70 (TUJUH PULUH TAHUN)
TIDAK BERMAKNA TUA BANGKA
 70 tahun lalu, Indonesia
mendeklarasikan diri sebagai negara berdaulat. Deklarasi ini ditandai dengan  aksi
heroic para pendiri bangsa yang diwakili oleh proklamator Soekarno-Hatta.
Ditilik dari sejarah yang tertulis, sungguh perjuangan tak mudah mendirikan negara ini. Pengorbanan
jiwa,raga,harta,kehilangan keluarga dan sanak saudara menjadi bagian yang tak
terpisahkan dan tidak pantas dilupakan siapapun yang masih mengaku rakyat Indonesia,
khususnya mereka yang hidup di zaman "mengisi kemerdekaan". Sikap semacam ini tidak hanya bentuk penghargaan dan penghormatan setinggi-tingginya kepada
segenap pahlawan yang sudah bersusah payah berjuang merebut kemerdekaan, tetapi juga sebagai tonggak semangat dan muasala kesadaran mengembangkan 
inisiatif untuk mengisi kemerdekaan  dengan warna ke-Indonesiaan.
70 tahun lalu, Indonesia
mendeklarasikan diri sebagai negara berdaulat. Deklarasi ini ditandai dengan  aksi
heroic para pendiri bangsa yang diwakili oleh proklamator Soekarno-Hatta.
Ditilik dari sejarah yang tertulis, sungguh perjuangan tak mudah mendirikan negara ini. Pengorbanan
jiwa,raga,harta,kehilangan keluarga dan sanak saudara menjadi bagian yang tak
terpisahkan dan tidak pantas dilupakan siapapun yang masih mengaku rakyat Indonesia,
khususnya mereka yang hidup di zaman "mengisi kemerdekaan". Sikap semacam ini tidak hanya bentuk penghargaan dan penghormatan setinggi-tingginya kepada
segenap pahlawan yang sudah bersusah payah berjuang merebut kemerdekaan, tetapi juga sebagai tonggak semangat dan muasala kesadaran mengembangkan 
inisiatif untuk mengisi kemerdekaan  dengan warna ke-Indonesiaan.
Dipenghujung kontemplasi atas HUT RI-70 ini, sempat terbersit ragam tanya yang diinspirasi oleh rasa kagum
atas karya monumental para pejuang kemerdekaan bernama “Indonesia” yang antara lain:
- Bagaimana para pahlawan kemerdekaan berproses sehingga berhasil mendefenisikan ribuan pulau menjadi satu nama "Indonesia" dan kemudian diakui dunia;
- Bagaimana para pejuang dan pendiri bangsa ini sukses menyatukan semangat dan membangkitkan keikhlasan berkorban untuk satu nama "Indonesia";
- Bagaimana para pejuang membangun rasa takut mencekam sehingga penjajah mencukupkan cengkramannya atas negeri yang dikenal kaya sumber daya alam ini;
- Adakah pemilihan waktu untuk menyatakan kemerdekaan bermula dari kecerdasan para pejuang melihat realitas Hirosima dan Nagasaki yang luluh lantah oleh bom atom sehingga Jepang jatuh diketidakberdayaan dan kemudian memilih menyerah kepada sekutu yang dipimpin amerika?.
Banyak ragam tanya lainnya yang kian menegaskan kekaguman,kecerdasan,kebrilianan,
keberanian dan kenekatan  para pendiri
negeri ini. Mereka sangat tepat dalam pemilihan waktu untuk menyatakan sebuah "kemerdekaan" dan sekaligus mendeklarasikan sebuah negara bernama
"Indonesia". Atas segala hal yang menakjubkan itu, sungguh tak
ada alasan untuk menyia-nyiakan apa yang telah diwariskan para pejuang bangsa
ini kepada segenap rakyat Indonesia yang hidup di zaman sekarang ini.
Dalam takaran waktu
terhitung sejak kemerdekaan dinyatakan, maka negeri ini genap berumur
70 tahun di tanggal 17 agustus 2015 . Dalam takaran manusia, tentu usia ini sudah tak muda lagi dan bahkan
hampir pasti sudah dipanggil kakek atau nenek oleh cucu-cucunya. Berbeda konteks kenegaraan, usia 70 tahun bisa bukan berarti tua, tetapi justru momentum untuk mengakseleasi segala potensi bagi pensejahteraan
rakyat dalam arti yang seluas-luasnya.
 Mungkin kitik atau bisa juga wujud kepedulian yang mewujud dalam pendapat yang menyatakan “perasaan kebangsaan dan bangga sebagai bangsa Indonesia”
sudah pudar . Namun kesimpulan itu tampaknya perlu dikaji ulang. Lihatlah
bagaimana semaraknya rakyat menyambut kedatangan 17 Agustus 2015 ini.
Kesakralan 17 Agustus masih memiliki nilai magis begitu kuat. Artinya rakyat masih cinta, peduli dan bangga  akan bangsanya. Lihatlah di seluruh pelosok negeri ini begitu banyak
di gelar perayaan menyambut HUT Kemerdekaan
 RI dan ragam agenda diselenggarakan, baik  oleh pemerintah maupun atas inisiatif
masyarakat dengan pola ke-swadayaan.
Mungkin kitik atau bisa juga wujud kepedulian yang mewujud dalam pendapat yang menyatakan “perasaan kebangsaan dan bangga sebagai bangsa Indonesia”
sudah pudar . Namun kesimpulan itu tampaknya perlu dikaji ulang. Lihatlah
bagaimana semaraknya rakyat menyambut kedatangan 17 Agustus 2015 ini.
Kesakralan 17 Agustus masih memiliki nilai magis begitu kuat. Artinya rakyat masih cinta, peduli dan bangga  akan bangsanya. Lihatlah di seluruh pelosok negeri ini begitu banyak
di gelar perayaan menyambut HUT Kemerdekaan
 RI dan ragam agenda diselenggarakan, baik  oleh pemerintah maupun atas inisiatif
masyarakat dengan pola ke-swadayaan. 
Menarik untuk
mencermati dan memakna ke-swadayaan yang ditunjukkan masyarakat
di  seluruh pelosok negeri ini, sebab ralitas ini merupakan fakta penting dan bahkan  membuat merinding. Bagaimana tidak,
ke-swadayaan masyarakat semacam ini tidak hanya diperkotaan saja, tetapi juga di pedeseaan dan bahkan  sampai ke tingkat RT (Rukun Tetangga). Tergelarnya ragam aksi dan resepsi perayaan tersebut merupakan buah langsung dari permusyawaratan
langsung diantara anggota masyarakat itu sendiri. 
Atas hal ini, setidaknya ada beberapa
catatan kecil yang membuat kita bangga sebagai sebuah bangsa, yaitu :   
1. Keterselenggaraan ragam kegiatan swadaya masyarakat sampai ketingkat RT ini
merupakan fakta nyata tentang kualitas interaksi sosial antar anggota
masyarakat.  Keakraban dan persaudaraan
diantara anggota masyarakat mengandung makna bahwa rasa persatuan dan kesatuan serta
kebanggaan rakyat terhadap negaranya begitu kuat. Kondisi menggembirakan ini tentu menjadi berita buruk bagi siapapun dan negara manapun yang berniat memecah belak negeri bhinneka tunggal ika ini.  
2.    
Banyaknya ragam kreasi
yang ditampilkan masyarakat dalam rangka perayaan HUT RI Ke-70 ini merupakan
fakta betapa kayanya kreasi anak negeri dan juga menjadi gambaran bahwa
anak-anak negeri ini memiliki potensi dn juga energi untuk membangun Indonesia. Oleh karena itu,
tidak ada alasan untuk merasa rendah diri atau bahkan berkiblat dengan bangsa lain sebab potensi
anak negeri ini sudah menjadi modal penting untuk bersanding dan bahkan bersaing dengan negara lain. PR nya adalah bagaimana
potensi-potensi hebat itu memiliki saluran atau ruang yang tepat sehingga budaya
kreativitas menjadi bagian gaya hidup segenap penghuni bumi Indonesia tercinta
ini.   
 3.   
Ke-swadayaan yang meng-inspirasi. Ke-swadayaan masyarakat dalam menggelar ragam aksi perayaan
tentu tidak lepas dari kontribusi materil, baik berupa uang maupun barang. Rasa perstauan dan bangga menjadi  bagian dari Indonesia telah mendorong kerelaan
dan keikhlasan  berkorban.  Bisa
dibayangkan kalau satu RT (Tukun tetangga) saja menggelar aksi menghabiskan
total rata-rata Rp 3.000.000,oo/RT, dengan asumsi satu RT beranggotakan 50
sampai dengan 50 kepala rumah tangga, maka masing-masing kepala keluarga
telah berkontribusi rata-rata Rp 75.000,oo/warga (kombinasi antara kontribusi sumbangan
uang langsung dan tidak langsung).  Penulis
kemudian mencoba iseng googling di internet, didapat informasi lebih kurang ada 75.000
Desa di Indonesia. Kalau saja, masing-masing desa memiliki 40 RT, maka ada 3 juta
RT diseluruh Indonesia. Kalau rata-rata pegelaran perayaan HUT RI secara
swadaya mencapai rata-rata Rp 3 juta/RT, maka akumulasi swadaya masyarakat untuk perayaan HUT RI
ke-70 terhimpun sejumlah Rp 9 Triliun. Sebuah angka yang fantastic
dan menakjubkan. Kalau berfikir lebih jauh, Rp 9 Triliun cukup untuk membangun beberapa
industri yang akan melahirkan kesempatan kerja dan multyplier effect bagi
kehidupan perekonomian masyarakat. Tetapi, kali ini Rp 9T itu memang sudah dipergunakan
oleh masyarakat sebagai wujud rasa bangga mereka sebagai bagian dari Indonesia.
3.   
Ke-swadayaan yang meng-inspirasi. Ke-swadayaan masyarakat dalam menggelar ragam aksi perayaan
tentu tidak lepas dari kontribusi materil, baik berupa uang maupun barang. Rasa perstauan dan bangga menjadi  bagian dari Indonesia telah mendorong kerelaan
dan keikhlasan  berkorban.  Bisa
dibayangkan kalau satu RT (Tukun tetangga) saja menggelar aksi menghabiskan
total rata-rata Rp 3.000.000,oo/RT, dengan asumsi satu RT beranggotakan 50
sampai dengan 50 kepala rumah tangga, maka masing-masing kepala keluarga
telah berkontribusi rata-rata Rp 75.000,oo/warga (kombinasi antara kontribusi sumbangan
uang langsung dan tidak langsung).  Penulis
kemudian mencoba iseng googling di internet, didapat informasi lebih kurang ada 75.000
Desa di Indonesia. Kalau saja, masing-masing desa memiliki 40 RT, maka ada 3 juta
RT diseluruh Indonesia. Kalau rata-rata pegelaran perayaan HUT RI secara
swadaya mencapai rata-rata Rp 3 juta/RT, maka akumulasi swadaya masyarakat untuk perayaan HUT RI
ke-70 terhimpun sejumlah Rp 9 Triliun. Sebuah angka yang fantastic
dan menakjubkan. Kalau berfikir lebih jauh, Rp 9 Triliun cukup untuk membangun beberapa
industri yang akan melahirkan kesempatan kerja dan multyplier effect bagi
kehidupan perekonomian masyarakat. Tetapi, kali ini Rp 9T itu memang sudah dipergunakan
oleh masyarakat sebagai wujud rasa bangga mereka sebagai bagian dari Indonesia.
 
Fakta kerekatan sosial masyarakat, rasa bangga menjadi bagian dari
Indonesia dan ragam ekspresi kreatif dalam rangka perayaan HUT RI ke-70,
cukup untuk menyimpulkan bahwa: 
- negara ini memiliki modal kuat untuk terus melangkah sebagai sebuah bangsa yang berdaulat dan bermartabat;
- ragam kreativitas karya yang tergelar juga menjadi alasan kuat untuk membangun kejayaan negeri ini diatas kemampuan dan potensi kreatif yang melekat pada masyarakat Indonesia dan;
- angka Rp 9 T merupakan fakta tidak terbantahkan bahwa sesungguhnya masyarakat bisa dimobilisasi untuk melahirkan karya-karya kolektif yang tidak hanya berdimensi jangka pendek, tetapi juga berdimensi luasbagi kehidupan bangsa dan masyarakat itu sendiri. Penggalian dan pengayaan metode perlu dilakukan sehingga kebersamaan ini mewujud menjadi kolektivitas produktif yang tidak sebatas temporal tetapi berdimensi luas dan jangka panjang.
sebagai bagian dari Indonesia raya, setiap insan harus
buktikan bahwa angka 70 bukanlah bermakna tua renta tetapi merupakan momentum kematangan tekad dan
kebulatan semangat untuk membangun Indonesia yang bermartabat berdaulat dan men-sejahterakan rakyat...Jayalah
negeriku....Dirgahayu Indonesia ke-70....
Sumber Gambar: 
 gambar lambang-lambang dirgahayu RI hasil googling 
https://www.google.co.id/search?q=hut+kemerdekaan+ri+2015
https://www.google.co.id/search?q=hut+kemerdekaan+ri+2015




 
 
Posting Komentar
.