MEM-PERSEPSI dan ME-MAKNA KOPERASI | ARSAD CORNER

MEM-PERSEPSI dan ME-MAKNA KOPERASI

Senin, 11 April 20160 komentar



MEM-PERSEPSI dan ME-MAKNA KOPERASI
Sebagai Inspirasi Dalam Bergagasan

disampaikan pada UP-Grading Pengurus Koperasi Mahasiswa UNY (Universitas Negeri Yogyakarta), di Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an Al Muhsin, 09 April 2016

Menilik Sejarah

Kelahiran koperasi pertama di dunia bermula dari keinginan kaum buruh pabrik yang tertindas oleh keserakahan pemilik modal yang hanya mementingkan pada pertumbuhan modalnya. Ketidakberdayaan akud kemudian menginspirasi kesadaran memperkuat diri guna untuk memperbaiki nasib. Melalui kebersamaan, mereka berhasil meningkatkan pendapatan riil  dimana dengan nominal serupa lebih banyak kebutuhan yang bisa dipenuhi. Singkatnya, Success Story dari apa yang mereka lakukan kemudian meng-inspirasi banyak orang untuk melakukan hal serupa. Seiring berjalannya waktu, koperasi kemudian menjadi satu bentuk yang diyakini sebagai alat perjuangan untuk merubah nasib. Perkembangan selanjutnya pun menunjukkan gairah ber-koperasi di dunia pun terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Catatan emasnya,  PBB selaku induk organisasi dunia menetapkan tahun 2012 sebagai tahun koperasi dunia. Uniknya, thema yang diambil adalah “cooperative’s entreprise build better world” yang dalam terkemahan bebas menjadi “ perusahaan koperasi membangun dunia menjadi lebih baik”. Ada yang menarik dari pemilihan thema ini yaitu penggunaan “better world” atau “dunia yang lebih baik”. Telusur atas hal ini ternyata di latarbelakangi bahwa praktek perusahaan koperasi di berbagai belahan dunia memiliki nilai beda yang tidak mungkin didapat pada perusahaan-perusahaan perseorangan, PT, Firma dan lain sebagainya. Praktek perusahaan koperasi mencerminkan adanya titik tekan pada kebijaksanaan-kebijaksanaan yang merupakan hasil pembangunan karakter manusia yang dilakukan secara terus menerus seperti keadilan ekonomi, anti eksploitasi manusia, kesejahteraan kolektif, menolong diri sendiri dan lain sebagainya yang kesemuanya menjadikan koperasi efektive sebagai alat perjuangan kemanusiaan dan bahkan perdamaian dunia.

menilik Defenisi
Me-referensi pada hasil General Assembly Induk Koperasi dunia di Manchester, 1995, Koperasi didefenisikan sebagai kumpulan orang yang otonom dan bergabung secara sukarela untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan ekonomi,sosial dan budaya melalui perusahaan yang mereka miliki bersama dan kendalikan secara demokratis. Dari defenisi ini, ada beberapa titik tekan yang layak menjadi inspirasi :
1.      Koperasi adalah kumpulan orang. Hal ini menegasikan pemahaman kebanyakan orang yang masih memandang koperasi sebagai kumpulan modal layaknya UD, CV,PT dan lain sebagainya. Sebagai kumpulan orang, koperasi menempatkan orang sebagai penentu dan modal sebagai alat bantu (Just Servant). Nalar ini lah yang kemudian menggiring koperasi menganut sistem one man one vote (satu orang satu suara) dan bukan manut pada sistem one share one vote (satu saham satu suara).
2.      memenuhi “aspirasi dan kebutuhan ekonomi,sosial dan budaya” sebagi tujuan. Aspirasi dan kebutuhan adalah muasal atau inspirasi yang melahirkan aktivitas-aktivitas produktif koperasi yang tidak hanya sebatas urusan ekonomi, tetapi juga sosial dan budaya yang kemudian ter-integrasi dalam satu tujuan, yaitu “sejahtera”. Lewat proses komunikasi produktif diantara unsur organisasi selanjutnya melahirkan  kesepakatan-kesepakatan tentang apa yang akan dilakukan bersama-sama.
3.      Perusahaan sebagai media. Perusahaan dalam koperasi adalah media atau sarana bagi pemenuhan aspirasi dan kebutuhan-kebutuhan anggota. Dinamika aspirasi akan menjadi bentuk pengendalian secara demokratis anggota atas perusahaan yang mereka miliki bersama. Pada titik inilah fungsi ganda anggota sebagai owner (pemilik) dan juga Customer (pelanggan) menjadi sangat berpengaruh pada tumbuhkembangnya perusahaan koperasi.      

Berkoperasi itu sama dengan ikrar hidup bersama. Berkoperasi itu bukan untuk mencari manfaat, tetapi bersama-sama menciptakan manfaat yang bisa dinikmati bersama melalui penyatuan potensi dan bakat dari segenap yang berhimpun. Namun, penyatuan potensi dan bakat tidak akan pernah terjadi bila antara satu dengan lainnya tidak saling percaya yang diikuti keyakinan bahwa saling mendukung merupakan cara terbaik untuk bisa menolong diri sendiri dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan bersama. Disamping itu, persepsi sama dan rasionalitas ekspektasi perlu dibangun bagi setiap insan yang akan bergabung melalui penyelenggaraan pendidikan perkoperasian. Persepsi sama ini selanjutnya mendorong tumbuhkembangnya kesadaran setiap orang melakukan pembelaan terhadap koperasi melalui ragam aksi produktif, seperti bertransaksi dan aktif menyumbangkan ide dan gagasan. Disamping itu, kualitas pendidikan perkoperasian juga sangat menentukan kualitas ber-gagasan dan juga ber-demokrasi dalam koperasi.    

Berkoperasi Itu Identik “Menolong Diri Sendiri”
Hakekat berkoperasi sesungguhnya menolong diri sendiri melalui cara-cara kolektif (baca: bersama-sama). Melalui kebersamaan yang didalamnya terdapat akumulasi potensi dan sumber daya, setiap orang menjadi berpeluang untuk menyelesaikan persoalan-persoalan maupun mengembangkan berbagai ide dan gagasan yang merupakan bagian dari cita-cita dan tujuan hidup pribadinya.  Sebagai gambaran tentang “menolong diri sendiri”, berikut diberikan beberapa abstraksi:
1.      Kala seseorang bergabung dalam koperasi dimana didalamnya terdapat kumpulan orang yang beragam karakter dan latarbelakang, sesungguhnya dirinya sedang mengembangkan koneksitas dan interaksi produktif yang akan mempengaruhi dirinya secara kejiwaan dan juga kehidupan sosial dan budayanya. 
2.      kala seorang anggota menabung di koperasi , sesungguhnya dirinya sedang belajar mendisiplinkan diri dalam pengelolaan pendapatan. Disamping itu juga membangun kebijaksanaan pada dirinya bahwa saat dia menabung identik dengan membantu anggota lain yang sedang membutuhkan pinjaman.
3.      Kala seorang anggota meminjam, sesungguhnya dirinya sedang menolong dirinya untuk menyelesaikan kebutuhannya, seperti pengadaan kendaraan untuk transportasi, investasi untuk kepentingan masa depan dan lain sebagainya.
4.      Kala seorang anggota membelanjakan kebutuhannya di toko koperasi, sesungguhnya anggota tersebut sedang membentuk efisiensi kolektif sehingga memperoleh harga yang lebih murah dan atau mendapatkan barang yang lebih banyak dengan jumlah uang yang sama bila dibelanjakan di toko yang lain.
5.      dan lain sebagainya     

Penjelasan dan abstraksi diatas menegaskan bahwa dalam wadah kebersamaan bernama koperasi, sesungguhnya seseorang berkoperasi identik dengan menolong diri  sendiri melalui “kebersamaan”. Kebersamaan dalam koperasi harus dimobilisasi sedemikian rupa sehingga semua orang merasa diperhatikan dan dipedulikan serta bangga menjadi bagian dari koperasi. Perasaan semacam itu diyakini akan mendorong kemauan untuk berpartisipasi dan mengambil tanggungjawab ikut membesarkan perusahaan koperasi, sebab setiap tindakan anggota berlandaskan kesadaran dan keyakinan bahwa setiap berpartisipasi di koperasi bermakna 2 (dua) hal sekaligus, yaitu: (1) menolong diri sendiri dan juga: (2) membesarkan perusahaan koperasi.   

Menilik Azas Subsidiary Dalam Koperasi
Seperti dijelaskan di alinea sebelumnya, sepanjang tidak dilarang UU atau peraturan lainnya, koperasi boleh menekuni, menjalani dan atau mengembangkan usaha apa saja. Namun demikian, berbasis aspirasi dan kebutuhan anggota adalah hal yang diutamakan agar  anggota merasa dipedulikan, diperhatikan dan selanjutnya berpengaruh pada terbangunnya pembelaan produktif dalam bentuk support permodalan, transaksi, akses, ide, gagasan dan lain sebagainya.

Berkaitan dengan luas dan jenis aktivitas perusahaan, koperasi mengenal azas subsidiary.  Azas ini menegaskan bahwa “ apa-apa yang bisa dikerjakan anggota, sebaiknya tidak dikerjakan oleh koperasi. Sebaliknya, apa-apa yang tidak bisa atau tidak mungkin dikerjakan oleh anggota, itulah yang dikerjakan koperasi”. Pada Azas ini terkandung beberapa hal yang antara lain dijelaskan berikut ini :
1.      Perlu adanya relevansi saling mendukung antara apa yang dikerjakan atau dibutuhkan anggota dengan apa yang dikerjakan oleh koperasi.
2.      Diharapkan adanya fungsi supporting antara dari aktivitas yang dikerjakan koperasi dengan apa yang dikerjakan oleh anggota.
3.      Koperasi merupakan organisasi yang lekat dengan aspek pemberdayaan.   Aktivitas-aktivitas yang dijalankan koperasi idealnya berbasis potensi dan kebutuhan yang ada di lingkaran anggotanya. Dengan demikian, akan terbentuk sinergitas produktif dari interaksi anggota dengan koperasinya.   

Atas dasar itu, aktivitas-aktivitas koperasi idealnya me-refresentasikan  kebutuhan mayoritas anggotanya di wilayah ekonomi,sosial dan budaya. Nalar semacam ini yang memungkinkan koperasi menjadi kuat dimana setiap   kelahiran satu aktivitas  diikuti keterbentukan pangsa pasar loyal (baca : captive market/pasar tertutup) yang medukung operasionalisasinya.  Namun demikian, koperasi bukanlah bentuk perusahaan kaku sehingga menutup diri melayani non-anggota (kecuali hal-hal yang dikecualikan Undang-Undang atau peraturan lainnya).

Disamping itu, koperasi juga sesungguhnya bisa mengerjakan hal-hal lainnya bernada peluang yang bisa dimobilisasi sepanjang tidak berseberangan dengan aturan yang ada dan nila-nilai sosial dan kebijakan lokal (local wisdom).

Menilik Realitas Koperasi Di Tanah Air 
Setiap tahun negara menggelar seremoni HUT Koperasi tepatnya tanggal 12 Juli. Ironisnya, seringkali materi pidato yang mengemuka bernuansa “ketidakberdayaan” dan “lemah”. Tak dipungkiri, hal ini me-refresentasikan kondisi mayoritas koperasi di Indonesia yang kebanyakan bagaikan “hidup segan mati tak mau”. Fakta lain menunjukkan, pada saat ICA (International Cooperative Aliance)  selaku induk koperasi dunia mengumukan 300 (tiga ratus) koperasi terbaik di dunia, tidak satupun koperasi Indonesia masuk dalam daftar itu. Hal ini semakin mempertegas fakta belum menggembirakan dari koperasi.

Walau tak menyertakan data hasil penelitian, setidaknya ada 4 (empat) klaisifikasi situasi dan kondisi koperasi yang ada di Indonesia, yaitu :  
1.      Mengakar secara organisasi (baca : meng-anggota) dan Besar secara perusahaan. Ini adalah kondisi ideal dimana kebesaran perusahaan koperasi menjadi imbas dari mengakarnya anggota. Pada koperasi ini bisa dipastikan anggota memiliki kepedulian tinggi dan aktif terlibat dalam membesarkan dirinya dan juga perusahaan koperasi.
2.      Belum mengakar secara organisasi (baca : meng-anggota) dan Besar secara perusahaan. Pada koperasi kelompok ini, dominasi pertumbuhan dan perkembangan masih oleh Pengurus, manajemen dan Pengawas. Anggota berpotensi hanya sebagai pengamat dan penikmat. Namun demikian, kala ada upaya sadar dan konsisten dalam membangun kapasitas organisasinya, maka koperasi ini akan berpotensi menjadi besar seiring dengan pertumbuhan kualitas berkoperasi dari segenap anggotanya.
3.      mengakar secara organisasi (baca : meng-anggota) dan Belum Besar secara perusahaan. Pada kelompok koperasi ini terdapat harapan besar akan menjadi koperasi kuat dengan perusahaan yang terus tumbuh dan kembang.
4.      Tidak mengakar secara organisasi (baca : meng-anggota) dan tidak Besar secara perusahaan. Koperasi ini yang termasuk kelompok “hidup segan matipun tak mau”.

Sekilas menilik persoalan yang melekat pada koperasi sehingga mayoritas belum berkembang dijelaskan berikut ini :
Core Problem (masalah utama).  Karena koperasi berawal dari kumpulan orang Core Problem dari ke-belum berkembangan koperasi adalah pada orang-orang yang ada didalamnya yang kalau dideteksi lebih dalam akan didapati tujuh persoalan dasar, yaitu :
1.      Belum faham konsepsi dan ruang juang koperasi. Motif seseorang menjadi anggota cenderung pada orientasi manfaat dan perolehan SHU. Ironisnya,  hal ini tanpa diikuti kesadaran bahwa menjadi anggota koperasi bukan saja pembenar untuk mendapatkan hak pelayanan, tetapi juga melekat tanggungjawab ikur serta membesarkan perusahaan.
2.      Belum tegas dalam tujuan yang ingin dicapai. Tidak jarang terjadi situasi yang menggelikkan di koperasi dimana disatu sisi anggota berharap harga murah atau jasa pinjaman rendah tetapi berharap SHU yang banyak. 
3.      Belum tegas dalam distribusi peran mencapai tujuan-tujuan itu. Koperasi adalah organisasi yang mengusung kolektifitas/kebersamaan dalam mencapai tujuannya. Dalam proses perjalanannnya, dalam koperasi terbentuk distribusi peran yang ter-integrasi satu sama lain membentuk capaian.
4.      Belum sukses dalam merumuskan distribusi hasil yang berkeadilan dan motivasional. Setiap tindakan pasti disertai motif. Seberapa jauh motif itu terjawab menjadi daya dorong seseorang untuk mengembangkan keberpihakan.
5.      Kepemimpinan yang masih lemah dan tidak visioner. Koperasi masih berorientasi short term dan masih jauh dari visi besar.
6.      Managerial skill yang belum adaptif terhadap dinamika perubahan. Dinamika kehidupan terus melaju seiring dengan perubahan faktor-faktor yang melingkupinya. Pada titik inilah koperasi harus cerdas dalam mensikapi ragam perubahan sehingga tetap eksis dan terus berkembang.
7.      Kewirakoperasian yang masih lemah sehingga sulit merumuskan aktivitas produktif dimana men-sejahterakan/membesarkan anggota disatu sisi dan membesarkan perusahaan koperasi disisi lainnya. Bila hal ini mewujud, maka anggota akan merasa bangga terhadap kebesaran perusahaan koperasi, sebab disaat serupa sang anggota juga ikut besar dan tidak merasa menjadi korban eksploitasi dari ragam strategi yang diterapkan oleh koperasinya. 
  
Faktor modal (baca: uang) tidak masuk dalam kategori detail persoalan dasar karena modal bukan-lah orang. Dalam koperasi, modal bukan penentu tetapi hanya alat bantu. Keterkumpulan modal dalam koperasi merupakan imbas dari terbangunnya komitmen anggota membangun kebersamaan produktif dan kemauan anggota dalam mengambil tanggungjawab ikut menumbuhkembangkan perusahaan yang mereka miliki bersama. Kesadaran akan manfaat akan mendorong kemauan untuk ikut berpartisipasi atas setiap aktivitas yang akan diselenggarakan atau dikembangkan oleh koperasi.


Penghujung
Dari tinjauan konsepsi yang utuh, memposisikan koperasi sebagai salah satu pilar ekonomi negara sebagaimana cita-cita Bung Hatta adalah rasional. Kalau pun realitas belum menunjukkan sebagaimana idealnya, itu menandakan luasnya ruang untuk berjuang. Mewujudkan koperasi ideal bukanlah perkara mudah ditengah arus individualitas akud yang menggejala di masyarakat. Namun demikian, kesabaran dan kesungguhan memperjuangkannya akan membawa pada capaian-capaian yang terus menunjukkan peningkatan.

Sebagai penghujung bernada kontemplasi, koperasi tidak-lah sebatas persoalan ekonomi semata atau tentang pertumbuhan uang/modal saja, tetapi yang lebih utama adalah keterbangunan orang-orang yang berhimpun didalamnya. Kesejahteraan tidaklah sebatas  wujud materil bernama SHU, tetapi juga bisa mewujud dalam kemanfaatan-kemanfaatan yang berpengaruh dan berkontribusi significant pada terbentuknya hidup berkualitas dari segenap anggotanya. Saatnya Paradigma “materialitas sebagi simbol harga diri yang kemudian telah menjebakkan persaingan tak pernah usaha” di koreksi oleh nilai-nilai kebijaksanaan yang ada di keseharian organisasi dan perusahaan Koperasi.  Bila itu mewujud, maka kualitas solidaritas, kegotongrotongan, empati dan saling peduli menjadi sumber kedirian dari setiap individu. Persainganpun akan bergeser menjadi kerjasama.   
Share this article :

Posting Komentar

.

 
Copyright © 2015. ARSAD CORNER - All Rights Reserved