MEN-SOAL POSISI “GURU”
DALAM PANDANGAN ORANG TUA SISWA/I
Alhamdulillah artikel ini masuk dalam majalah AZKIYAH edisi Agustus 2015, sebuah majalah sekolah Yayasan Al-Irsyad Purwokerto yang menaungi sekolah Paud Al-Irsyad Purwokerto, TK Al-Irsyad Purwokerto, SD Al-Irsyad 01 Purwokerto, SD Al-Irsyad 02 Purwokerto, SMP Al-Irsyad dan SMA IT Al-Irsyad Purwokerto. Siapa tahu bisa menginspirasi kebaikan bagi segenap sahabat pembaca, penulis kemudian menyajikan artikel ini dalam blog.
A. Riak di kala liburan tiba

Adakah hal ini dirasakan sebagian besar orang tua yang
memiliki putera/i masih dalam usia sekolah?. Mungkin kurang bijak untuk
menyimpulkan bahwa semua orang tua memiliki keluhan serupa. Namun, beberapa
celetukan bertema sama itu telah menginspirasi lahirnya tulisan sederhana ini,
dengan harapan bisa memantik untuk sekejap berkontemplasi tentang peran guru
dalam stabilitas iklim sebuah keluarga dalam makna luas.
Mungkin, saat anak-anak bersekolah, ritme dalam sebuah
keluarga tergiring pada pola yang cenderung stabil. Setelah sarapan pagi,
bergegas mengantar anak sekolah dan sebagian orang tua yang bekerja sekaligus
melanjutkan perjalanan menuju tempat kerja. Saat pulang kerja, biasanya
sekalian mampir menjemput putera/i nya di sekolah. Sore harinya semua anggota
keluarga berkumpul di rumah. Siklus demikian terus berulang sepanjang masa
sekolah anak-anak berlangsung.
Namun demikian, siklus semacam ini beberapa minggu tak
berlaku kala putera/i nya memasuki masa libur sekolah. Bagi keluarga yang
kebetulan hanya ayahnya yang bekerja, kondisi ini tidak begitu mengkhawatirkan
sebab masih ada istri di rumah yang mengawasi keseharian putera/i nya. Hanya
saja, para ibu rumah tangga pasti menjadi lebih repot saat masa liburan itu
datang. Namun, hal sangat berbeda akan didapati ketika istrinya pun kebetulan
bekerja. Kekhawatiran pun mulai muncul dan ketidaktenangan di tempat kerja pun
tak bisa di elakkan. Ragam tanya muncul di kepala saat jam kerja berlangsung,
Fikiran menjadi tidak fokus dan cenderung mengkhawatirkan tentang anak-anak di
rumah. Akibatnya, tak jarang para orang
tua bergantian mengambil cuti agar ketenangan bisa di rasakan. Persoalan muncul
lagi tatakala anak-anak mulai bosan di rumah dan mulai membisikkan keinginan
untuk jalan-jalan keluar kota, mengunjungi tempat wisata dan atau berlibur di
tempat sanak saudara. Pernik-pernik semacam ini sepertinya hampir mewarnai
kehidupan sebuah keluarga saat liburan tiba. Oleh karena itu, rata-rata orang
tua sangat mendukung kala sekolah meng-agendakan liburan panjang dengan
kegiatan-kegiatan out bond, pesantran
kilat dan aktivitas sejenis lainnya.
B. Sekilas Memakna Peran Sekolah dan Guru
Sekolah adalah institusi yang fokus aktivitas nya
menyelenggarakan pendidikan terhada segenap peserta didik, baik berkaitan
dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan maupun pendidikan karakter. Intinya,
sekolah adalah tempat dimana segenap siswa/i di tempa agar memiliki kapasitas diri
mumpuni yang kemudian menjadi modal penting untuk meraih masa depan yang cerah,
berinteraksi di tengah kehidupan masyarakat yang plural dan juga membangun keyakinan
tentang perlunya mendekatkan diri pada Allah
SWT. Akan tetapi, kala merujuk pada keluhan sebagian orang tua di sub bahasan
sebelumnya, ternyata sekolah bukan hanya tempat menyekolahkan anak, tetapi
tenpa disadari telah menjadi tempat
penitipan anak sehingga orang tua memiliki waktu cukup untuk bekerja guna memenuhi
kebutuhan keluarga dan mengembangkan berbagai mimpi tentang sebuah hidup. Bukti
sederhananya adalah munculnya keresahan setiap kali liburan sekolah saat dimana
anak-anak tidak ada yang mengawasinya di rumah . Makna baru lainnya pun akan tertemukan lagi ketika kesadaran vertikal
muncuk dimana anak adalah sebentuk amanah dari Allah SWT yang juga menjadi
bagian yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT di yaumil akhir nanti. Dalam tinjauan ini,
sekolah telah menjadi partner strategis orang tua dalam menyelesaikan
tanggungjawabnya di hadapan Sang Khalik.
Dalam tinjauan yang sama pula, anak adalah yang akan menjadi salah satu penolong
saat hidup didunia di cukupkan oleh Allah melalui do’a-di’a mereka. Dalam hal
ini, sekolah pun telah menjadi bagian penting yang menyiapkan perserta didiknya
menjadi anak yang sholeh/ah yang senantiasa melantunkan do’a untuk orang
tuanya.
Terbayang betapa lelahnya menjadi seorang Ustadz/Ustadzah
yang setiap hari disibukkan dengan karakter siswa/i beragam. Target yang
dibebankan tidak terbatas tersampaikannya ragam mata pelajaran, tetapi juga
harus bisa di mengerti dan difahami oleh segenap siswa/i. Belum lagi, kala
salah satu atau beberapa siswa sedang ngadat, Ustadz/Ustadzah pun harus
mengeluarkan ratusan jurus agar siswa/i tersebut mau masuk ke dalam kelas dan
mengikuti pelajaran sebagaimana seharusnya. Tidak hanya sampai di situ, kala
semua siswa/i sudah masuk dalam kelas, bukan berarti iklim pasti kondusif.
Beberapa siswa/i terkadang suka menggoda temennya sehingga mengganggu
khidmadnya proses pemelajaran. Hal ini pun memaksa para Ustadz/Ustadzah memeras
orak agar iklim belajar kembali normal. Mungkin, tidak berlebihan kalau acungan
jempol disematkan kepada para Ustadz/Ustadzah yang memiliki kesabaran
kebijaksanaan dan tidak mengenal kata menyerah
untuk terus mencerdaskan siswa/i nya. Wajar pula kalau kemudian peribahasa
memposisikan guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.
Kurang bijak rasanya kalau kemudian peran ini hanya dibebankan
sepihak kepada sekolah lewat para ustadz/ustadzah yang berupaya keras dan tak
kenal lelah. Para orang tuapun harus mengambil inisiatif sehingga tercipta
situasi saling mendukung. Hal ini pun dipastikan akan meningkatkan efektivitas
pembentukan kapasitas dan karakter seorang anak. Kemampuan yang dititipkan
Allah SWT untuk memenuhi segala persyaratan administratif berseragam Al Irsyad
tidaklah cukup menjadi alasan pembenar
untuk kemudian memasrahkan sepenuhnya tanpa inisiatif dan daya dukung nyata orang
tua terhadap kesukesan proses pemelajaran di sekolah. Adalah benar kalau
keseharian orang tua juga telah disibukkan dengan aktivitas rutin demi
keterpenuhan ragam kebutuhan keluarga. Namun hal itu pun bukan alasan untuk
kemudian cuek dan mencukupkan partisipasi sebatas memenuhi kewajiban kepada
sekolah. Anak-anak itu juga perlu disemangati hingga lebih berenerdi saat
memasuki arena sekolah. Anak-anak itu juga perlu di kontrol perkembangannya
sehingga tahu apa yang harus di bantu agar sang anak lebih bisa mengikuti
segala proses pemelajaran di sekolah. Anak itu juga perlu diapresiasi orang
tuanya tiap kali memperoleh nilai bagus dan atau berhasil membuat karya. Anak
itu juga perlu di dengar suara hatinya, perlu diberi tepuk tangan saat dia
memperontonkan kebisaannya dengan bangga. Anak itu juga perlu di besarkan
jiwanya dikala sedang kurang beruntung saat ujian. Satu hal yang pantas di
catat, orang tua lah sesungguhnya yang paling kenal karakter seorang anak.
Orang tua pula lah yang seharusnya lebih mengetahui cara terbaik untuk
menyemangati dan memberi motivasi kepada anak agar lebih berprestasi.
C. Penghujung Menggiring Ke Kebijaksanaan
Secara egois mungkin hal ini tak perlu di buat rumit
dengan cukup mengutarakan satu kalimat tanya, “bukankah persoalan pendidikan memang tugas yang melekat pada seorang
guru?”. Kalimat itu memang betul dan tidak ada yang bisa membantah
kebenarannya. Mungkin ada baiknya sekejap mengingat seberapa sering diantara
para orang tua terpancing emosi kala di rumah terjadi perselisihan antara
seorang anak dengan adik atau kakaknya. Juga berapa perlu di ingat berapa kali
terjebak dalam khilaf saat sang anak berulah dan tetap berulah
serupa walau sudah dinasehati berkali-kali. Sekarang coba dibayangkan bagaimana
seorang Ustadz/Ustadzah yang setiap harinya berhadapan dengan minimal 30
siswa/i dengan karakter yang berbeda-beda. Tentu mejalankan peran sebagai
Ustadz/Ustadzah itu sangat tidak mudah. Bisa dibayangkan bagaimana sulitnya
mengheningkan suasana kelas agar kondusif untuk proses belajar mengajar
(pemelajaran) , betapa perlunya ragam akal untuk membuat seisi kelas fokus pada
apa yang dijelaskan oleh Ustadz/Ustadzah, betapa sulitnya saat diantara siswa
terjadi perselisihan faham yang tak jarang tergiring ke aksi adu mulut dan
bahkan fisik. Dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan, ustadz/ustadzah terus berupaya
untuk selalu mencerdaskan segenap anak didiknya. Apapun kondisinya, apapun
keadaannya dan bahkan saat ustadz/ustadzh juga harus berfikir tentang
dinamika kehidupan dirinya dan
keluarganya sendiri, keadaan selalu
menuntut mereka untuk tetap konsisten berdiri tegak sebagai seorang pendidik
dan juga motivator. Dalam benak Ustadz/ustadzah pun tidak mengenal kata jera, mutung,
marah dan atau benci terhadap siswa/i
nya. Bahkan mereka harus tetap
tersenyum, berada dikebijakan dan terus menyemangati saat mendapati anak
didiknya sedang bad mood, galau,
tidak bersemangat dan ogah-ogahan dalam mengikuti pelajaran. Mereka selalu melakukannya dengan sepenuh hati dan ketulusan yang
senantiasa terjaga.
Atas dasar itu, sesungguhnya kurang bijak kala para orang
tua menyerahkan segala sesuatunya kepada para Ustadz/Ustadzah. Diperlukan kerja
sama dan komunikasi intensif antara para orang tua dan para Ustadz/Ustadzah sehingga
lebih mudah memahami karakter siswa/i nya dan lebih gampang merumuskan “cara terbaik” untuk mendidik para
siswa/inya. Bukankah orang tua adalah palang pintu pertama proses pendidikan terhadap
seorang anak itu bermula?. Bukankah rumah adalah tempat pertama kali seorang
anak mendapat asupan pendidikan dalam arti luas?. Oleh karena itu, kesesuaian
pola sangat diperlukan hingga mewujud efektivitas dalam membentuk pengetahuan,
wawasan dan karakter seorang anak. Singkat kalimat, pendidikan memerlukan
sinergitas antara orang tua dan Ustadz/Ustadzah. Karena pada akhinya, anak dan
orang tua juga yang akan mendapat paling banyak manfaat dari proses pendidikan
yang di selenggarakan oleh sekolah.
Sebagai pengingat dan bahan perenungan bersama, para
ustadz/Ustadzah telah menjadi bagian penting dari proses perkembangan anak.
Mereka telah berbuat banyak hal dan menjadi bagian penting penentu kualitas
anak-anak. Kalau sang anak adalah menjadi sumber bahagia, maka secara tidak
langsung peran Ustadz/Ustadzah begitu besar dalam mempengaruhi kebahagiaan
sebuah keluarga,
Semoga pengingat dalam bentuk tulisan sederhana ini membentuk
atau meningkatkan kebijaksanaan berpandangan, bersikap dan sekaligus
memposisikan “para Ustadz/Ustadzah” dalam mindset para orang tua segenap
peserta didik.
Amin Ya
Robbal ‘Alamin.
Posting Komentar
.