MENGHIDUPKAN KEMBALI BUDAYA
YANG TERKIKIS OLEH KEKINIAN ZAMAN
A. Menelaah Makna Luar Biasa Dari Kebersamaan
Satu batang sapu lidi tidak akan efektif membersihkan satu halaman, tetapi akan berbeda bila 200 batang sapu lidi di gabung dan di ikat maka bisa membersihkan halaman yang luas. Pohon tumbang yang melintang di jalan tidak mungkin dipindahkan oleh satu orang saja, tetapi berbeda bila puluhan orang bersama-sama mengangkatnya. Satu orang normal tidak mungkin bisa mendorong truck yang sedang mogok, tetapi berbeda bila yang mendorong 15 atau 20 orang secara bersama-sama. Apa-apa yang tidak bisa dilakukan sendirian menjadi bisa bila dilakukan bersama-sama dan saling bahu membahu atas setiap beban yang datang. Beberapa contoh diatas menunjukkan betapapun beban berat akan terasa lebih ringan bila di gotong rame-rame. Tentu rame-rame yang dimaksud didalamnya terbangun dan terjaga semangat untuk menyatukan energi dan potensi. Pertanyaan menariknya adalah masih relevankah tema “kebersamaan” ditengah perkembangan gaya hidup egois dan cenderung asik dengan dirinya sendiri?.
B. Berawal
Dari Keyakinan dan Kemauan
Banyak jalan desa yang berhasil dibangun lewat gotong royong dari warga
setempat. Tidak hanya itu saja, jembatan yang melintasi sungai, pusat pemakaman,
kebersihan lingkungan, sterilnya selokan desa dari genangan air, kesemuanya berhasil
dibentuk berkat gotong royong segenap warga. Bahkan lomba panjat pinang yang
sering digelar saat perayaan HUT Kemerdekaan RI pun memerlukan sistem gotong
royong agar sampai ke puncak dan bisa meraih berbagai hadiah. Dahulu, saat
musim panen juga sering diselenggarakan dengan sistem gotong royong dimana
pengerjaan panen disawah atau diladang
dilakukan secara bergantian dari satu
lahan ke lahan berikutnya. Dalam urusan membesuk penduduk yang sedang dirawat
di rumah sakit juga sering menggunakan sistem gotong royong mulai dari menyewa
mobil sampai dengan urunan bensin.
Pola hidup “gotong –royong” sebenarnya sudah sangat familiar dengan
kehidupan masyarakat Indonesia sejak dulu kala. Hanya saja, tanpa disadari “modernisasi
zaman” telah mengikis semangat gotong royong dan mendorong sebagian
masyarakat lebih asik dengan urusannya sendiri. Akibatnya, kerukunan dan
kerekatan masyarakat perlahan mulai mengalami surut. Konflik sosial lebih
gampang tersulut dan masyarakat lebih mudah terbelah menjadi beberapa kelompok
yang tidak akur satu sama lain. Akankah kondisi semacam ini dibiarkan?. Ataukah
realitas ini memunculkan kesadaran untuk menghidupkan kembali semangat gotong
royong ditengah masyarakat?.
Ragam keresahan mungkin telah melekat di keseharian masyarakat seperti
persoalan ekonomi , kemiskinan dan atau terlilit hutang, banyak anak putus
sekolah karena kesulitan biaya, terjebaknya sebagian masyarakat yang memaksakan
diri demi sebuah kata “hebat” atau “modern” dan
persoalan-persoalan lainnya yang menjadi sumber keresahan. Keresahan semacam
ini akan berujung frustrasi bila terus menerus dilakukan pembiaran.
Pencerahan-pencerahan diperlukan baik dalam hal menghadapi maupun mengantisipasi
keterulangan pada persoalan serupa.
Agenda-agenda bertajuk “kepedulian dan kebersamaan” perlu
dihidupkan kembali sebagai bagian dari upaya menumbuhkan rasa ke-kita-an di
tengah-tengah masyarakat. Masyarakat perlu diingatkan kembali tentang nilai
guna gotong royong dan juga pola hidup yang bijaksana. Dengan demikian,
masyarakat tidak merasa sendirian di hidupnya dan kesetiakawanan membuatnya
selalu merasa kuat dan optimis dalam menjalani hidup. Langkah ini tidak terbatas hanya dalam urusan
penyelesaian persoalan-persoalan jangka pendek tetapi juga sangat
memungkinkan membangun mimpi jangka
panjang yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara
ekonomi, sosial dan budaya.
Semua berawal dari keyakinan yang fiikuti kemauan
setiap orang menumbuhkembangkan semangat kegotongroyongan dan kepedulian satu
sama lain. Ketika setiap orang merasa bagian dari lainnya, maka perasaan
ke-kita-an semacam ini akan membimbing pada kemanfatan-kemanfaatan yang terus
tumbuh dan berkembang seiring meningkatnya kerekatan masyarakat.
C. Agama
dan Kebersamaan

D. Meminum Obat Tolak Miskin
Siapapun tidak mau hidup dalam kemiskinan (baca: berada di ketidak
mampuan), namun faktanya kemiskinan adalah bagian dari kenyataan masyarakat
yang hampir selalu ada, baik kemiskinan materi maupu kemiskinan dalam arti
luas. Hal menarik adalah men-soal apakah kemiskinan itu “akibat
atau pilihan”?. Tentu tidak satupun yang akan mengatakan
“pilihan”, walau sesungguhnya “hidup bermalas-masalan” atau “tidak mau belajar”
adalah wujud nyata “memilih” untuk miskin.
Nalar juga membenarkan bahwa tidak
mungkin ada hasil bagi mereka yang memilih berdiam diri dalam arti tidak
melakukan apapun dalam hidupnya. Artinya, melakukan sesuatu atau bekerja merupakan
tiket untuk berpeluang meraih rezeki. Dalam bahasa vertikal, bekerja merupakan tiket
seseorang untuk pantas diberi rezeki oleh Sang Pencipta.
Jadi “bergerak atau melakukan sesuatu atau bekerja” merupakan obat
tolak miskin yang paling rasional. Tentu dalam pelaksanaannya memerlukan ilmu
pengetahuan dan pengalaman agar tidak menjadi seperti orang berjalan di
kegelapan. Untuk itu, terus mengembangkan semangat belajar dan memperbanyak
pengalaman merupakan cara terbaik untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik pula.
E. “Menabung”
Sama Dengan Membangun Masa Depan
Hidup tidak hanya untuk hari ini saja, tetapi juga untuk hari esok.
Kematian sepenuhnya hak Tuhan, tetapi sepanjang kesempatan hidup masih
dipercayakan Sang Pencipta, manusia wajib mengoptimalkan akal dan fikirannya
dalam mengelola hidup demi satu keberhasilan dan ragam kebahagiaan. Untuk itu,
apa yang dilakukan dalam hidup tidaklah hanya untuk hari ini tetapi juga perlu
difikirkan tentang hari esok dan selanjutnya. Dengan demikian, bila terjadi
sesuatu diwaktu mendatang dimana fikiran dan badan tidak mungkin lagi diajak
untuk bekerja, baik karena sakit atau karena sudah termakan usia, persediaan sudah
ada dan siap menopang kebutuhan hidup. Oleh karena itu, ada baiknya membangun
kesadaran menabung sejak dini.
Awalnya langkah ini pasti sulit dan memang menabung harus dipaksakan,
tetapi akan terasa mudah dan ringan bila sudah jadi kebiasaan atau menjadi
budaya hidup. Dibanyak agenda sosialisasi “gerakan menabung” selalu bermula dengan
penolakan di awalnya, namun saat terbangun kesadaran tentang kemanfaatan dari
aksi menabung, semangat manabung itu pun kemudian tumbuh dan berkembang.
Oleh karena itu, bagi mereka yang sudah memiliki kesadaran sebaiknya
mengambil tanggungjawab untuk membentuk kesadaran lainnya sehingga mewujud menjadi
budaya hidup masyarakat. Banyak tema yang bisa di usung sebagai sumber motivasi
kesadaran, antara lain; (i) “menyisihkan
uang belanja harian sejumlah Rp 1000/ hari” dikalangan para ibu rumah
tangga (ii) “menyisihkan 5% omzet penjualan” di kalangan para pedagang; (iii)
menyetorkan sebagian hasil panennya di kalangan para petani; (iv) menyisihkan “uang jajan” di
kalangan siswa/i sekolah dan lain sebagainya.
F. Akumulasi Tabungan Sebagai Mesin Produksi Manfaat
Mungkin Rp 1000/hari tampak tidak seberapa dan bahkan mungkin lebih banyak
daripada uang recehan yang disumbangkan ke pengemis saat berhenti di lampu
merah setiap harinya. Namun, kala hal itu dilakukan 1000 orang bersama-sama,
maka akumulasinya menjadi Rp 1juta/hari atau Rp 365 juta/tahun. Akumulasi ini
menjadi lebih terasa kalau kemudian pemanfaatannya untuk hal-hal yang mendukung
keseharian hidup masyarakat,seperti : (i) memberikan pinjaman tanpa jasa bagi keperluan-keperluan
emergency seperti sakit dan lain sebagainya; (ii) memberikan “pinjaman
modal murah” bagi para pedagang sehingga kapasitas usahanya menjadi
lebih besar; (iii) melakukan pembelian “benih unggul” bagi para petani yang
pembayarannya saat panen; (iv) memberikan “pinjaman tanpa jasa” untuk keperluan
sekolah anak petani yang pelunasannya saat panen dan; (v) lain sebagainya yang
mendatangkan kebermanfaatan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam
arti luas. Banyak hal lain yang sekiranya bisa dilakukan dalam semangat gotong
royong yang mendatangkan kemanfaatan langsung dalam kehiduan masyarakat. Bisa
dibayangkan masyarakat akan hidup lebih efisien ketika tabungan itu
diakumulasi dalam semangat kebersamaan dan saling percaya.
G. Bermula
Dari Gerakan Membangun Kesadaran
Dahsyatnya kebersamaan diharapkan mampu mendatangkan energi baru untuk
memulai dari diri sendiri dan mengajak lainnya untuk berbuat hal serupa
sehingga menjadi budaya hidup bersama. Tentu diawali dengan pembangunan
keasadaran dan mengkampanyekan nilai-nilai kebaikan dari budaya menabung, seperti
menghindarkan diri dari perilaku konsumtif, menjadikan berpeluang merencanakan
banyak hal di masa depan, melatihkan diri untuk disiplin yang memberi pengaruh
positif dalam segala aspek kehidupannya dan lain sebagainya. Sementara itu,
ketika kesadaran terakumulasi secara kolektif maka otomatis akan terbentuk
lompatan kemanfaatan yang bisa dirasakan segenap yang terlibat di
dalamnya.
H. Penutup
Nilai-nilai kebaikan yang nyata dari aksi kebersamaan dan kegotongroyongan
merupakan pembenar untuk menghidupkan kembali semangat itu dalam diri setiap
anggota masyarakat. Pendekatan berbasis pembangunan
kesadaran masyarakat menjadi tiket untuk mendatangkan kamauan dan daya
dukung untuk mensukseskannya. Akumulasi kesadaran akan membentuk akumulasi
tindakan yang kemudian menciptakan perluasan manfaat dari gerakan ini. Sekali
lagi, semua berawal dari pembangunan dan penjagaan kesadaran masyarakat.
Demikian tulisan sederhana ini disampaikan sebagai bagian dari upaya membangun kembali semangat kegotongroyongan
yang tampaknya telah terkikis oleh kekinian zaman. Semoga menginspirasi energi
untuk membangun ketauladanan satu sama lain sehingga terbentuk kesadaran baru
dikalangan masyarakat yang berujung peningkatan perasaan ke-kita-an diantara
masyarakat. Amin.
Posting Komentar
.