MENGHIDUPKAN KEMBALI BUDAYA YANG TERKIKIS OLEH KEKINIAN ZAMAN | ARSAD CORNER

MENGHIDUPKAN KEMBALI BUDAYA YANG TERKIKIS OLEH KEKINIAN ZAMAN

Rabu, 05 Agustus 20150 komentar



MENGHIDUPKAN KEMBALI BUDAYA

YANG TERKIKIS OLEH KEKINIAN ZAMAN

Disampaikan pada acara penyuluhan koperasi di Desa Derik, Susukan, Banjarnegara yang diselenggarakan oleh Mahasiswa/i dalam pogram KKN (Kuliah Kerja Nyata), 06 Agustus 2015
 


A.  Menelaah Makna Luar Biasa Dari Kebersamaan


Satu batang sapu lidi tidak akan efektif membersihkan satu halaman, tetapi akan berbeda bila 200 batang sapu lidi di gabung dan di ikat maka bisa membersihkan halaman yang luas. Pohon tumbang yang melintang di jalan  tidak mungkin dipindahkan oleh satu orang saja, tetapi berbeda bila puluhan orang bersama-sama mengangkatnya. Satu orang normal tidak mungkin bisa mendorong truck yang sedang mogok, tetapi berbeda bila yang mendorong 15 atau 20 orang secara bersama-sama. Apa-apa yang tidak bisa dilakukan sendirian menjadi bisa bila dilakukan bersama-sama dan saling bahu membahu atas setiap beban yang datang.  Beberapa contoh diatas menunjukkan betapapun  beban berat akan terasa lebih ringan bila di gotong rame-rame. Tentu rame-rame yang dimaksud didalamnya terbangun dan terjaga semangat untuk menyatukan energi dan potensi. Pertanyaan menariknya adalah masih relevankah tema “kebersamaan”  ditengah perkembangan gaya hidup egois dan cenderung asik dengan dirinya sendiri?.



B.  Berawal Dari Keyakinan dan Kemauan

Banyak jalan desa yang berhasil dibangun lewat gotong royong dari warga setempat. Tidak hanya itu saja, jembatan yang melintasi sungai, pusat pemakaman, kebersihan lingkungan, sterilnya selokan desa dari genangan air, kesemuanya berhasil dibentuk berkat gotong royong segenap warga. Bahkan lomba panjat pinang yang sering digelar saat perayaan HUT Kemerdekaan RI pun memerlukan sistem gotong royong agar sampai ke puncak dan bisa meraih berbagai hadiah. Dahulu, saat musim panen juga sering diselenggarakan dengan sistem gotong royong dimana pengerjaan panen disawah atau diladang

dilakukan secara bergantian dari satu lahan ke lahan berikutnya. Dalam urusan membesuk penduduk yang sedang dirawat di rumah sakit juga sering menggunakan sistem gotong royong mulai dari menyewa mobil sampai dengan urunan bensin. 



Pola hidup “gotong –royong” sebenarnya sudah sangat familiar dengan kehidupan masyarakat Indonesia sejak dulu kala. Hanya saja, tanpa disadari “modernisasi zaman” telah mengikis semangat gotong royong dan mendorong sebagian masyarakat lebih asik dengan urusannya sendiri. Akibatnya, kerukunan dan kerekatan masyarakat perlahan mulai mengalami surut. Konflik sosial lebih gampang tersulut dan masyarakat lebih mudah terbelah menjadi beberapa kelompok yang tidak akur satu sama lain. Akankah kondisi semacam ini dibiarkan?. Ataukah realitas ini memunculkan kesadaran untuk menghidupkan kembali semangat gotong royong ditengah masyarakat?.



Ragam keresahan mungkin telah melekat di keseharian masyarakat seperti persoalan ekonomi , kemiskinan dan atau terlilit hutang, banyak anak putus sekolah karena kesulitan biaya, terjebaknya sebagian masyarakat yang memaksakan diri demi sebuah kata “hebat” atau “modern” dan persoalan-persoalan lainnya yang menjadi sumber keresahan. Keresahan semacam ini akan berujung frustrasi bila terus menerus dilakukan pembiaran. Pencerahan-pencerahan diperlukan baik dalam hal menghadapi maupun mengantisipasi keterulangan pada persoalan serupa. 



Agenda-agenda bertajuk “kepedulian dan kebersamaan” perlu dihidupkan kembali sebagai bagian dari upaya menumbuhkan rasa ke-kita-an di tengah-tengah masyarakat. Masyarakat perlu diingatkan kembali tentang nilai guna gotong royong dan juga pola hidup yang bijaksana. Dengan demikian, masyarakat tidak merasa sendirian di hidupnya dan kesetiakawanan membuatnya selalu merasa kuat dan optimis dalam menjalani hidup.  Langkah ini tidak terbatas hanya dalam urusan penyelesaian persoalan-persoalan jangka pendek tetapi juga sangat memungkinkan  membangun mimpi jangka panjang yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi, sosial dan budaya. 



Semua berawal dari keyakinan yang fiikuti kemauan setiap orang menumbuhkembangkan semangat kegotongroyongan dan kepedulian satu sama lain. Ketika setiap orang merasa bagian dari lainnya, maka perasaan ke-kita-an semacam ini akan membimbing pada kemanfatan-kemanfaatan yang terus tumbuh dan berkembang seiring meningkatnya kerekatan masyarakat.



C.  Agama dan Kebersamaan

Agama apapun menuntun penganutnya pada kebijaksanaan hidup. Agama selalu mengajarkan dan menuntun setiap pemeluknya  untuk memanfaatkan kesempatan hidup  tidak sekedar untuk membahagiakan dirinya sendiri, tetapi juga dianjurkan memperluas makna diri melalui pengembangan kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Oleh karena itu, tema “gotong royong” sesungguhnya sangat relevan bagi setiap insan yang mengakui dan masih memerlukan keberpihakan Tuhan dalam hidupnya. Oleh karena itu, nilai-nilai universal keagamaan seharusnya efektif menjadi penyemangat untuk menghidupkan atau meningkatkan kegotongroyongan masyarakat. Kebersamaan yang terbangun diatas nilai-nilai kebijaksanaan universal akan mendorong setiap orang di dalamnya mengembangkan kontribusinya secara optimal atas nama “keinginan berbuat baik”. Dengan demikian, saling mempercayai dan saling menghormati akan memungkinkan kebersamaan didorong ke dalam agenda-agenda produktif yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan bersama dalam arti luas.   

  

D. Meminum Obat Tolak Miskin

Siapapun tidak mau hidup dalam kemiskinan (baca: berada di ketidak mampuan), namun faktanya kemiskinan adalah bagian dari kenyataan masyarakat yang hampir selalu ada, baik kemiskinan materi maupu kemiskinan dalam arti luas. Hal menarik adalah men-soal apakah kemiskinan itu “akibat atau pilihan”?. Tentu tidak satupun yang akan mengatakan “pilihan”, walau sesungguhnya “hidup bermalas-masalan” atau “tidak mau belajar” adalah wujud nyata “memilih” untuk miskin.



Nalar  juga membenarkan bahwa tidak mungkin ada hasil bagi mereka yang memilih berdiam diri dalam arti tidak melakukan apapun dalam hidupnya. Artinya, melakukan sesuatu atau bekerja merupakan tiket untuk berpeluang meraih rezeki. Dalam bahasa vertikal, bekerja merupakan tiket seseorang untuk pantas diberi rezeki oleh Sang Pencipta. Jadi “bergerak atau melakukan sesuatu atau bekerja” merupakan obat tolak miskin yang paling rasional. Tentu dalam pelaksanaannya memerlukan ilmu pengetahuan dan pengalaman agar tidak menjadi seperti orang berjalan di kegelapan. Untuk itu, terus mengembangkan semangat belajar dan memperbanyak pengalaman  merupakan cara terbaik untuk mendapatkan hasil yang lebih baik pula.



E. “Menabung”  Sama Dengan Membangun Masa Depan

Hidup tidak hanya untuk hari ini saja, tetapi juga untuk hari esok. Kematian sepenuhnya hak Tuhan, tetapi sepanjang kesempatan hidup masih dipercayakan Sang Pencipta, manusia wajib mengoptimalkan akal dan fikirannya dalam mengelola hidup demi satu keberhasilan dan ragam kebahagiaan. Untuk itu, apa yang dilakukan dalam hidup tidaklah hanya untuk hari ini tetapi juga perlu difikirkan tentang hari esok dan selanjutnya. Dengan demikian, bila terjadi sesuatu diwaktu mendatang dimana fikiran dan badan tidak mungkin lagi diajak untuk bekerja, baik karena sakit atau karena sudah termakan usia, persediaan sudah ada dan siap menopang kebutuhan hidup. Oleh karena itu, ada baiknya membangun kesadaran menabung sejak dini.



Awalnya langkah ini pasti sulit dan memang menabung harus dipaksakan, tetapi akan terasa mudah dan ringan bila sudah jadi kebiasaan atau menjadi budaya hidup. Dibanyak agenda sosialisasi “gerakan menabung” selalu bermula dengan penolakan di awalnya, namun saat terbangun kesadaran tentang kemanfaatan dari aksi menabung, semangat manabung itu pun kemudian tumbuh dan berkembang.



Oleh karena itu, bagi mereka yang sudah memiliki kesadaran sebaiknya mengambil tanggungjawab untuk membentuk kesadaran lainnya sehingga mewujud menjadi budaya hidup masyarakat. Banyak tema yang bisa di usung sebagai sumber motivasi kesadaran, antara lain; (i) “menyisihkan uang belanja harian sejumlah Rp 1000/ hari” dikalangan para ibu rumah tangga (ii) “menyisihkan 5% omzet penjualan” di kalangan para pedagang; (iii) menyetorkan sebagian hasil panennya di kalangan para  petani; (iv) menyisihkan “uang jajan” di kalangan siswa/i sekolah dan lain sebagainya.         



F. Akumulasi Tabungan Sebagai Mesin Produksi Manfaat

Mungkin Rp 1000/hari tampak tidak seberapa dan bahkan mungkin lebih banyak daripada uang recehan yang disumbangkan ke pengemis saat berhenti di lampu merah setiap harinya. Namun, kala hal itu dilakukan 1000 orang bersama-sama, maka akumulasinya menjadi Rp 1juta/hari atau Rp 365 juta/tahun. Akumulasi ini menjadi lebih terasa kalau kemudian pemanfaatannya untuk hal-hal yang mendukung keseharian hidup masyarakat,seperti : (i) memberikan pinjaman tanpa jasa bagi keperluan-keperluan emergency seperti sakit dan lain sebagainya; (ii) memberikan “pinjaman modal murah” bagi para pedagang sehingga kapasitas usahanya menjadi lebih besar; (iii) melakukan pembelian “benih unggul” bagi para petani yang pembayarannya saat panen; (iv) memberikan “pinjaman tanpa jasa” untuk keperluan sekolah anak petani yang pelunasannya saat panen dan; (v) lain sebagainya yang mendatangkan kebermanfaatan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam arti luas. Banyak hal lain yang sekiranya bisa dilakukan dalam semangat gotong royong yang mendatangkan kemanfaatan langsung dalam kehiduan masyarakat. Bisa dibayangkan masyarakat akan hidup lebih efisien ketika tabungan itu diakumulasi dalam semangat kebersamaan dan saling percaya.



G. Bermula Dari Gerakan Membangun Kesadaran

Dahsyatnya kebersamaan diharapkan mampu mendatangkan energi baru untuk memulai dari diri sendiri dan mengajak lainnya untuk berbuat hal serupa sehingga menjadi budaya hidup bersama. Tentu diawali dengan pembangunan keasadaran dan mengkampanyekan nilai-nilai kebaikan dari budaya menabung, seperti menghindarkan diri dari perilaku konsumtif, menjadikan berpeluang merencanakan banyak hal di masa depan, melatihkan diri untuk disiplin yang memberi pengaruh positif dalam segala aspek kehidupannya dan lain sebagainya. Sementara itu, ketika kesadaran terakumulasi secara kolektif maka otomatis akan terbentuk lompatan kemanfaatan yang bisa dirasakan segenap yang terlibat di dalamnya. 



H. Penutup     

Nilai-nilai kebaikan yang nyata dari aksi kebersamaan dan kegotongroyongan merupakan pembenar untuk menghidupkan kembali semangat itu dalam diri setiap anggota masyarakat. Pendekatan berbasis  pembangunan kesadaran masyarakat menjadi tiket untuk mendatangkan kamauan dan daya dukung untuk mensukseskannya. Akumulasi kesadaran akan membentuk akumulasi tindakan yang kemudian menciptakan perluasan manfaat dari gerakan ini. Sekali lagi, semua berawal dari pembangunan dan penjagaan kesadaran masyarakat.



Demikian tulisan sederhana ini disampaikan sebagai bagian dari upaya  membangun kembali semangat kegotongroyongan yang tampaknya telah terkikis oleh kekinian zaman. Semoga menginspirasi energi untuk membangun ketauladanan satu sama lain sehingga terbentuk kesadaran baru dikalangan masyarakat yang berujung peningkatan perasaan ke-kita-an diantara masyarakat. Amin.
Share this article :

Posting Komentar

.

 
Copyright © 2015. ARSAD CORNER - All Rights Reserved