IDEALISME DI
LINGKAR DUNIA MALAM

Walau tercatat
sebagai penumpang terakhir yang check-in, namun ketergopoh-gopohanku tertolong penundaan
penerbangan sekitar 15 menit karena keterlambatan pesawat. Saat seluruh penumpang
dipersilahkan memasuki pesawat, aku pun buru- aku mencuri start antrian lebih
dulu agar lebih dulu mendapati pesawat dengan harapan bisa langsung tidur
karena lelah yang amat sangat.
Saat
mencapai pesawat kursi masih pada kosong. Aku agak sedikit kecewa karena
tennyata duduk ditengah diantara 4D dan 4F tepatnya. Tentu hal ini tak nyaman
untuk istrahat. Tak lama berselang, seorang ibu berpakaian jilbab seumuranku meminta
izin untuk masuk ke posisi 4F saat aku sudah duduk di 4E . Aku pun
berinisiatif keluar ke sisi gang dan kemudian kembali ke posisi semula saat
beliau sudah duduk mapan. “Kemana bu?”, tanyaku ringan. "Ke jakarta", jawab beliau dengan
dingin dan kemudian mem-fokuskan pandangannya ke sisi luar jendela peswat. Melihat
auranya, sepertinya fikiran ibu ini sedang ruwet. Atau mungkin wajahku yang
kuyuh nan lesu mendatangkan ketakutan tersendiri buatnya. Ah, aku sok tahu dan
baper...bathinku sambil tersenyum sendiri sambil mengikatkan sabuk pengaman.
Beberapa
menit kemudian, seorang wanita muda berpenampilan modern datang dan langsung
mengambil poissi duduk di sebelah kiriku yang kosong. Aku tersenyum lagi dalam
bathin ketika mendapati diriku berada diantara 2 (dua) wanita yang berbeda
mazhab, satu berjilbab dan satu lagi berpakaian sedikit seksi. Sementara itu, kalau
dari sisi perawakan, mereka juga pastinya terlahir di zaman berbeda sekitar 10 sampai
15 tahunan.
Ada yang berbeda pasca wanita muda ini duduk disebelahku.
Aroma parfumnya cukup harum. Untung saja jenisnya soft sehingga menambah
kenyamanan penerbangan, khususnya aku yang kebetulan duduk disebelahnya. Namun,
rasa lelah membuatku tak begitu menggubris kedatangannya dan memilih memandang
kedepan sambil berupaya memejamkan mata. Baru saja duduk semenit, wanita ini
langsung mengambil HP nya dari dalam tas dan langsung ber-selfie ria. Beberapa
saat kemudian, dia menggulung rambutnya yang sebahu ke belakang sampai-sampai
sikunya menyentuh pundakku. Kemudian dia
berpose sambil merekam yang disertai dengan suara manja dan sedikit serak. Saat
merekam, dia menceritakan kalau sedang
dipesawat menuju Jakarta dan kemudian berpamitan dengan temen-temennya. Beberapa
saat kemudian, rekaman itu pun langsung dia kirim ke WAG. Aku hanya bisa tersenyum
melihat tingkah gadis satu ini. “dasar anak muda zaman sekarang”,
fikirku.
Saat aku sedang mengetik di keyboard HP mengabarkan pada keluarga
sudah di pesawat dan siap-siap terbang, tiba-tiba wanita ini bersuara “Mau
kemana Pak?”, tanyanya begitu ramah disertai dengan senyuman ke arahku.
Agak sedikit kaget saja, sebab tak kusangka wanita anggun nan cantik ini
ternyata begitu supel. “mau ke Purwokerto, Banyumas”,
jawabku sambil memandangnya beberapa saat. “Mbak mau ke Jakarta juga?”,
balasku dengan tanya. “Iya Pak”, jawabnya. Sejak saat itu,
pembicaraan pun mengalir dan kami saling tanya seputar hal-hal ringan di sepanjang
penerbangan. Sepertinya bau parfum yang menyebar dari wanita ini telah
menghilangkan kantukku. Seingatku, aku tak terhipnotis oleh kecantikan dan
kemolekannya. Ha..ha...(semoga pembaca
meyakini statemenku ini).
Awalnya aku berfikir kalau wanita ini adalah seorang karyawan/ti
di sebuah perusahaan kecantikan. Namun, berdasarkan pengakuannya, dia masih
tercatat sebagai mahasiswi fakultas ekonomi jurusan manajemen di salah satu
universitas swasta terkenal di Kota Lampung. Awalnya aku agak ragu dengan
penjelasannya, sebab dia agak kerepotan menjawab saat ku tanyakan mata kuliah
akuntansi sampai semester berapa. Sepertinya dia membaca kekurangpercayaanku dan
kemudian menjelaskan kalau seharusnya saat ini dia sudah semester 6 (enam)
tetapi sempet ambil cuti setahun karena fokus bekerja.
Pembincangan ringan kami pun akhirnya beralih ke seputar
pekerjaan. Saat dia tanyakan aku kerja di bidang apa, aku menjawab “tidak
jelas”. Kok bisa ndak jelas Pak?, sahutnya dibarengi senyuman lagi. “Sebab
kejelasan itu terletak pada ketidakjelasan itu sendiri”, jawabku
memantik nalarnya. Dia pun tersenyum sambil mengatakan,”bapak bisa saja”. “Kamu
sendiri kerja di bidang apa?”, tanyaku. “Aku menekuni pekerjaan sebagai
SPG (Sales Promotion Girl) dan ikut salah satu agency besar di kota lampung”
jawabnya lugas. Disatu sisi penjelasan
ini menjawab kepenasaranku caranya berpenampilan dan disisi lain mengingatkanu
banyak cerita tentang profesi satu ini karena kebetulan aku punya teman seorang
pengusaha dibidang agency yang mengelola SPG-SPG . Dia pun menjelaskan kalau ke Jakarta pun dalam rangka menjalankan tugas dari agency
tersebut. Akupun kemudian menyampaikan sedikit pendapatku bahwa profesi yang
dia pilih adalah sebuah keberanian luar biasa. Hal ini kusampaikan karena
sepengetahuanku profesi ini tak mudah dan begitu banyak tantangan dan godaanyanya,
khususnya bagi wanita muda seperti dia. Dia pun meng-iyakan pendapatku dan
kemudian berkisah banyak hal seputar lika liku di wilayah profesi ini. Dia tak
jarang harus bergaul dengan kehidupan malam karena tuntutan kerja. Cara
berpakaiannya juga harus menyesuaikan permintaan klien karena berkaitan dengan pencitraan dan tujuan
promosi sebuah produk.
Ada hal menarik yang dia tandaskan dimana kedasaran
membangun filter alias batasan sangat diperlukan
dalam menjalankan profesi satu ini. Dia menjelaskan kalau tidak sedikit
temen-temennya larut dan lalai serta berlebihan sehingga terjebak pada hiruk
pikuk dunia malam dan nikmatnya dunia hiburan. Kamu sendiri gimana?,
pancingku. Alhamdulillah Pak...sampai detik ini aku masih bisa menjaga diri dan
sebatas menjalankan profesi saja. Tak jarang begitu banyak godaan dan tawaran
yang datang, namun aku membentenginya dengan kesadaran. Aku selalu mengingat
wajah dan pesan ibuku agar selalu
menjaga diri. Aku selalu membangun kesadaran kalau aku adalah tulang
punggung keluarga. Sebagai anak pertama, aku tak mau mengecewakan orang
tua dan juga adik-adikku. Aku sering mendapat tawaran menggiurkan, namun aku
meyakini rezeki tidak harus bersumber dari hal-hal yang kurang baik. Seketika
wanita yang kemudian kuketahui berusia 24 (dua puluh empat tahun) tahun ini tampak
serius. “Kamu hebat sebab hal itu pasti tak mudah. Kamu wanita yang jarang sebab
masih bisa menjaga idealisme dan kesucian diri di ruang abu-abu semacam itu”,
respon ku untuk mengapresiasi dan sekaligus menguatkannya pada pilihan hebat
yang sudah dia lakukan selama ini. Aku juga tak ingin menjadi SPG selamanya.
Aku ingin suatu waktu akan bisa bekerja
di kantoran dan menjadi bagian penting dari manajemen dalam mengendalikan sebuah
perusahaan. Untuk itu, aku mencoba menjalani profesi ini sebaik mungkin dan membuat
prestasi yang membuka mata klien bahwa aku tidak hanya bermodalkan paras dan
body, tetapi juga memiliki otak
cemerlang yang bisa membantu perusahaan mengatur strategi”. Sambil
bertepuk tangan pelan, kemudian aku berkata, “Wawwww.. itu keren...keren
banget. Kamu harus menjaga idealisme semacam itu. Kalau kamu konsisten, saya
berkeyakinan akan bertemu jalan dan berhasil di posisi yang kamu impikan”.
Aku memotivasi wanita muda ini yang
kemudian kuketahui memiliki nama panggilan Tika. Terbersit dibenakku kalau
wanita ini konsisten dengan idealismenya, dia akan menjadi wanita hebat, inspiratif
dan akan mencetak capaian-capaian mencengangkan. Aku meyakini wanita ini pasti menjalani
hari-hari atau malam-malam yang tidak mudah. Namun, tekad yang begitu kuat dan
kesadarannya selalu menjaga harkat martabat kewanitaan dan keluarganya, akan
membuatnya tidak akan pernah kehabisan energi untuk sebentuk mimpi besarnya
tentang sebuah hidup.
Ting tong....awak pesawat mengabarkan agar semua
penumpang bersiap-siap karena sebentar lagi pendaratan. Kami pun bersiap-siap mengencangkan
ikat pinggang untuk menghindari resiko bila terjadi sesuatu dengan pesawat ini,
terutama saat pendaratan. Saat pesawat sudah menapak landasan, Tika pun
mengeluarkan HP dan menyalakannya. Dia dapati pesen singkat kalau sudah ditunggu
oleh tim penjemputan. Sesudah turun dari pesawat dan bersama-sama melewati
lorong menuju pusat bandara, kami pun berpisah karena arah tujuan yang berbeda.
Tak lupa aku menyampaikan semoga sukses dan demikian juga Tika mendoakan kesuksesan
dan kebahagiaan keluargaku.
Berharap suatu waktu mendapati Tika dengan kesuksesan dan
mimpi besarnya. Tika masih muda dan begitu smart.
Dia memiliki modal semangat dan kemauan yang cukup untuk meraih sebuah mimpi.
Sebuah penerbangan yang inspiratif......penerbangan 26
menit Lampung-Jakarta yang menghadiahkan makna luar biasa.
Posting Komentar
.