak seperti lahan yang kian
meneyempit, produktivitas menurun, rasionalitas production cost dan harga jual; kelembagaan dalam
pertanian masih belum solid, kebijakan di bidang pertanian yang masih
memerlukan peningkatan efektivitas dan lain sebagainya. Sebagai catatan,
Fakultas Pertanian Unsoed ini dihuni sejumlah 3000 mahasiswa dan sekitar 150-an
Dosen. Uniknya, sebagian besar dari mahasiswa/i tidak berasal dari keluarga
pertanian sehingga kurang memahami suasana kebathinan di lingkungan pertanian. Kampus
ini juga dihuni oleh para peneliti hebat namun masyarakat masih segan
meng-akses secara efektif. Oleh karena itu, yang menjadi PR nesar adalah
bagaimana kampus ini menjadi mesin penjawab bagi persoalan-persoalan yang
dihadapi petani dan juga permasalahan yang timbul di lingkungan pertanian. Untuk
itu, mahasiswa perlu dibekali kompetensi yang cukup dan membangun kedekatan
dengan keseharian petani. Beliau berharap, para peneliti dirasuki semangat
pemberdayaan sehingga berdampak pada akselerasi pertumbuhan dan perkembangan
pertanian. Disamping itu, re-posisi cara pandang terhadap koperasi dan lembaga
pertanian sangat dilakukan oleh para insan kampus. Saat
ini, koperasi ibarat sesuatu yang dibenci dan sekaligus dirindukan. Mayoritas
koperasi yang belum berkembang bukan karena kesalahan pada konsepsinya, teapi
belum terbangunnya kemampuan dalam meng-intrepretasikan konsepsi kedalam
keseharian koperasi. Oleh karena itu, insan kampus harus me-reposi persepsi dan
mindset masyarakat terhadap koperasi. Sebagai catatan akhir, “Dalam orientasi pegembanganya ke depan, fakultas pertanian ingin
mengembangkan pertanian berkelanjutan, memampukan pertanian dalam mengangkat
harkat martabat petaninya, mahasiswa memiliki mental kuat dengan kompetensi
mumpuni dan senantiasa menjiwai dan mencintai pertanian. Upaya-upaya
pengembangan yang dilandasai pemahaman yang utus atas persoalan diharapkan berujung
pada tersusunnya solusi komprensif. Semangatnya yang terus akan dibangun
adalah: "Fakultas Pertanian Unsoed menjadi sahabat petani”, ungkap Pak Anisur.
B. Sesi
Seminar
Seminar “menjangkarkan
Kedaulatan” ini menghadirkan 3 (tiga) nara sumber yang luar
biasa, yaitu Bapak Sudarmoko seorang praktisi Integrated
Farming System, Bapak Bima Kartika selaku Kepala Bidang Dinas Koperasi
Prov. Jawa Tengah dan Bapak Jaka Budi Santoso selaku Kabi EKonomi Bappeda
Kab.Banyumas. Bung Firdaus Saputra,HC direktur selaku Kopkun Institute
memerankan moderator dalam seminar ini.
Pak Jaka Budi Santoso mengawali presentasinya
dengan mengungkapkan beberapa masalah pertanian, yaitu : kemiskinan
terstruktur; SDM (Petani) yang didominasi generasi tua, miskin dan
berpendidikan rendah; SDA yang mulai tergerus mulai dari ketersediaan
lahan pertanian, hutan, air irigasi, pencemaran, kepemilikan lahan;
infrastruktur rusak. Dari sisi output produksi dan produktivitas rendah. 1998
Indonesia sukses swasembada pangan dan bahkan ekspor, namun saat ini hal itu
tinggal kenangan namun perlu diperjuangkan.
Corporate Farming diidekan sebagai solusi dalam mengatasi ragam persoalan yang ada. Dalam konsep corporate Farming , terdapat ciri dimana kepemilikan
lahan oleh petani dan diikuti dengan rekayasa pola sehingga terbentuk
peningkatan produksi dan produktivitas. Pengelolaan secara profesional adalah
harga mati yang harus hadir pada keseharian corporate farming.
Ruang lingkup corporate
farming meliputi on farm (produktivitas tinggi, komoditas
beragam, efisiensi biaya, organik) dan off
farm (pengolahan hasil,
sortasi, pengemasan, penggudangan, pemasaran, kemitraan, buka pasar). Sementara
itu tahapan pembentukan corporate
farming dijelaskan berikut ini: pemahaman substansi; perubahan
mindset; kesepakatan bersama; pembentukan organisasi; pemilihan pengurus;
pendampingan teknis dan non-teknis serta fasilitas/bantuan yang edukatif.
Dengan terbangunnya corporate
farming, maka bargainning
position petani menjadi lebih
kuat dan strategis, baik dalam mengakses hal-hal yang diperlukan dalam
meningkatkan produksinya maupun dalam meningkatkan produktivitasnya.
Dipenghujung, Pak Jaka menegaskan “corporate farming harus berbasis “organik”.
Disamping bisa menghemat subsidi, produknya dipastikan lebih awet, lebih sehat,
lebih marketable dan sangat mendukung kelestarian
alam.
Menarik saat Bung Firdaus selaku moderator
memancing audience untuk menguji gagasan konsep corporate farming yang rencananya akan diaplikasikan di
wilayah banyumas. Tantangan ini pun disambut baik oleh peserta dan juga Pak
Jaka selaku narasumber. Uji konsep ini diyakini akan bisa menyempurnakan konsep
sehingga semakin menemukan titik aktivitasnya.
Pak Bima mengawali presentasinya dengan satu
lembaran tanya, "bagaimana membangkitkan koperasi menjadi semangat
nasional?”. Kaitannya dengan itu, beliau mengusulkan agar gagasan corporate farming dalam menyelesaikan persoalan
pertanian dilembagakan dalam bentuk koperasi. Lebih tegasnya, beliau mengusulkan
istilah corporate faming dirubah menjadi co-operative farming.
Kemudian, beliau menyajikan peta persaingan saat ini kususnya sejak MEA
diberlakukan. Banyaknya tenaga kerja asing bersertifikasi yang masuk ke Indonesia
merupakan permasalahan serius kaitannya dengan kesempatan kerja bagi anak
negeri. Oleh karena itu, peningkatan daya saing merupakan sesuatu yang wajib
hukumnya. Hal ini tidak saja pada persoalan ketenagakerjaan, tetapi juga dalam
hal kualitas produk”. Kemudian beliau memaparkan sekilas potret buram petani
dimana saat produk melimpah harga jatuh dan saat panceklik harga melambung. Realitas ini terus berulang dan menimpa
kehidupan perani sehingga memerlukan solusi komprehensif. Berkaitan dengan hal
tersebut, revitalisasi diperlukan, baik revitalisasi dalam diri petani itu
sendiri maupun kelembagaannya yang dalam hal ini adalah koperasi. Revitalisasi
menyangkut pola fikir, bentuk organisasi, harapan baru, rubah sikap, pola
hidup, perbaiki kinerja dan bentuk sinergitas. “Colaboration Gives You
The Best Chance”, demikian
Pak Bima menyampaikan pesan untuk menguatkan kerjasama dan penyatuan energi
bila ingin memperbaiki nasib petani. Untuk itu, perlu penguatan koperasi yang
berorientasi pada pemberdayaan anggota. Dipenghujung, beliau menyampaikan 3
(tiga) kunci pokok reformasi koperasi Indonesia , yaitu : rehabilitasi
koperasi (koperasi aktif dan koperasi tidak aktif); re-orientasi koperasi
(kualitas koperasi./bukan kuantitas) dan pengembangan koperasi (pemberdayaan
koperasi, networking koperasi dan regulasi koperasi). Dipenghujung, Pak
Bima menegaskan komitmennya mendukung upaya-upaya pengembangan nasip
petani melalui koperasi.
Ada pegalaman menarik dari satu praktek
program OVOP (One Village One Produk) di Jepang dimana visi mereka sangat
sederhana namun begitu inspiratif, yaitu “Ingin hidup bahagia bersama”.
Visi ini menggambarkan betapa kuatnya kemauan untuk membangun dan mengembangkan
kerjasama.
Bapak Sudarmoko (akrab disapa dengan
panggilan Mbah Moko) memulai presentasinya dengan testimoni bahwa beliau
berlatarbelakang pendidikan ekonomi dan bukan pertanian. Namun, kesehariannya
banyak menekuni integrated
farming yang diberi nama “lembah kemuning farm”. Saat ini, lembaga
itu menjadi Pusat
Pelatihan Perikanan, Pertanian, Peternakan dan Perdesaan
Swadaya. Beliau juga membentuk satu wadah bernama “Koperasi Produksi
Gapura Sehat” yang fokus utamanya melindungi produksi yang dihasilkan
oleh rakyat binaan.
“Negara yang kuat adalah negara yang
bisa memenuhi
kebutuhan pangannya”, demikian beliau membuka materi
presentasi. Sementara itu, realitas sampai hari begitu meresahkan dimana
Indonesia masih meng-impor kebutuhan pangannya. Hari ini, kehidupan petani juga
masih begitu runyam karena terbelit banyak persoalan. Padahal, pangkal
dari persoalan pangan justru ada di tangan petani. Hal sangat
berbeda didapatinya di new zealand dimana profesi petani berposisi
sebagai kasta tertinggi dri semua profesi yang ada. DIsana, petani begitu
dihormati dan menjadi satu kebanggaan yang luar biasa. Hal ini sebagai imbas
dari kontribusi pertanian terhadap income negara.
Berkaitan dengan pembangunan pertanian,
beliau berpesan, “Semua akan menghasilkan sesuatu yang baik bila melalui
proses yang baik”. Sebagai catatan, terlalu sulit mendapati
produktivitas yang layak jika petani tidak menggunakan konsep integrated farming.
Ragam karya inspiratif hasil besutan beliau dan timnya melengkapi presentasi
tentang integrated farming. Beliau sukses menalarkan kepada audience seharusnya petani tidak miskin ketika
menjalankan profesi mulianya dengan cara tepat dalam arti terencana, melalui
tahapan-tahapan yang baik dan terkontrol. Apa yang beliau sajikan hari tidak
saja menandaskan kreativitas & inovasi yang sangat keren, tetapi juga
,menegaskan ketulusan dan penjiwaan yang begitu kuat untuk menaikkan kualitas
pertanian dan memperbaiki nasib petani.
Sekilas, beliau menggambarkan potret
pertanian Indonesia antara lain : (i) peralihan kekuasaan ’60-‘70’ terjadi
perubahan orientasi pembangunan; (ii) persoalan pangan hanya teratasi
sementara; (iii) bencana mulai datang, persoalan lingkuhan hidup, serta lahan
pertanian mulai membelit, timbul ledakan hama, gagal panen juga dialami, import
beras dan; lain sebagainya. Beliau juga mengutip stages of economic growth dari
WW.Rostow-1970 yang menegaskan perlunya negara berkemampuan memenuhi kebutuhan
pangannya. Jika tidak, maka sulit berharap negara tersebut akan maju.
Dipenghujung, beliau mengutarakan bahwa
kepeduliannya terhadap kondisi pertanian berawal dari mulai terjadinya krisis
pangan yang dibuktikan adanya import ragam komoditas pertanian, adanya
kemiskinan, anak muda sudah tidak melihat pertanian sebagai sesuatu yang layak diharapkan
dan lain sebagainya. .
Ada satu statemen inspiratif disampaikan Mbah
Moko, “Negara seharusnya
hadir di setiap kreativitas masyarakat, hal ini yang tampaknya masih menjadi
pekerjaan rumah di negara kita”. Budaya supporting semacam ini akan mendorong gairah
setiap warga menumbuhkembangkan kreativitas melalui optimalisasi potensi diri.
C. Penghujung

Posting Komentar
.