9 (Sembilan) Bulan Ibu-Ibu Itu Tidak
Pernah Bolong
Sepenggal
Perjalanan....
Sekitar
9 (sembilan) bulan lalu, penulis mengangkat tentang awalan sebuah karya kolektif
sederhana dari sekolompok ibu-ibu rumah tangga yang tergabung dalam
organisasi dasa wisma sledri, Desa Pabuaran,
Kec.Purwokerto Utara, Kab.Banyumas, Prop.Jawa Tengah.
Lewat
tajuk "mengurangi belanja 1000/hari", ibu2 ini menyelenggarakan
tabungan harian. Sebagaimana ide
baru, awalnya gagasan ini ditolak sebagian dari anggota dasawisma yang
berjumlah 17 (tujuh belas) ibu rumah
tangga ini. Namun setelah dijelaskan bahwa ini bukan tentang uang
tetapi
mengajak “belajar bersama” untuk “mengendalikan ingin” dan menghindarkan diri terjebak
menjadi “pribadi yang konsumtif”, akhirnya semua bersepakat untuk
men-coba program ini. Sebagai awalan, sang ketua dasawisma meng-ikhlaskan diri
untuk keliling mengutip tabungan setiap hari
dari satu rumah ke rumah berikutnya. Hasilnya cukup menggembirakan,
semua anggota memiliki tingkat ketaatan 100% dimana tidak satupun dari mereka
yang absen menabung Rp 1.000/hari. Bulan kedua, pola pengutipan tabungan
dirubah melalui rapat bulanan dasawisma. Mereka bersepakat untuk
Pada
akhirnya, menabung semacam ini sudah mencapai titik habit (kebiasaan). Tiap
pagi saat hendak belanja harian ke pasar, ibu-ibu itu sudah terbiasa mengurangi
Rp 1.000 dan memasukkannya ke dalam wadah mangkok yang tertempel di depan rumah
masing-masing. Artinya, setiap pagi para ibu ini selalu diingatkan oleh
kesadarannya sendiri untuk tidak terjebak dalam pola hidup konsumtif yang
merupakan semangat awal yang ditanamkan kala program ini bermula.
Hari kemarin,
tepatnya 8 Sgustus 2015, mereka
mengundang penulis untuk me-refresh dan memotivasi semangat dari program ini. Dalam forum itu tersampaikan
keinginan mereka meningkatkan pola
pengelolaan keuangan dasawisma menjadi lebih baik, sebab dilingkaran dasawisma
ini sebelumnya juga sudah ada program lainnya sehingga memerlukan
er-integrasian ke dalam satu sistem manajemen sederhana dan mudah dimengerti
oleh segenap warganya. Dalam kesempatan itu, penulis menyampaikan apresiasi
atas capaian yang sudah ditorehkan. Disamping itu, penulis juga mencoba
menyampaikan tentang gagasan “pemanfaatan bijak” dari tabungan ini. Penulis
menekankan bahwa menekankan bahwa budaya menabung semacam ini pasti sulit untuk dilakukan dab bahkan
sering harus dipaksakan pada awalnya. Penulis juga menekankan kembali bahwa
sesungguhnya gerakan ini bukan tentang uang, tetapi lebih merupakan upaya dalam
membangun karakter positif dalam konsumsi yang berujung dengan imbas luas
seperti kedisiplinan, kemampuan menahan
ingin, kemampuan merencanakan hidup lebih baik, kerukunan dan lain
sebagainya. Oleh karena itu, kalau
kemudian ada perencanaan pemanfaatan tabungan ini hendaklah memperhatikan niat
awalnya. Kalaupun kemudian akumulasi tabungan dimanfaatkan untuk memberi
pinjaman kepada sesama anggota dasawisma, maka harus diingat agar jangan sampai
pinjaman yang diberikan justru menjadikan hidup anggota lebih susah atau
merusak nilai-nilai kebijaksanaan yang sudah terbangun dari proses menabung
semacam ini. Oleh karena itu, penulis mengusulkan agar pinjaman yang diberikan
lebih untuk persoalan-persoalan emergency dan juga mendorong anggota lebih
produktif. Hal ini untuk menghindari terjadinya pinjaman yang peruntukannya
bersifat konsumtif. Pemberian pinjaman juga bukan dimaksudkan untuk meraih margin
keuntungan dari jasa pinjaman, tetapi lebih didasarkan atas semangat
tolong menolong satu sama lain. Dengan demikian, persoalan emergency dapat
teratasi dan kegiatan-kegiatan produktif anggota dapat didorong untuk lebih
berkembang melalui pinjaman yang diberikan.
Apresiasi
Tinggi Atas Konsistensi
9
(sembilan) bulan program menabung Rp 1.000/hari ini secara kontinue berhasl dijalankan
oleh 17 (tujuh belas) orang ibu-ibu yang terhimpun dalam Dasawisma Sledri ini. Selama itu pula ibu-ibu
tersebut tidak pernah bolong dalam menabung Rp 1.000 setiap
harinya. Ada informasi menarik di rapat bulanan sebelumnya dimana ibu-ibu
tersebut merencanakan untuk meningkatkan tabungan harian menjadi Rp 2.000/hari terhitung
mulai November 2015 nanti. Gagasan peningkatan angka ini menggambarkan tingkat kesadaran anggota terhadap
makna dan dampak positif program ini terhadap hidup mereka dalam arti luas.
Dikesempatan
itu, penulis juga sempat melihat secarik kertas laporan bulanan yang
menunjukkan angka Rp 4.607.000,oo (empat
juta enam ratus tujuh ribu rupiah). Mungkin jumlah ini tidak seberapa bila
dibandingkan dengan tabungan pribadi-pribadi mereka dan bahkan bila
dibandingkan dengan tabungan para pembaca blog ini. Namun, semangat kolektif yang
terbangun dan nilai-nilai yang terbangun bersamaa dengan proses yang terus
mereka jalankan sesungguhnya letak kedahsyatan program ini. Kerukunan
yang menguat dan kerekatan sosial semacam
ini menjadi modal sosial yang baik dan bisa
dikembangkan ke arah yang lebi besar.
Intrepretasi
dan Imajinasi Penulis
Tulisan tentang Wisma
Sledri Ini merupakan yang ketiga kalinya dalam blog ini. Penulis memang sangat
concern mengikuti perjalanan program ini dan menjadikan semacam penelitian
kecil-kecilan. Sampai detik ini, setikdanya beberapa kesimpulan sementara bisa
didapat, antara lain :
- Fakta kecil ini setidaknya menyumbang jawaban atas banyak hipotesa yang mengatakan bahwa di kekinian zaman masyarakat cenderung egois, asik dengan dirinya sendiri dan susah diajak membangun sebuah kebersamaan.
- Fakta kecil ini terbukti berdampak pada peningkatan kerekatan sosial dan rasa pesaudaraan antara satu dengan lainnya. Kalau kemudian ini menjadi semangat satu daerah untuk melakukannya, maka masyarakat tidak akan mudah lagi dipecah belah oleh isu-isu menyesatkan. Bahkan mungkin dalam skala nasional bisa menekan gerakan-gerakan separatis yang menyulut dis-integritas sebagai sebuah bangsa.
- Kemauan memulai dari kecil sesungguhnya awalan untuk bisa mengagendakan hal-hal besar lainnya. Bisa dibayangkan kalau apa yang dilakukan wisma sledri menginspirasi lainnya untuk melakukan hal serupa, maka ketika suatu waktu di konsolidasikan akan terkumpul angka dahsyat yang bisa dimanfaatkan menyelesaikan persoalan-persoalan yang meresahkan masyarakat seperti terjebak pada rentenir, terlilit hutang dan persoalan ekonomi lainnya. Bisa dibayangkan, bila menabung Rp 1.000/ hari ini dilakukan satu juta orang, maka dipastikan dalam setahun terkumpul Rp 365 Milyar, sebuah angka yang bisa dimanfaatkan untuk membangun karya-karya kolektif yang tidak saja membuat hidup masyarakat lebih efisien tetapi juga bisa dimanfaatkan dalam hal memaksimalkan potensi sebuah daerah dan mendatangkan multi effect termasuk menurunnya angka pengangguran. Apalagi katanya Indonesia masih butuh pertumbuhan angka wirausahawan baru sebesar 0,9%, maka hal ini pun akan menjadi sangat berpeluang.
Singkat kata, fakta
ini menggiring untuk berkesimpulan bahwa jalan membangun kemandirian kolektif
masyarakat sesungguhnya terbuka lebar
sepanjang ada kemauan bersama dan segera memulainya dalam bentuk tindakan
nyata. Tidak perlu apriori atau ber-apologi karena itu hanya menjauhkan untuk
memulai sesuatu yang baik.


Posting Komentar
.