Men-TEMA-kan “SISTER CITY”
Kali ini, penulis ikut menjadi
peserta FGD (Focus Group Discussion) mewakili KADIN (Kamar Dagang Indudtri)
Kabupaten Banyumas. FGD ini dinisiasi oleh para Dosen jurusan HI (Hubungan
Internasional), FISIPOL Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto Jawa Tengah
dengan memilih tempat di meeting room Red Chilli Restoran, tepatnya tanggal 17
Juni 2015, sejak pukul 09.00 WIB sd 13.30 WIB. FGD ini diikuti oleh Para Dosen penggagas; Pihak Swasta yang
diwakili oleh organisasi Kadin Banyumas dan; Pihak Pemkab Banyumas yang
diwakili oleh; Bapak Eko kepala Bappeda
(Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah), Bapak Komari dari DPKAD, Bapak Jadmiko
dari Dinas budaya dan pariwisata dan utusan dari Dinas ESDM.
FGD kali ini men-temakan
tentang “SISTER CITY” dengan nara sumber utama
Bapak Takdi Ali Mukti, seorang pakar “SISTER CITY” yang kesehariannya
berprofesi sebagai dosen tetap di UMY (Universitas Muhammadiyah Yogyakarta). Paparan
beliau dimulai dengan apresiasinya terhadap keterumusan CITY BRANDING Banyumas
yang mengambil tagline “Better
Banyumas”. Menurut beliau, penetapan tagline “Better Banyumas” ini merupakan kredo baru yang
menggeser “mindset”
Banyumas. Hal ini juga dinilai beliau sebagai lompatan kesadaran untuk outward looking yang perlu diikuti
dengan langkah-langkah konkrit, sistematis dan terintegritas ke dalam
perwujudan semangat yang ada dalam tagline
“Better Banyumas”. Tentang pemaknaan
Outward looking, beliau mereferensi pada rumusan Paul yang mendefenisikan
sebagai upaya mendorong terciptanya perdagangan bebas, strategi promosi dilakukan
untuk menciptakan pasar ekspor melalui efisiensi dan penghapusan distorsi
perdagagan dunia. Sejalan dengan semangat city branding banyumas yang baru dan
juga menjelang pemberlakuan MEA (Masyarakat Ekonomi Asean), gagasan tentang “Sister City” dinilai menjadi sangat penting. Kerjasama persahabatan antar kota, antar daerah, antar negara diyakini sebagai langka yang akan mengakselerasi pembangunan sebuah daerah dalam segala bidang. Namun demikian, beliau juga menyamaikan kritik terhadap kerjasama yang terbangun sering kurang memperhatikan efisiensi dan ketepatan partner yang dipilih sehingga tidak “sister city” yang terbangun tidak menemukan titik efektivitasnya. Oleh karena itu guidence dierlukan dalam menjalin kemitraan mutual, baik antar kota, antar daerah dan juga antar negara.
Dalam presentasinya, Bapak
Takdir Ali Mukti juga menekankan bahwa Banyumas merupakan daerah yang memiliki potensi
luar biasa, khususnya dibidang pertanian, tourism dan lokasi
industri. Untuk itu, potensi luar biasa ini perlu dikemas sedemikian rupa sehingga
menjadi menarik alias marketable serta mengundang keinginan banyak pihak untuk
datang berkunjung, berpartner atau berinvestasi di Banyumas. Untuk mendukung
hal tersebut, beliau menyarankan 4 (empat) hal, yaitu :
1. Menyusun Contry Profile sehingga lebih mudah
mengakses segala potensi yang melekat pada sebuah daerah.
2. Membuat website yang
bilingual (dua bahasa), sehingga mempermudah negara-negara lain untuk mengerti
tentang sebuah daerah.
3. Pemda menguatkan
institusi penanganan kerjasama daerah dengan SDM yang memadai.
4. Menyusun kajian Akademik tentang pihak asing/pemda asing yang
potensial untuk diajak berkerjasama.
Dalam paparannya, beliau juga
ber-ide agar Banyumas dikaji untuk menjadi propinsi di masa mendatang. Size wilayah
yang begitu luas memungkinkan layanan berpotensi tidak managabe. Beliau mencoba menguatkan gagasannya dengan membandingkan
Banyumas dan Propinsi DIY dimana luas wilayahnya 40% dari Propinsi DIY dan jumlah
penduduknya pun hampir 50% dari jumlah
penduduk DIY. Menurut beliau, beberapa wilayah jawa Tengah itu layak dijadikan propinsi, seperti Semarang,
Tegal, Solo, Banyumas dan lains sebagainya.
Namun beliau juga menyadari pemekaran sebuah wilayah bukanlah perkara mudah dan
pasti menemukan berbagai hambatan seperti ketakutan penurunan PAD (Pendapatan Asli
Daerah) dan tentu juga akan menyentuh persoalan politik.
Sesi diskusi dilanjutkan pasca
paparan nara sumber. Berbagai respon atas gagasan ini mengemuka dari segenap
peserta yang hadir. Intinya, semua apreciate
terhadap gagasan penyusunan konsep “SISTER CITY” sebagai bagian dari cara untuk
meng-akselerasi percepatan pembangunan, khususnya di Kab. Banyumas.
Akhirnya, FGD ini melahirkan
satu semangat untuk kemudian menyusun konsep “SISTER CITY” atau persahabatan antar kota
dalam satu daerah, antara daerah dalam satu negara, anata antar kota dengan
kota di negara lain. Penyusunan konsep ini tentu mereferensi pada berbagai
faktor yang mempengaruhi sebuah daerah, mulai potensi sampai dengan hambatan
yang ada. Disisi lain, persahabatan yang terbangun idealnya tidak sebatas antar
government yang satu dengan government yang lain, tetapi juga diharapkan
terjadi persahabatan antara masyarakat satu daerah dengan masyarakat di daerah
lainnya. Dengan demikian format “SISTER CITY” ini akan efektif mengakselerasi
perkembangan sebuah daerah dalam arti luas. Untuk itu, dalam proses penyusunan
konsepnya, idealnya melibatkan masyarakat dan segenap stake holder.
Dalam penutupannya, moderator FGD
menyampaikan bahwa FGD kali ini baru sebuah awalan untuk kemudian
ditindaklanjuti ke dalam langkah-langkah berikut sampai tersusunnya konsep “SISTER CITY” Kab. Banyumas.
NB. Penulis Arsad Corner juga memasukkan
beberapa isi dari tulisan tentang SISTER CITY yang di publish oleh: http://ri2naelah.blogspot.com/2010/10/kebijakan-sister-city-surabaya-seattle.html?m=1,
Kebijakan Sister city Surabaya-Seattle
Posting Komentar
.