MENAKAR KETERBANGUNAN PERUSAHAAN
DARI SEBUAH MANDIRIAN KOLEKTIF
disampaikan pada agenda Pendidikan Anggota KPRI NEU BANYUMAS, di Gedung KN (Kulakan Neu), 30 Agustus 2015
disampaikan pada agenda Pendidikan Anggota KPRI NEU BANYUMAS, di Gedung KN (Kulakan Neu), 30 Agustus 2015
A. Awalan
Kebersamaan memerlukan rasa percaya satu sama lain sehingga menuntun setiap orang didalamnya senantiasa menjaga keutuhannya. Untuk itu, setiap orang harus saling menjaga sikap positif, memelihara tindakan berdasarkan nilai-nilai yang diyakini bersama dan selalu merasa perlu untuk saling menghargai dan menauladani satu sama lain. Dengan demikian, rasa kebersamaan yang terbangun dan terpelihara akan meng-energi bagi proses perwujudan tujuan dimana didalamnya terdapat kepentingan bersama.
Kebersamaan dalam koperasi sesungguhnya tidaklah selesai
sampai pada ketercatatan secara administratif, tetapi harus ditindaklanjuti
dengan mengambil inisiatif sadar ikut membangun, mempertahankan dan
mengembangkan nilai-nilai kebaikan dan kebermaknaan dari kebersamaan tersebut.
Ketika sikap demikian ada pada setiap orang dalam koperasi, maka akan terhimpun
akumulasi komitmen dan juga akumulasi energi yang memungkinkan koperasi menggelar
agenda-agenda besar yang berujung pada perluasaan kebermanfaatan bagi seluruh
anggota.
Dahsyatnya kebersamaan hanya lahir dari akumulasi
kesadaran yang terus tumbuh dan terjaga. Untuk itu, semua orang harus saling menjaga, saling
meng-edukasi dan saling me-motivasi. Semua harus berkomitmen untuk tidak saling
menyakiti dan setiap orang harus merasa menjadi bagian dari lainnya. Aemua
orang harus merasa penting tetapi tidak boleh ada yang merasa lebih
penting dibanding lainnya. Disinilah kebersamaan dalam koperasi berkontribusi pada keterbentukan kebijaksanaan
sikap dan tindakan yang selanjtnya berpengaruh pada kehidupan pribadi anggotanya.
B. Ujian berulang di kebersamaan

Dalam tinjauan praktek keseharian, dalam rangka membentuk
dan mengembangkan aktivitasnya, kebersamaan dalam koperasi teruji secara
berulang dalam tiga tahap sebagaimana dijelaskan berikut ini:
1.
Bersama
dalam merumuskan aktivitas.
Disinilah letak awal mula aktivitas koperasi didefenisikan secara bersama-sama.
Aktivitas yang terumuskan meliputi penguatan organisasi secara internal maupun
eksternal dan aktivitas perusahaan yang meliputi
tentang jenis aktivitas dan roh pengelolaannya yang dalam
perumusannya memperhatikan minimal 2 (dua) hal mendasar berikut ini:
a.
Jenis
aktivitas yang dipilih hendaklah merujuk pada azas subsidiary. Dalam
azas subsidiary ditegaskan bahwa apa-apa yang bisa dikerjakan anggota
sebaiknya tidak dikerjakan oleh koperasi dan apa-apa yang tidak
bisa dikerjakan oleh anggota, itulah yang sebaiknya yang di kerjakan
koperasi. Dengan demikian, aktivitas perusahaan koperasi akan berfungsi sebagai
media
pemenuhan ragam kebutuhan anggota yang tidak mungkin mereka lakukan
sendiri-sendiri. Disamping itu, aktivitas perusahaan koperasi pun tidak akan
menjadi pesaing bagi aktivitas usaha yang dijalankan oleh anggotanya. Hal ini
merupakan pertegasan bahwa perusahaan koperasi menjunjung tinggi
kebijaksanaan dalam pemilihan aktivitasnya.
b.
Roh
pengelolaan. Pendefenisian Roh
pengelolaan adalah hal penting tetapi masih sering terabaikan. Terabaikannya
hal ini bermula dari persepsi keliru dalam memandang koperasi layaknya
perusahaan non-koperasi. Bahkan tidak sedikit pembacaan yang mempersepsikan
koperasi layaknya lembaga investasi yang selalu fokus pada tema untung dan rugi
(baca: pertumbuhan modal). Khusus
tentang Roh Pengelolaan ini akan dibahas secara singkat pada sub bahasan
berikutnya.
2.
Bersama
dalam mewujudkan.
Koperasi merupakan kumpulan orang yang bersama-sama mewujudkan apa yang menjadi
cita-cita bersama. Mereka menolong diri sendiri melalui pengembangan kerjasama
berlandaskan saling percaya. Atas dasar itu pula, aktivitas perusahaan koperasi
idealnya me-refresentasikan kebutuhan
mayoritas dan menjadi alasan mengapa
semua unsur mau mengembangkan partisipasi. Kerjasama yang di usung dalam koperasi
tidaklah bermakna bekerja bersama-sama alias geromobolan kesana kemari, tetapi
didalamnya terdapat distribusi peran yang saling ter-integrasi diantara
pengurus, pengawas dan anggota.
3.
Bersama
dalam meng-evaluasi. Evaluasi
identik dengan menilik capaian dan menjadikannya bahan analisa untuk
berkesimpulan tentang deviasi capaian
dan rencana yang disertai alasannya. Evaluasi
ini melibatkan unsur pengurus, pengawas
dan juga anggota sebab ketiga unsur ini terlibat aktif mulai dari perumusan tujuan dan juga proses
pencapaiannya. Segala capaian koperasi
(positif atau negatif) harus dibaca sebagai hasil bersama sehingga evaluasi identik dengan auto koreksi berjama’ah
yang berujung dengan terbangunnya semangat baru melakukan hal-hal yang lebih
baik diberikutnya. Atas hal ini pula
koperasi tidak mengenal kata “aku, kamu,dia dan mereka”, tetapi hanya mengenal
kata “kita”.
Ketiga tahapan ini terus berulang dalam kehidupan
koperasi. Kualitas ketiga tahapan ini akan sangat menentukan sejauh mana
koperasi itu mampu membentuk capaian-capaian dan juga seberapa luas manfaat
yang bisa dirasakan oleh anggotanya.
C. Ketika “Alasan Keberadaan” sebagai “Roh”
Pengelolaan Perusahaan

Adalah benar koperasi sebuah perusahaan, tetapi
didalamnya nafas operasionalnya terdapat keunikan dimana Anggota berposisi ganda
yaitu pemilik sekaligus pelanggan.
Kondisi semacam ini tidak ditemui pada jenis perusahaan lainnya. Oleh karena
itu, posisi aktivitas perusahaan koperasi itu sesungguhnya adalah media
pemenuhan kebutuhan mayoritas anggota walau perusahaan koperasi tidak
diharamkan melayani non-anggota (kecuali
unit simpan pinjam yang hanya boleh melayani anggota). Dalam kapasitas pemilik,
anggota dilibatkan dalam perumusan kebijakan-kebijakan umum organisasi dan perusahaan
termasuk didalamnya tentang tingkat margin keuntungan. Namun disisi
lain, anggota juga adalah pelanggan
yang menjadi obyek dari kebijakan itu sendiri.
Logika inilah yang kemudian menuntut adanya “alasan kelahiran” setiap
aktivitas dalam perusahaan koperasi. “alasan kelahiran” ini selanjutnya akan
menjadi roh dalam pengelolaannya.
Untuk mempermudah pemahaman atas hal tersebut, berikut
dijelaskan beberapa contoh berikut ini :
1.
Pada
Usaha Toko.
- Andai saja sebuah toko koperasi didirikan atas dasar keinginan memperoleh harga murah, maka margin keuntungan akan ditetapkan kecil agar pendapatan riil anggota menjadi meningkat. Pendapatan riil yang dimaksud adalah anggota akan mendapat jumlah barang yang lebih banyak dengan jumlah uang yang sama ketika dibelanjakan ke toko yang lain. Inilah yang disebut dengan efisiensi kolektif, yaitu efisiensi yang disebabkan oleh akumulasi komitmen yang terbentuk dalam kebersamaan di koperasi.
- ketika kelahiran toko adalah menjadi “media pajang” bagi produk-produk anggota, maka space outlet yang ada di toko akan ditempati oleh produk-produk anggota. Bahkan, bila terdapat barang yang sama dengan pemasok/suplier non-anggota, koperasi harus mengutamakan produk anggota. Proteksi semacam ini sebagai bentuk implementasi dari “roh” atau “alasan kelahiran” toko tersebut.
2.
Unit
simpan pinjam.
a.
ketika
unit simpan pinjam diselenggarakan atas dasar keinginan mendorong tumbuhkembang usaha yang dijalankan
anggota, maka tingkat jasa/margin pinjaman akan menjadi kecil. Kebijakan ini
akan meningkatkan daya saing yang lebih dibanding pelaku usaha lain sejenis
karena biaya modalnya lebih rendah.
b.
Ketika
simpan pinjam dijadikan media untuk mengembangkan semangat saling tolong
menolong dalam urusan pendidikan dan emergency (misalnya; sakit, kecelakaan dan
lain sebagainya), maka pinjaman-pinjaman yang berbau pendidikan seperti
menyekolahkan anak atau untuk hal-hal yang tak terduga (baca: emergency) akan
dikenakan jasa/margin pinjaman sangat kecil dan bahkan bukan tidak mungkin
sampai 0 (nol) prosen.
c.
Ketika
simpan pinjam dijadikan media edukasi bagi segenap anggota sehingga terhindar
dari sikap konsumtif, maka tingkat
jasa/margin simpan pinjam dibuat tinggi untuk semua pinjaman yang bersifat
konsumtif seperti ganti HP ke versi terbaru, ganti mobil ke merk terbaru dan
lain sebagainya yang berbau konsumsi.
3.
Unit
produksi. Misalnya sebuah koperasi
yang anggotanya para pemilik lahan dan sekaligus petani sawit mendirikan sebuah
PKS (Pabrik Kelapa Sawit) yang pendiriannnya didasari atas keinginan menstabilkan
harga beli sawit anggotanya, maka
pengelolaan PKS akan fokus menjaga stabilitas harga beli sawit petani, walau
dalam operasionalnya manajemen harus bekerja keras menyusun formula untuk
menjaga keseimbangan antara fluktuasi harga CPO (Crude Palm Oil) dan biaya operasional pabrik.
Beberapa contoh diatas menunjukkan bagaimana keunikan dan
kekhususan koperasi selalu berorientasi pada kesejahteraan anggota baik secara
langsung maupun tidak langsung. Keunikan semacam inilah yang menjadikan anggota
bisa menikmati kemanfaatan-kemanfaatan yang tidak mungkin diperoleh bila mereka
sendirian. Pola pengelolaan sebagaimana
dijelaskan diatas akan membuat anggota merasa selalu diperhatikan oleh koperasi
dan berimbas pada tumbuhnya loyalitas tanpa batas. Kemanfaatan-kemanfaatan yang
bisa dirasakan secara langsung akan menginspirasi tindakan pembelaan yang mewujud
dalam partisipasi yang terus tumbuh, baik dalam bentuk transaksi maupun
sumbangan gagasan dan pemikiran.
Namun demikian, sepertinya kondisi berbeda akan diperoleh
ketika “alasan keberadaan” atau “roh pengelolaan” setiap aktivitas perusahaan
koperasi ini tidak terdefenisikan secara bersama-sama. In-konudsifitas iklim
organisasi juga akan terjadi bila “roh”
pengelolaan ini tidak tersosialisasikan atau kurang ter-edukasikan dengan baik kepada
seluruh anggota. Sebab, hal ini berpotensi melahirkan multy-intrepretasi yang sesungguhnya
berawal dari ketidakfahaman.
D. Buah Kecerdasan Kolektif itu Bernama
Kesejahteraan
Secara defenisi bebas, koperasi
adalah kumpulan orang untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan ekonomi, sosial dan
budaya melalui perusahaan yang mereka miliki bersama dan kendalikan secara
demokratis. Dalam tinjauan pencapaian, kesejahteraan (ekonomi, sosial dan
budaya) merupakan buah dari aspirasi
anggota yang cerdas.
Untuk itu, pertama kali koperasi harus membangun
pemahaman anggotanya melalui pendidikan
sehingga terbangun keyakinan kuat terhadap arti, makna dan nilai guna kebersamaan
dalam koperasi. Selanjutnya, pengetahuan tersebut memantik inisiatif melakukan
hal terbaik untuk akselerasi pertumbuhan koperasi. Keterbangunnya kapasitas
anggota menjadi jaminan aspirasi brilian yang tidak hanya berbentuk
ide atau gagasan tetapi juga diikuti dengan kemauan berkontribusi maksimal demi
terwujudnya gagasan dan terbangunnya kemanfaatan bagi semuanya. Nalar inilah
yang kemudian mendorong koperasi sering diidentikkan “gerakan membangun orang” dan
menempatkan keterlahiran
aktivitas-aktivitas perusahaan sebagai imbas. Singkat kata, ragam dan luasnya aktivitas perusahaan
koperasi sangat tergantung seberapa
jauh kualitas kebersamaan mampu menjadi
inspirasi energi kolektif untuk
melahirkan aktivitas-aktivitas produktif bagi segenap anggotanya.
E.
Penghujung
Kebersamaan adalah modal terpenting dari sebuah koperasi.
Untuk itu, koperasi harus mendidik anggotanya sehingga terbentuk persepsi yang
sama dan ekspektasi yang rasional serta kesadaran untuk mengembangkan inisiatif
berupa partisipasi aktif. Pertumbuhan kesadaran anggota akan makna kebersamaan
akan menuntun koperasi pada perluasan aktivitas yang bermakna pertumbuhan
kemanfaatan. Ragam potensi yang melekat pada anggota harus terinventarisir
dengan baik sehingga menjadi referensi obyektif dalam penyusunan langkah
pengelolaan organisasi dan perusahaan koperasi.
Demikian tulisan sederhana ini disampaikan, semoga
menginspirasi lompatan kecintaan terhadap kebersamaan, menghadirkan gairah
untuk mengintrepretasikan status keanggotaan ke dalam tindakan-tindakan yang
meng-akselerasi tumbuhkembangnya aktivitas dan manfaat koperasi, khususnya bagi
anggota. Amin..
Lampiran
SEBENTUK KONTEMPLASI
“TENTANG KITA”
Tanpa disadari, kita sering jadi obyek dari sebuah karya.
Hebatnya lagi, kita merasa bangga bisa membelanjakan uang di toko mentereng
yang ter-packaging sedemikian rupa
dengan pernik yang serba wah. Kita telah membayar “mahal” untuk itu dan
ironisnya “faktor gengsi” pun menjadi suplemen pelengkap yang membuat kita kian
larut. Bahkan, kenyamanan di toko itu pun telah membenamkan kesadaran bahwa
kita punya kemampuan membuat sendiri toko semacam itu. Bahkan kita pasti mendapatkan
nilai lebih dengan jumlah uang yang sama. Namun, berkesimpulan “terlalu
khayal untuk bisa” telah menjadi muasal di ketidakbisaan selamanya.
Terinspirasi dari sebatang lidi yang tidak mungkin bisa
membersihkan sebidang halaman rumah, namun menjadi sangat mungkin ketika
ratusan batang lidi digabungkan dalam satu ikatan kuat. Juga terinspirasi dari
sebuah truk mogok yang tidak mungkin bisa didorong oleh satu atau dua orang
saja, tetapi menjadi mungkin kala 20 orang bergabung untuk mendorong bersama-sama.
Masih hangat diingatan kita tentang kisah pilu Pak Nasrun dan anaknya Rudi yang
5 (lima) tahun tidur diatas kandang ayam.
Akhirnya, derita panjang berbalik kala beberapa orang berkepedulian
untuk menolongnya. Seketika Pak Nasrun dan Rudi memiliki rumah sederhana lengkap
dengan dapur dan kasur yang membuat tidurnya nyenyak dan tidak perlu lagi
bertarung dengan dinginnya angin malam.
Setiap dari kita menginginkan kesejahteraan tetapi tak jarang
langkah tidak relevan dengan
keterbentukan kesejahteraan itu sendiri. Harapan itu pun kian menjauh kala mindset kita terbiarkan untuk tidak
menyemangati seperti kita tidak mampu, itu hanya bisa dilakukan oleh
orang-orang hebat yang memiliki modal yang banyak, adanya begini ya sudah,
tidak perlu repot-repot yang penting begini aja di syukuri dan lain sebaganinya.
Kalau memang Rp 100.000 pasti tidak cukup membangun
sebuah supermarket, mungkin akan berbeda kalau ada 1.000 orang menabungkan
uangnya Rp 100.000 setiap bulan selama 100 bulan. Kalau kemudian itu terlalu
lama bisa mengajak 1000 orang lagi untuk bergabung sehingga dalam 50 bulan
sudah terhimpun Rp 10 Milyar. Artinya dalam 4 tahun 2 bulan kita sudah memiliki sebuah supermarket. Andai
dari Rp 1.000.000,oo belanjaan bulanan kita telah menyumbang 10% laba kepada pemiliknya,
berarti kita telah berbagi penghasilan sebesar Rp 100.000. Ternyata,
ketidakmauan kita menahan menabung 100.000 per bulan telah menyebabkan kita
harus memberi 100.000 pada pemilik toko itu setiap bulannya. Betapa mahalnya
arti sebuah kesabaran, betapa hebatnya nilai ketidakmauan ber-kita. Kita telah
menghilangkan kesempatan memiliki toko sendiri akibat ketidakmauan kita sendiri
dan juga terus terjebak untuk terus memberi Rp 100.000 setiap bulannya kepada
toko milik orang lain.
Semua kemungkinan menjadi terbuka ketika kita bersama.
Kita tidak perlu takut lagi terkecoh dengan harga onderdil kendaraan bila
kemudian kita memiliki toko onderdil dan kita tidak perlu lagi terjebak pada
harga baju yang mahal kalau kita memiliki toko pakaian.
Sepertinya kita akan terus terjebak sepanjang kita tak
mau memahami dan menggali arti dan makna sebuah“ke-kita-an”.....
Semoga menginspirasi kesadaran untuk Ber-Kita..
Posting Komentar
.