“THE COMPLICATED JOURNEY” | ARSAD CORNER

“THE COMPLICATED JOURNEY”

Senin, 18 Juli 20160 komentar

“THE COMPLICATED JOURNEY”
 Catatan Kecil Dari Sebuah Perjalanan Yang Rumit


A.  Mendudukkan Diri Di Lantai Bandara Raden Intan Lampung
Mungkin kurang bijak mengatakan ini perjalanan yang tidak menyenangkan, seolah diri ini terkesan mengutuk dan jauh dari rasa syukur. Tetapi, perjalanan ini sungguh unik dan sebagian besar dinamika berkategori rumit. Tulisan ini tersusun saat satu bagian kurang nyaman dari perjalanan sedang berlangsung, yaitu “menunggu” panitia penjemputan yang mungkin sedang terjebak macet. Terasa menjadi agak sedikit bete mungkin karena sederetan hak aneh sejak perjalanan ini bermula.

Ku keluarkan laptop dari dalam tas sebagai upaya pengusir kejenuhan. Sesaat kemudian jemari ini pun mulai menari diatas papan keybord laptop mengikuti apa saja yang membenak dihati atau teringat di memori. Upaya ini mungkin lebih tepat dikatakan pengalihan konsentrasi sambil menunggu tim penjemputan muncul dan membawaku ke tempat pegelaran seminar dan Diklat.  


B.  Sederetan Kisah Unik Yang Memantik Hikmah
Re-schedulling mendadak dari satu Seminar dan Diklat menjadi muasal tulisan ini. Awalnya akan digelar tanggal 2 juni 2016. Namun, karena pihak kampus memajukan schedule Ujian Akhir Semester (UAS) mahasiswa, demi efektivitas terpaksa panitia  mengundur perhelatan seminar maupun diklat untuk waktu yang belum ditentukan.

Sebulan kemudian, tepatnya di Rabu Sore, 12 July 2016 sekitar pukul 15.00 wib-an, saat sedang kosentrasi menyetir melalui jalan alternatig untuk menghindari kemacetan lebaran menuju Jakarta, tiba-tiba telepon berdering dari nomor yang belum ter-list dalam phonebook. Panggilan pertama dan kedua ku abaikan dan tetap fokus menyetir. Panggilan ketiga kemudian ku respon  siapa tahu ada hal yang begitu penting sehingga nomor yang sama ini bolak balk menelepon. Ternyata panggilan berulang itu berasal dari panitia seminar dan diklat di Propinsi Lampung yang sempat tertunda bulan lalu. Mereka mengabarkan kalau seminar dan diklat yang seharusnya tanggal 02 Juni lalu akan digelar tanggal 17 Juli 2016.

Aku sedikit kaget karena terkesan begitu mendadak dan pasti sulit mencari transportasi menuju Lampung mengingat masih dalam suasana arus balik pasca lebaran idul fitri 1437 H. Namun, terlihat panitia begitu memaksa untuk bisa hadir mengingat publikasi sudah disebar sedemikian rupa. Dalam rasa sedikit kesal yang masih tersisa, aku mencoba membangun bijak dan sarankan mereka untuk meng-arrange tiket perjalanan pulang pergi Purwokerto-Lampung dan meminta menghubungiku kembali bila sudah fix. Aku pun melanjutkan perjalanan mengantar orang tua ke bandara Soekarno Hatta mau pulang ke kampung halaman di Sumatera Utara setelah berkunjung ke Purwokerto menilik cucu dan sekalian berlebaran.

Sambil melanjutkan perjalanan, terbenak tanya dalam hati hikmah apa dibalik ke-mendadak-an ini. Apalagi ditanggal yang sama sudah terjadual harus standby di Purwokerto mengawal hot match antara Persibas Banyumas vs Persis Solo dalam lanjutan Turnamen ISC. Namun, setelah menyampaikan situasi ini kepada personil kunci dikepanitiaan, mereka bisa memahami dan siap menggantikan posisiku bila tidak ada ditempat.  

Beberapa hari kemudian, tepatnya Jum’at, kekhawatiranku terjadi dimana panitia kesulitan mendapatkan tiket kereta Purwokerto-Jakarta. Aku tidak terlalu kaget atas berita ini karena sudah kuduga sebelumnya.  Sampai Sabtu jam 11.00 siang, panitia tidak kunjung mendapatkan tiket kereta walau sudah mendapatkan tiket pesawat pulang pergi Jakarta-Lampung. Mereka mencoba alternatif penerbangan Yogya-Lampung yang memungkinkan membawaku terbang tepat waktu di lampung, namun upaya ini pun tidak memperoleh hasil.  

Pilihan yang tersedia adalah “tetap berangkat” bagaimanapun caranya untuk mencapai Jakarta. Ter-ide menghubungi salah satu sahabat siapa tahu bisa mendapatkan tiket cadangan atau batalan tiket penumpang. Disisi lain, aku mencoba menghubungi keponakan dan mengajaknya menemaniku  ke Jakarta naik mobil mengingat tempat tinggalnya di sekitar Bandara Soekarno-Hatta. Saat sang keponakan siap dan fix ter-schedule berangkat jam 16.00 wib dengan mobil, tak berapa lama kemudian diperoleh informasi dari sahabat yang mengabarkan ada 1 (satu) tiket batalan taksaka lebaran yang berangkat jam 14.00 wib. “Alhamdulillah kemudahan pertama hadir diperjalanan ini”, fikirku sambil siap-siap pulang kantor menuju ke rumah untuk berkemas.

Alhamdulillah, sekitar jam 13.30 Wib aku mencapai stasiun purwokerto. Saat memasuki ATM kudapati sedang error sedangkan aku benar-benar sedang tidak memegang uang cash. Untung saja istri berinisiatif tidak langsung pulang dan menunggu sampai keberangkatan kereta sehingga persoalan teratasi.   

Kereta tergolong tepat waktu tiba di stasiun gambir. Setelah menyelesaikan sholat jama’ magrib dan isya di Musholla stasiun, ter-ide mengisi perut keroncongan karena laper. Sesudahnya, sekitar jam 21.00 Wib langsung menuju pangkalan Damri untuk beranjak ke bandara Soakrano-Hatta. Maaf Mas...Damri yang ke Bandara sudah habis, ada lagi jam 03.00 pagi. Hmmmm..cobaan dalam perjalanan ini mulai datang. Penerbanganku sebenarnya masih besok pagi jam 05.40 wib, namun rasanya terlalu beresiko untuk tetap disekitar Stasiun Gambir khawatir ketiduran. Sementara taksi ke bandara cukup mahal.

Akhirnya, kupilih menenangkan diri dan duduk sebentar disebuah cafe sambil memesan minum siapa tahu muncul ide. Tiba-tiba aku ingat sang keponakan tadi yang rumahnya didekat bandara. Kucoba menghubungi untuk memastikan apakah bapak/ibu nya sedang dirumah. Tak lama berselang, mbakyunya malah me-WA ku dan mengkonfirmasi apakah aku jadi ke Tangerang atau tidak. Ku katakan kemungkinan batal karena Bus Damri sudah tidak ada. Beliau menyarankanku naik kereta MRT aja dan kemudian memanduku untuk start dari stasiun Juanda. Aplikasi gojek membantuku mendapatkan ojek ke Juanda yang berjarak hanya sekitar 2,5 km dari Stasiun Gambir. Perjalanan KRL dimulai walau aku sebenarnya kurang familiar dengan sarana transportasi umum andalan kota Jakarta ini. Rutenya cukup panjang, mulai harus transit di Stasiun Mangarai, kemudian lanjut ke stasiun Duri baru transit lagi menuju tangerang. Setibanya disana kakak iparku (bapaknya keponakan) sudah standby di pintu keluar menunggu kedatanganku.

Secangkir teh panas dan semangkok soto komplit dengan ayam goreng sudah tersaji menyambut kehadiranku.  Setelah istrahat sejenak dan menyantap soto super enak, aku ambil laptop untuk menyelesaikan penghujung materi yang belum kelar disepanjang perjalanan kereta Purwokerto-Jakarta. Begitu selesai, aku langsung meng-emailkan ke panitia dan kemudian beranjak tidur.

Jam 04.05 wib, aku dianter kakak ipar ke bandara dengan sepeda motor menuju terminal 01 bandara domestik. Sesampai di parkiran, aku langsung bergegas ke arah bandara. Ups...ternyata penerbangan pesawat yang membawaku adanya di terminal 02. Aku langsung berinisiatif bertanya pada petugas bandara tentang jadual kedatangan shuttle bus. Katanya masih lama dan menyarankanku naik taksi saja bila ingin cepat sampai disana. Baru saja mau melangkah menuju taksi, tiba-tiba kakak ipar muncul. Sepertinya beliau mau memastikan bahwa aku sudah check-in. “Lho..kok belum chek in dek?”, tanyanya. Setelah kuceritakan beliau langsung mengajakku ke parkiran agar langsung di antar ke terminal 02. Setelah berjalan sekitar 200 m, tanpa di duga muncul persoalan baru di parkiran. Kakak ipar lupa dibagian mana me-markir kendaraannya. Beliau mencoba mengitari area parkir sambil mengingat dimana meletakkan sepeda motornya. Aku pun mencoba membantu bermodalkan nomot plat yang tertera di STNK-nya. Sambil terus mengitari barisan kendaraan yang berjejer, aku mencoba membangun senyum atas kejadian lucu dan jarang ini. “mungkin sang kakak sudah terlalu tua untuk mengingat”:, bathinku menghibur hati sambil terus ikut melakukan pencarian. 

Samai waktu menunjukkan pukul 05.05 Eib, kendaraan belum juga ditemukan. Aku mulai gusar mengingat jadual penerbangan jam 05.40 wib. Akhirnya, aku menyampaikan permohonan maaf tidak bisa menunggu dan kemudian berlari  kecil  ke area bandara   untuk mendapati taksi. Saat mau menyeberang, aku melihat shuttle bus datang dan kemudian ber-inisatif langsung naik. Ini rejeki, fikirku sambil meletakkan tas rangsel.  Tak berselang lama, persepsiku terkoreksi oleh kenyataan berikutnya dimana shuttle bus berhenti di terminal 1C. Aku pun langsung turun dan berinisiatif menyetop taksi. Walau lampu atas taxi menyala pertanda kosong, namun taksi pertama tak mau berhenti. Aku mencoba lagi taksi kedua dengan sedikit nekat menyetopnya sambil berdiri ditengah jalan sehingga menghalangi jalannya. Dia pun berhenti namun langsung menebar kekhawatiran, “Pak, kalau nanti petugas memaksa bapak turun mohon difahami ya karena aturan bandara tak mengijinkan  menaikkan penumpang di zona ini”. Aku iyakan saja sambil berharap keajaiban menolongku.  Baru berjalan 50 meter, Petugas bandara langsung memerintahkan stop. Sebelum supir taksi menjawab pertanyaan petugas bandara itu, aku langsung bilang ke petugas tegap berseragam itu, “mohon maaf banget Pak, ini emergency karena pesawat tinggal 15 menit lagi berangkat dari terminal 02”. Nada dan wajah memelasku sepertinya efektif dan kemudian beliau mempersilahkan melanjutkan perjalanan. Sang supir taxi pun langsung ngebut karena empati atas sempitnya waktuku. Saat turun, aku lupa melihat argo taksi dan langsung saja memberikan Rp 15.000  dan kemudian ngacir menuju tempat check-in. Aku masih terngiang ucapan terima sang sopir begitu kencang saat aku membuka pintu dan kemudian berlari. Mungkin saja uang uang yang kuberikan melebihi argo. Semoga saja demikian.....  

Aku tercatat sebagai penumpang terakhir yang chek-in untuk penerbangan 05.40 wib. Sang petugas memintaku untuk segera berlari menuju pesawat lewat gate 01. Aku berlari sekencang mungkin walau harus terhenti saat harus melewati pemeriksaan terakhir yang memaksaku haru meletakkan tas, HP dan juga mencopot ikat pinggang. Sepertinya bulan puasa yang baru saja usai  membuat celanaku begitu longgar dibagian pinggang, namun tak ada waktu untuk memasangkan sabuk kembali saat pemeriksaan selesai. Akupun berlari dengan tas rangsel bermuatan penuh dengan ikat pinggang ditangan kanan. Sementara tangan kiriku menahan celana  agar tidak kedodoran saat berlari. Alhamduillaj...perburuan berujung indah dan  aku belum berhasil mencapai pesawat.

Dalam nafas yang pasti ter-engah-tengah aku mendapati kursi sesuai nomor yang tertera dalam tiket dan kemduan langsung duduk sesudah meletakkan tas di bagasi atas. Sesaat kemudian, muncul hal yang menarik perhatianku ketika petugas bandara mendemonstrasikan standar penumpang selama penerbangan. Aku melihat wanita penumpang disebelahku begitu memperhatikan sang petugas dan langsung mengikatkan sabuk pengamannya saat pramugari mencontohkan cara mengencangkannya.

Sepertinya dia tahu aku sedang memperhatikannya sejak tadi.  Dengan santainya..tiba-tiba  wanita ini langsung menjelaskan kalau penerbangan kali merupakan pengalaman pertamanya naik pesawat.  Aku hanya tersenyum dan kemudian mengatakan sangat bisa memahami karena juga pernah mengalami nervous serupa. Awal perbincanganku dengan wanita bernama laras ini pun bermula  dari sini. Gadis ini berasal dari kebumen dan orang tuanya asli Purbalingga dimana istriku juga terlahir disana. Ego kewilayahan pun semakin mengakrabkan  perbincangan setelah aku menceritakan berasal dari Purwokerto/Banyumas dan istriku terlahir di Purbalingga. Dari perbincangan disepanjang penerbangan itu, terjelaskan kalau wanita ini ternyata sedang melakukan petualangan. Pesawat adalah jenis kendaraan yang belum dia naikin selama mengikuti hobbynya travelling. lulusan sarjana pendidikan dari IKIP PGRI semarang ini ternyata memang terbiasa melanglang buana dari satu daerah ke daerah lainnya hanya sekedar  mencari jawab atas kepenasarannya atas sesuatu. Bahkan dia rela naik bis mulai jam 10.00 Wib dari Kebumen menuju Jakarta hanya untuk menyelesaikan misi terakhirnya “naik pesawat”.  Tak heran wanita ini cepat akrab berkomunikasi dengan siapa saja karena memiliki pribadi yang fleksibel dan supel. Tanpa gengsi, dia pun bertanya padaku bagaimana cara mengambil tas-nya yang dititipkan dibagasi pesawat. Sesampai di tujuan, dia mengingatkanku untuk membimbingnya ke tempat pengambilan barang. Akupun bilang “siap” dan kemudian berjalan bareng menuju tempat pengambilan barang. Tak lama menunggu, satu persatu barang pun mulai diturunkan transporter dan akhirnya dia pun mendapati tasnya. Sesudahnya aku pun berpamitan dan kusampaikan semoga dipertemukan lagi disuatu waktu. “Hati-hati ya mbak dan semga sukses petualangannya”, ujarku.

Aku pun kemudian mengambil HP dan mencoba menghubungi panitia penjemputan. Sepertinya panitia masih pulas dengan mimpinya karena panggilanku hanya dijawab operator yang memberitakan kalau HP sedang tidak aktif atau berada diluar jangkauan. Hmmmm....keanehan perjalanan ini terjadi lagi. Tadinya aku berfikir mereka sudah standby menanti kehadiranku di bandara. “mungkin aku harus menunggu lebih sabar”, fikirku menghibur diri atas situasi kurang nyaman ini. Setalah 10 menit menunggu, panitia meneleponku dan mohon maaf kalau HP nya baru ON. Beliau mengabarkan kalau tim penjemputan sedang dalam perjalanan menuju bandara. “oke mas....saya tunggu disini ya..mungkin macet sehingga belum sampai bandara”, ujarku merespon teleponnya. Akhirnya aku pun mencari tempat nyaman untuk menunggu. Namun, bandara yang sedang dalam renovasi ini membuat tidak banyak pilihan. Akhirnya aku duduk dilantai dan kebetulan tak jauh dari Laras yang juga sedang menunggu jemputan saudaranya yang ada dilampung. Akhirnya, perbincangan pun berlanjut diantara dua penumpang bernasib sama, “menunggu”.  Alih-alih menghilangkan bete, kuambil labtop sekedar merangkai tulisan perjalanan ini dan sesekali mendengarkan celetukan laras yang juga mulai bete menunggu karena yang menjemput tak kunjung datang. Baru saja menyelesaikan beberapa paragraf, teleponku berdering. Ternyata   panitia sudah sampai bandara dan akupun mohon izin pada Laras untuk duluan. 

Setelah melalui perjalanan dengan waktu tempuh 45 menit, kami pun tiiba di lokasi. Tidak banyak waktu untuk istrahat, sebab acara seminar sudah akan dimulai. Sempitnya waktu membuatku hanya sempat mandi dan berganti pakaian. Sarapan yang disiapkan panitia tidak sempat kulahap. Untung saja tersedia secangkir teh dan beberapa snack sebagai pengganjal perut yang memang sedang mengalami lapar berat. Sebagai antisipasi berikutnya, sebelum memasuki ruang seminar aku sempetkan mengingatkan panitia untuk memastikan ketersediaan tiket kereta route Jakarta-Purwokerto. 

Alhamdulillah, semangat dan keseriusan para mahasiswa/i menyimak paparan disepanjang seminar membuat rasa lapar terlupakan begitu saja. Satu sesi selesai dan break 1 (satu) jam tak maximalkan untuk makan, sholat dan istrahat sejenak. Tak sempatkan mengguyur sekujur tubuh dengan shower sekedar menawar lelah agar lebih segar saat tampil sesi ke-2 (dua) berkonsep Diklat (Pendidikan dan Pelatihan). Jam 15.45 Wib Diklat pun selesai dan kemudian langsung ke kamar bersiap-siap untuk penerbangan pulang jam 18.10 wib. 5 (lima) menit menjelang keberangkatan menuju bandara, tiba-tiba panitia mohon izin masuk ke kamar dan mengabarkan kalau mereka tidak berhasil meng-akses tiket kereta route Jakarta-Purwokerto. Aku terdiam sesaat dan mencoba tenang, walau senin pagi harus sudah ada di Purwokerto. “Oke deh  Mas..mungkin ada hikmah dibalik semua ini...kita lihat saja nanti apa kataTuhan, responku dan kemudian berpamitan pada panitia dan beberapa peserta yang kebetulan berpapasan saat menuju kendaraan.

Jam 16.35 wib, aku bersama 3 (tiga) panitia bergegas menuju bandara. Lagi-lagi keadaan diluar dugaan. Jalanan macet dan tak mungkin menyalip agar lebih cepat. Pilihan yang tersedia hanya pasrah. Aku mendapati panitia mulai gusar oleh waktu. Sang sopir pun bolak balik melihat jam ditangannya. Aku tahu mereka merasa tidak enak hati padaku. Aku tahu apa yang sedang dirasakan mereka, sebab aku pun pernah muda seperti mereka dan pernah menjadi panitia.  Mendapati suasana senyap dalam nuansa ketegangan itu, aku mencoba menenangkan suasana. Aku katakan, “lakukan saja yang terbaik dan apakah sampai dibandara tepat waktu atau tidak kita pasrahkan saja pada ketetapan Tuhan. Kalaupun terburuknya terlambat, kita cari penerbangan berikutnya. Insya Allah akan selalu ada jalan”. Mereka agak sedikit terheran dan kemudian bertanya mengapa aku bisa tetap tenang dalam situasi crowded semacam ini. Kujawab singkat dengan satu tanya, “memang kalau marah atau berteriak, suasana berubah?”.

Akhirnya mereka tersenyum membenarkan apa yang barusan ku katakan. Alhamdulillah, sepertinya situasi berpihak dan kendaraan sudah sampai di gerbang Bandara Raden Intan, Lampung. Tapi, lagi-lagi terjebak macet di pintu masuk. Setelah memperhitungkan tak mungkin untuk menunggu, akhirnya aku berinisiatif turun dafri mobil dan jalan kaki bersama 2 (dua) panitia  melewati deretan antrian mobil guna mencapai ruang check-in lebih cepat sebab hanya tersisa 15 menit dari jam penerbangan. Hmmm...terulang lagi tercatat sebagai penumpang terakhir yang. Hanya saja kali ini ada yang berbeda dibanding saat pemberangkatan tadi pagi. Adanya pengunduran waktu penerbangan 15 menit membuat masih cukup waktu memasang sabuk pinggang pasca melewati pos pemeriksaan terakhir.

Sebenarnya, disepanjang penerbangan aku  juga bertemu hikmah luar biasa, namun sengaja dibuat dalam tulisan tersendiri di blog ini dengan judul IDEALISME DILINGKAR DUNIA MALAM (http://www.arsadcorner.com/2016/07/idealisme-di-lingkar-dunia-malam.html)

Alhamdulillah, 26 menit penerbangan membawaku kembali menginjak ibu kota. Masih ada 2 (dua) tanya bernada kekhawatiran; (i) apakah Bus Damri menuju Gambir masih ada? Dan; (ii)  akankah aku berhasil mendapatkan tiket kereta menuju ke kota mendoan?. Begitu pintu shuttle bus yang membawa penumpang dari posisi pesawat mendarat ke area bandara, aku langsung bergegas menelusuri lorong dan langsung menuju penjualan tiket Bus Damri.  Alhmdulillah, kali ini berbeda dibanding saat pemberangkatan dan aku berhasil memperoleh 1 (aatu) tiket. Tak lama menunggu, Bus Damri bertuliskan Gambir pun muncuk dan kemudian membawaku menuju Stasiun Gambir. Perjalanan tergolong lancar walau masih sedikit deg-degan karena belum tahu apakah dapat tiket kereta atau tidak. Sambil meinkmati kenyamanan pelayanan Damri, kucoba menghubungi sahabat yang memang pakar dalam urusan travelling dan ticketting. Beberapa saat kemudian, beliau memberi angin segar dan mengatakan masih tersisa 63 kursi untuk pemberangkatan kereta yang Jam 22.15 wib. “Semoga saja tidak diborong orang atau setidaknya menyisakan satu tiket untukku”, candaku padanya sambil menghibur diri dan membunuh kegusaran. Begitu Damri tiba di Stasiun Gambir, aku langsung lari menuju ticket box. Alhamdulillah, aku masih kebagian jatah tiket. Aku menghela nafas panjang sejenak sambil mengucapkan puji syukur atas kemurahan dan kasih sayang Tuhan disepanjang perjalanan rumit ini penuh dinamika ini.

Setelah menyempatkan mengisi perut disela waktu tersisa sebelum keberangkatan, aku pun memasuki stasiun dan menuju kereta yang akan membawaku ke Purwokerto. Aku mendapati banyak kursi yang kosong. Kebetulan disebelah dan kursi di belakangku juga kosong. Dikursi seberang sejajar denganku, ku dapati seorang ibu muda dengan 2 (dua) anaknya yang mash kecil-kecil dan tampan. Melihat banyak yang kosong, beliau menanyakan pada petugas adakah 2 (dua) shaft kursi kosong agar dia lebih anakanya  lebih nyaman istrahat. Walau mata ini sudah sulit diajak kompromi tetep melek, tergerak berinisiatif bertukar kursi dengan ibu muda satu ini. Aku pun adalah seorang ayah yang punya anak dan mengerti apa yang diharapkan Ibu tersebut. Aku pun menawarkan tukaran kursi pada ibu muda satu ini. Dengan penuh semangat dan ucapan terima kasih berulang-ulang, Ibu tersebut menyambut baik tawaranku. Aku bantu memutar kursi sehingga dsaling berhadapan dan mempermudah mengontrol tidur anaknya. Sesudahnya aku terlelap dan baru terjaga oleh alarm HP yang sengaja ku atur 10 menit sebelum kereta tiba di Stasiun Purwokerto jam 15.35 wib. Tak lama berselang dan memastikan tidak ada yang tertinggal, aku pun bergegas turun dari kereta. Ku sempatkan berpamitan dengan Ibu sebelah yang sedang meng-awasi anaknya yang pulas tidur. Kuperoleh informasi Beliau baru akan turun di stasiun berikutnya, Maos.  Beliau mempersilahkan dan sekali lagi mengucapkan terima kasih.

Sambil menuju pintu keluar stasiun, aku mencoba menghubungi istri yang sejak keberangkatan kereta menawarkan jemputan. Ternyata, Istri tercinta baru saja bangun oleh panggilan teleponku dan menyampaikan permohonan maaf. Suara serak dari nyawa yang belum terkumpul genap itu menginspirasi maaf dan mendatangkan kesabaran menunggu. Mungkin istriku terlalu lelah setelah seharian beraktifitas bersama 3 (tiga) jagoan buah cinta kami.

Terima kasih Tuhan atas perjalanan unik ini. Sungguh melelahkan namun kaya akan hikmah. Semua ini karena perkenan-Mu. Sampainya aku kembali ke rumah adalah bentuk kemurahan dan nikmat-Mu yang tak terkira.  Engkau telah mengajarkan banyak hal sejak keberangkatan sampai kembali ke rumah. Semoga perjalanan singkat ini menjadikan satu catatan kebaikan di pandangan-Mu. Amin. 
     
 *selsai................
Share this article :

Posting Komentar

.

 
Copyright © 2015. ARSAD CORNER - All Rights Reserved