EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN dan USAHA KOPERASI | ARSAD CORNER

EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN dan USAHA KOPERASI

Rabu, 16 September 20150 komentar



 EFEKTIVITAS  KELEMBAGAAN dan USAHA KOPERASI
 disampaikan pada sosialisasi nilai-nilai dan prinsip-prinsip perkoperasian, yang diselenggarakan oleh Disperindagkop. Kab.Banyumas, 16 September 2015


A.  Pengantar

Beberapa tahun terakhir ini, orientasi fasilitasi pembinaan melalui pendidikan dan pelatihan koperasi terus menerus menyuarakan perlunya penguatan kelembagaan dan usaha koperasi. Hal ini menandaskan betapa pentingnya upaya sistematis sehingga koperasi mewujud menjadi kuat dan bisa menjadi pelaku ekonomi yang bisa sejajar dan bahkan bersaing dengan pelaku usaha lainnya.

Sebelum lebih jauh, segenap gerakan koperasi diingatkan kembali bahwa koperasi itu merupakan organisasi berbasis anggota (member based) yang dalam operasionalnya menekankan orang (baca: anggota) sebagai subyek dan juga obyek. Oleh karena itu, membangun anggota perlu diarus utamakan guna terbangun persepsi dan pemahaman  serupa tentang koperasi yang selanjutnya mendorong terbangunnya kesadaran. kesadaran seluruh unsur organisasi mengambil inisiatif ikut membesarkan organisasi dan perusahaan menjadi kunci keterbentukan manfaat-manfaat dari berkoperasi yang bisa dirasakan oleh anggotanya. Kesadaran tersebut harus dibangun guna terbentuk kemauan untuk menyatukan potensi dan energi yang dimobilisasi menjadi gerakan kolektif.

Dalam kesadaran bersama semacam inilah, nilai-nilai menolong diri sendiri terkemas dalam gerakan kolektif yang terformula secara sistematis dan menjadi penguat keinginan semua orang untuk terus berada dalam barisan koperasi sebab dalam setiap cita-cita bersama terkandung kepentingan dan kebutuhan mayoritas dari orang yang berkumpul.  Dengan demikian, apapun aktivitas yang dijalankan akan senantiasa mendatap respon positif dan daya dukung yang terus menerus dari segenap anggotanya. Perasaan dekat dengan koperasi perlu dibangun dan hadir pada diri setiap anggota. Hal ini memerlukan upaya sistematis sehingga terbentuk efektivitas kelembagaan maupun perusahaan koperasi. 


B.  Spirit Menjadi Muasal Keberdayaan
Lemahnya peran koperasi dalam percaturan ekonomi makro sering mengemuka dalam berbagai diskusi. Seminar, lokakarya dan bahkan dalam seremonial ulang tahun koperasi. Realitas ini masih menjadi PR besar yang harus diselesaikan gerakan koperasi secara konstruktif. Data 2014  yang menunjukkan kontribusi koperasi terhadap PDB (Pendapatan Domestik Bruto) hanya sebesar 2% (dua prosen) menandaskan bahwa koperasi masih jauh dari cita-cita besarnya sebagai soko guru perekonomian nasional. Kecilnya angka kontribusi tersebut juga berpesan masih banyak pembenahan yang harus dilakukan oleh koperasi untuk bisa menjadi pelaku ekonomi yang layak dihandalkan dan juga dibanggakan.

Berbeda dengan membangun perusahaan private dimana kepemilikannya hanya  satu atau beberapa orang saja, koperasi memiliki ke-khasan yang perlu menjadi perhatian dalam memobilisasinya. Dalam hal pengambilan keputusan, koperasi yang terdiri dari orang-orang berbagai karakter dan latar belakang  memerlukan teknik yang berbeda dibanding dengan non-koperasi yang kepemilikannya pada sedikit orang.   Dalam hal motif atau tujuan,  sektor private hampir mutlak bermotif pertumbuhan laba, sementara kesejahteraan yang selalu didengungkan sebagai tujuan berkoperasi mengandung makna tidak sebatas urusan ekonomi, tetapi juga melingkupi urusan sosial dan budaya. 

Dari perspektif perusahaan,  perusahaan koperasi memiliki 2 (dua) ciri yaitu dimiliki besama dan dikendalikan secara demokratis.  Adanya kepemilikan dan sekaligus pengendalian oleh anggota membuat perusahaan koperasi menjadi unik dan tampil beda. Anggota yang nota bene adalah pemilik sah koperasi juga berperan sebagai pelanggan. Dualisme semacam ini bisa menjadi sumber keunggulan yang tidak didapatkan pada perusahaan bentuk lainnya. Oleh karena itu,  kalau perusahaan koperasi belum mampu eksis dan berpartisipasi secara signifikan, maka kesalahan sesungguhnya bukan terletak pada konsepsinya tetapi belum tertemukannya apa yang menjadi “spirit” koperasi dan bagaimana “spirit” itu dimobilisasi menjadi pemantik lahirnya ragam karya yang mendatangkan kemanfaatan kepada anggotanya.

Hakekat koperasi adalah kumpulan orang dan meletakkan keterbangunan orang (baca: anggota) secara kualitas dan juga kuantitas menjadi agenda yang harus diarus utamakan. Mengingat koperasi adalah kumpulan orang yang beragam latar belakang, maka pertama kali koperasi harus meletakkan dasar-dasar kebersamaannya sehingga jalannya koperasi digawangi oleh persepsi sama dan ekspektasi yang rasional dari setiap anggotanya. Sebelum meletakkan dasar-dasar kebersamaannya,  segenap anggota harus diedukasi tentang apa, mengapa dan bagaimana koperasi mewujudkan cita-cita bersamanya. Disamping itu, pada diri anggota juga perlu dibangunkan nalar logika bagaimana kebersamaan bisa mendatangkan kekuatan yang berimbas pada tumbuhkembangnya kemampuan koperasi  mendatangkan manfaat yang sulit diraih bila dilakukan dengan seorang diri saja. Sebagai bagian dari upaya membangun kesadaran itu,  terdefenisinya tujuan berkoperasi dengan melibatkan segenap unsur organisasi  merupakan cara terbaik agar setiap aktivitas me-refresentasikan (mewakili) aspirasi mayoritas. Cara ini juga akan membangkitkan ikatan emosional anggota dalam proses perwujudan cita-cita tersebut. Disinilah letak spirit menjadi penting dan berpengaruh besar. Spirit kebersamaan harus menjadi muasal terbentuknya semangat korsa  dan kemudian terakumulasi menjadi kumpulan semangat dalam meningkatkan kesejahteraan bersama secara ekonomi, sosial dan budaya.

Untuk kelahiran dan keterjagaan spirit kebersamaan itu, segenap unsur organisasi harus terus melakukan komunikasi intensif yang akan semakin merekatkan satu dengan lainnya. Kala kerekatan ini terbentuk, maka aksi mobilisasi potensi menjadi sangat mungkin diarahkan menjadi agenda bersama. Sebaliknya, bila spirit kolektif belum terbangun dan koperasi terpancing melakukan aksi, maka hampir bisa dipastikan aktivitas perusahaan koperasi akan kehilangan ruh-nya sebagai organisasi kolektif. Anggota tidak akan merasa menjadi bagian dari aktivitas dan tidak terpanggil untuk ikut mengembangkan partisipasinya. Pragmatisme semacam ini yang sering terjadi dalam kebanyakan praktek berkoperasi, sehingga interaksi yang terbentuk antara anggota dan koperasi sebatas transaksi kebutuhan tanpa diikuti rasa memiliki. Status kepemilikan lebih dimaknai sebagai bentuk hak atas pelayanan atau mendapat manfaat dan abai bahwa tumbuhkembangnya manfaat berbanding lurus dengan peningkatan kualitas dan kesadaran tentang nilai-nilai penting dari kebersamaan.

Sebagai bahan perenungan, inisiasi elite organisasi koperasi sering sukses melahirkan karya  (seperti toko swalayan, toko saprotan , ricemill dan lain sebagainya), namun akhirnya tidak berkembang karena rendahnya partisipasi anggota untuk menggunakan layanan yang tersedia. Hal ini merupakan dampak dari proses kelahirannya yang tidak melibatkan anggota dalam arti sesungguhnya. Akibatnya, anggota tidak merasa menjadi bagian dari aktivitas yang dijalankan koperasi.  

Mereferensi alinea sebelumnya, maka koperasi perlu meng-arus utamakan pembangunan kebersamaan di kalangan anggota sehingga segala aktivitas perusahaan koperasi selalu ditopang oleh modal bernama “kolektivitas”. Langkah-langkah pen-solid-an organisasi harus diupayakan secara sistematis sehingga kebersamaan terus tumbuh dan kualitas komunikasi antar anggota terus mengalami peningkatan kualitas. Pada saat hal semacam itu dilakukan maka “perasaan ke-kita-an” terbangun secara massif  dan koperasi pun berpeluang besar membangun dan menumbuhkembangkan ragam aktivitas perusahaannya. 


C.  Memberdayakan Perusahaan Koperasi
 “Perusahaan” dalam koperasi berposisi sebagai media dan bukan tujuan. Perusahan dalam koperasi merupakan sarana untuk memenuhi “aspirasi dan kebutuhan”  anggota. Oleh karena itu, kelahiran setiap aktivitas perusahaan koperasi harus mendasarkan pada peta aspirasi dan kebutuhan anggotanya. Metode ini juga merupakan cara membangun ikatan emosional yang kuat dari anggota terhadap setiap aktivitas perusahaan yang akan dijalankan koperasi. Disisi lain, pola semacam ini juga bagian dari  deteksi dini apakah aktivitas perusahaan yang akan dijalankan koperasi tidak bertabrakan dengan apa yang sudah dijalankan oleh anggotanya. Hal ini penting mengingat koperasi berpegang teguh pada asas subsisdiaritas dimana apa-apa yang bisa dilakukan anggota sebaiknya tidak dilakukan koperasi dan sebaiknya koperasi mengerjakan apa yang tidak mungkin dilakukan oleh anggota. Kala koperasi taat pada asas subsidiary dan juga melibatkan anggota dalam setiap perumusan aktivitas, maka aktivitas layanan perusahaan koperasi akan senantiasa ditopang oleh komitmen anggotanya yang terjaga. Pada titik ini lah perusahaan koperasi bisa mewujudkan apa yang disebut sebagai “captive market” atau “pasar tertutup”. “Captive market” bukan berarti koperasi mengharamkan untuk melayani non-anggota atau masyarakat kecuali jenis usaha simpan pinjam yang secara tegas diatur hanya untuk melayani anggotanya. “Captive Market” juga bukan bermakna bahwa koperasi akan melakukan monopoli, sebab prinsip keanggotaan koperasi sesungguhnya bersifat sukarela dan terbuka. Istilah “Captive market” dalam koperasi sesungguhnya bersifat kenyal dalam arti bisa tumbuh sejalan dengan pertumbuhan anggotanya. Sebab, koperasi meyakini bahwa semakin banyak orang yang menjadi anggota maka akan semakin efisien pula operasionalisasi unit-unit layanan yang diselenggarakan perusahaan koperasi.  Dengan demikian, tumbuhkembangnya kebersamaan dalam koperasi baik secara kualitas maupun kuantitas sesungguhnya linier dengan pertumbuhan atau perluasan aktivitas perusahaan koperasi itu sendiri.

Alinea diatas merupakan bagian dari gambaran tentang uniknya perusahaan koperasi yang meletakkan “kebersamaan” sebagai ruh kelahiran dan juga modal penting dalam operasionalisasinya. Keunikan ini selanjutnya perlu dijadikan sebagai inspirasi dalam rangka membentuk keunggulan maupun dalam upaya memperluas kebermaknaan berkoperasi yang bisa dinikmati aggotanya. Dalam tinjauan operasional, kebersamaan dalam koperasi yang terus tumbuh seyogyanya menjadi modal terpenting dalam membentuk efisiensi kolektif sehingga membuat anggota bisa mendapatkan barang dan jasa dengan harga yang lebih terjangkau. Demikian pula misalnya ketika koperasi menekuni manufactur (rice mill misalnya) yang lahir berdasarkan aktivitas mayoritas anggotanya, maka munculnya rice mill bisa meningkatkan hasil pertanian secara menyeluruh dari anggotanya yang mayoritas berprofesi sebagai petani padi.

Relevansi antara aktivitas perusahaan koperasi dan kebutuhan atau aspirasi anggota wajib hukumnya. Dengan demikian, antara anggota dan koperasinya terus terjalin interaksi produktif, baik dalam kontek keterjawaban kebutuhan anggota maupun tumbuhkembangnya koperasi sebagai perusahaan. Dalam logika semacam ini, maka dipastikan anggota akan mencintai koperasinya dan bersamaan dengan itu koperasinya akan menjadi “mesin penjawab” dari ragam kebutuhan maupun aspirasi para anggotanya. 


D.  Profesionalisme Dalam Koperasi
Profesionalisme sering dikaitkan dengan kompetensi. Demikian juga dalam men-temakan koperasi yang notabene mengedepankan nilai-nilai kebersamaan tetap menuntut adanya profesionalisme. Profesionalisme dalam koperasi harus  terbangun dalam semua tingkatan unsur organisasi koperasi yaitu anggota, pengurus dan juga pengawas. Profesionalisme dalam konteks ini adalah tentang kompetensi setiap unsur dalam menjalankan perannya. Sebagai pengingat, kebersamaan dalam koperasi bukanlah bekerja bersama-sama dalam arti kemana-mana bersama. Dalam kebersamaan di koperasi terdapat distribusi peran efektif dimana peran satu dengan lainnya saling berhubungan dan juga saling mendukung. Bayangkan saja bila pengurus sudah melakukan yang terbaik untuk koperasi namun tidak disambut dengan baik oleh anggotanya, maka apa yang menjadi tujuan bersama mustahil bisa diwujudkan. Demikian pula sebaliknya, bila anggota solid dan memiliki komitmen tinggi namun tidak diikuti dengan sikap serupa dari pengurus, maka apa yang menjadi cita-cita bersama juga mustahil untuk diwujudkan. Inilah kebersamaan dalam koperasi yang menuntut adanya efekivitas peran dari semua unsur. Hal ini juga menegaskan bahwa “menjadi anggota koperasi” tidaklah terbatas pada terbangunnya hak atas ragam pelayanan dan manfaat dari koperasi, tetapi disaat bersamaan juga bermakna penerimaan tanggungjawab dalam menumbuhkembangkan organisasi dan perusahaan koperasi secara terus menerus. Oleh karena itu, efektivitas organisiasi/kelembagaan dan juga perusahaan koperasi sesungguhnya berawal dari berjalannya peran setiap unsur organisasi secara efektif. Untuk men-singkronkan peran-peran itu, maka perlu dikonstruktifkan ke dalam satu aturan main dimana setiap unsur organisasi memiliki tugas dan tanggungjawab yang jelas.  


E.  Mengkosntruktifkan Profesionalisme Dalam Koperasi  
Dalam rangka mengkonstruktifkan peran masing-masing unsur organisasi, koperasi perlu membuat SOP (Standar Operating Procedure) atau SOP (Standar Operating Managemen). SOP dan SOM ini berfungsi sebagai guide line (garis pemandu)  bagi segenap unsur organisasi dalam memainkan perannya dalam organisasi dan perusahaan. Dengan demikian,  kebersamaan dalam koperasi akan terkonstruktifkan ke dalam tahapan-tahapan langkah rasional dan terkoneksi satu sama lain serta menjadi satu kesatuan utuh yang mengarah pada penciptaan produktivitas koperasi, baik dalam konteks kebermanfaatan yang bisa dirasakan oleh anggota maupun tumbuhkembangnya koperasi sebagai sebuah perusahaan. Keberadaan SOP dan SOM juga menjadi alat untuk mengontrol pelaksanaan dan meng-evaluasi capaian kolektif sekaligus mengukur tingkat konsistensi dan efektivitas peran masing-masing. Intinya, SOP dan SOM mutlak diperlukan sebagai tools atau alat membangun profesionalisme dalam pengelolaan organisasi dan perusahaan koperasi. Dalam penyusunannya SOP dan SOM, disamping merujuk pada obyek aktivitas organisasi dan perusahaan,  juga wajib merujuk pada Jati Diri Koperasi sehingga SOP dan SOM yang dihasilkan tidak melenceng dari garis-garis perjuangan koperasi sebagai institusi pemberdayaan anggota.
Share this article :

Posting Komentar

.

 
Copyright © 2015. ARSAD CORNER - All Rights Reserved