Ketika 2 (dua) Punggawa Kopma Unnes Semarang Menjemput Konsep “Dapur Umum” | ARSAD CORNER

Ketika 2 (dua) Punggawa Kopma Unnes Semarang Menjemput Konsep “Dapur Umum”

Minggu, 25 Januari 20150 komentar




”Bang…Pagi ini baru mau start dari semarang?”..begitu bunyi sms di pagi hari, tepatnya minggu jam 05.03. SMS ini merupakan lanjutan komunikasi awal di minggu lalu. Berhubung aku tertidur setelah subuhan,  sms itu baru ter-respon jam 08.37 wib. Kujawab dengan singkat sekaligus bernada tanya :"oke bos...naik apa?". Kutanyakan hal ini untuk menakar kira-kira jam berapa mereka sampai di Kota Purwokerto, sebab  biasanya diperlukan  waktu tempuh sekitar 5 sampai 6 jam kalau dari Kota Semarang bila menggunakan alat transportasi umum.  "naik motor bang. ini sampai di Somagede...".

What..??, seketika aku terkaget mengetahui kalau mereka naik roda 2 (dua) dan berkesimpulan awal kalau kawan-kawan ini bener-bener nekat. Tetapi, aku  mencoba menepis kekagetan itu dan meng-apresiasi sebagai bagian dari bentuk ekspresi dan semangat  anak muda dalam memperjuangkan sebuah idealisme.

Tepat jam 10.27 wib, 2 (dua) punggawa Kopma Unnes (Koperasi Mahasiswa Univ. Negeri Semarang) ini sampai di rumah. Mas Agus yang saya kenal sebagai ketua Kopma Unnes, Semarang kemudian memperkenalkan  Mas Faris yang merupakan ketua Kopma Unnes yang baru saja terpilih namun belum dilantik. Kemudian saya persilahkan masuk dan disambut dengan salaman 3 (tiga) lelakiku yang sedang asik dengan mainan game di komputer. 

Hmm..baru saja beberapa menit duduk, Mas Agus dan Mas Faris menyerahkan oleh-oleh  khas semarang yaitu wingko dan bandeng presto. Sepertinya kedua pejuang kopma ini pengen ke sorga dengan membuat seneng tuan rumah lewat buah tangannya...semoga pembaca tak iri atas pemaparan fakta indah di awal tulisan ini...he2

Setelah berkisah ringan seputar perjalanan menuju purwokerto, diskusipun mulai berlangsung dalam suasana santai dan mengalir. Karena kedua kawan ini adalah aktivis koperasi, tentu pembicaraan dipastikan tidak  jauh dari seputar ber-koperasi khususnya di kalangan mahasiswa/i Univ Negeri Semarang.

Dalam prolog awalnya, Mas Agus menyampaikan bahwa keikutsertaan Mas Faris ke Purwokerto merupakan  bagian dari upaya memperkaya inspirasi sehingga memiliki bahan yang cukup untuk diaplikasikan di Kopma Unnes saat nanti beliau mulai memangku jabatannya selaku Ketua Kopma Unes. 


Revitalisasi Mindset Sebagai Core Gagasan

Seperti Kopma pada umumnya di negeri ini, pasang surut spirit kader menjadi kekahwatiran sendiri dari Mas Agus dan Mas Faris. Hal ini disadari sebagai dampak belum efektifnya pola kederisasi sehingga konsistensi semangat dan dinamika bergagasan maupun berkarya  menjadi factor penghambat. Adanya kecenderungan beberapa kopma di Tanah air yang mulai terpinggirkan oleh kepentingan Universitas yang lebih besar, juga menjadi bagian dari kekhawatiran kedua aktivis Kopma Unnes ini.  Atas dasar itulah, kedua aktivis ini datang jauh-jauh ke Purwokerto untuk sharing gagasan  dan sekaligus memantik kreativitas yang lebih beragam.

Setelah mendengar prolog dari Mas Agus yang dilengkapi oleh Mas Faris, saya mencoba merespon dengan kalimat-kalimat yang sekiranya bisa menyemangati dan sekaligus menepis ragam keraguan.  Aku memulai dengan statemn bahwa kelahiran karya sesungguhnya adalah buah dari semangat yang terjaga dan terus tumbuh. Sekilas aku menjelaskan bahwa koperasi itu kumpulan orang yang berkomitmen untuk hidup bersama. Aku pun menegaskan bahwa fokus berkoperasi itu sesungguhnya mencerdaskan sehingga pendidikan menjadi kuci  keberhasilan berkoperasi, Lewat mencerdaskan anggota akan lahir berbagai gagasan yang pada akhirnya meningkatkan kualitas hidup mereka yang sering didefenisikan dengan kata “kesejahteraan”.

Dari pembacaan ini, lahirnya unit-unit layanan yang terkemas dalam perusahaan koperasi sesungguhnya berawal dari gagasan dan cerminan kebutuhan yang serupa dari mayoritas anggota. Dengan demikian,  perusahaan dalam koperasi sesungguhnya bukan tujuan ber-koperasi, tetapi difungsikan sebagai media/sarana pemenuhan aspirasi dan kebutuhan anggota. Nalar semacam ini juga menegaskan bahwa sehubungan dengan kelahiran unit layanan koperasi berawal dari aspirasi mayoritas anggota yang juga pemilik, maka aktivitas pemasaran koperasi sudah terkonstruktifkan bersamaan diputuskannya pilihan-pilihan aktivitas produktif yang disetujui mayoritas anggota.

Oleh karena itu, pendidikan harus diefektifkan bagi keterbentukan pemahaman atau persepsi sama tentang apa itu koperasi, agenda-agenda yang diperjuangkan atas nama kepentingan bersama dan menekankan relevansi kuat antara pendidikan dan perluasan manfaat yang akan diperoleh seluruh anggota koperasi. Dalam hal ini, pendidikan diharapkan menjadi inspirasi lahirnya aspirasi-aspirasi cerdas  dari anggota dan saat hal itu mewujud maka aktivitas koperasi akan menjadi tak terbatas seiring berkembangnya kebutuhan dari para anggotanya. Sedikit berkelakar memecah suasana, aku mengkisahkan saat ditanya salah seorang peserta di sebuah pelatihan mengapa toko swalayan sebuah koperasi sulit maju. Saat itu aku  jawab toko swalayan koperasi lambat berkembang karena anggotanya berselingkuh. Mereka memiliki toko sendiri di koperasi tetapi berbelanja di toko yang lain. Pengkisahan ini mengundang tawa sekaligus pembenaran dari Mas Agus maupun Mas Faridz.

Tentang konsistensi spirit dari segenap kader Kopma, hal itu merupakan akibat langsung dari belum terpolanya kaderisasi secara sistematis. Untuk itu, pendefenisian motif  harus dilakukan pertama kali sehingga setiap aktivis Kopma ter-edukasi tentang motif-motif rasional yang bisa diharapkan dari berjalannya Kopma. Pendefenisian motif ini harus mencerminkan adanya hubungan yang pasti antara ber-kopma dengan kecerahan masa depan segenap pejuangnya. Artinya, proses-proses yang berlangsung di kopma harus difahami sebagai bagian dari pembentukan kapasitas diri yang akan memperbesar peluang para pejuang Kopma untuk lebih eksis di era pasca kampus dimana setiap diri dari mereka akan berjuang untuk sebuah hidup atau masa depan. Dengan demikian, ber-kopma tidak akan dibaca sebagai pengganggu proses kuliah, sebab Ber-kopma adalah tindakan cerdas meng-efektfikan waktu bermain. Demikian pula dengan raihan IP (Indeks Prestasi) juga tidak memiliki relevansi  atau factor penghalang, tetapi justru  mempertinggi peluang meraih IP lebih tinggi karena proses penalaran yang terus mengalami perkembangan lewat ragam aktivitas yang dijalankan dalam lingkungan Kopma. Saat pemahaman dan pemaknaan ber-kopma semacam ini sudah berhasil di massif kan ke seluruh kader kopma, maka semangat dan motivasi tinggi akan berimplikasi langsung pada pertumbuhan  karya-karya di lingkungan Kopma.

Disisi lain, pola kaderisasi harus dibentuk sebagai tindak lanjut dari pendefenisian motif. Sistem kaderisasi harus efektif memainkan peran sebagai penjaga konsistensi bara semangat juang dan sekaligus pemantik kreativitas. Untuk itu, pola kaderisasi harus memberi peluang bagi setiap orang untuk menemukan potensi dirinya dan mengembangkannya dalam ruang yang memiliki kesesuaian dengan visi dan misi Kopma secara kelembagaan.  Pada situasi dimana seseorang bisa menemukan dirinya dalam penugasannya sebgai aktivis kopma, maka saat itulah orang tersebut akan merasa enjoy dan loyalitas terhadap kopma terbangun dan senantiasa terjaga. Kala hal ini sukses dilakukan, maka disamping kebermanfaatan kopma terus tumbuh bersamaan dengan tumbuhkembangnya karya, kapasitas kadernya pun terus mengalami perkembangan seiring dengan perluasan aktivitas yang di slenggarakan.     


Kemauan sebagai Kunci  

Semua orang ingin berada diketinggian tertentu tetapi tidak semua dari mereka berkeinginan sungguh-sungguh berjuang untuk keinginan itu. Dengan kata lain, sering kali seseorang memiliki harapan tetapi melakukan hal-hal yang justru kontraproduktif terhadap ketercapaian harapan itu sendiri. Sukses hanya bagi mereka yang sabar dan ulet berproses. Sukses hanya bagi mereka yang ikhlas mentahapi satu demi satu dan belajar dari setiap kesalahan yang pernah dilakukan. Untuk semua itu, “kemauan” adalah kunci atau penentunya.

Berikut diberikan illustrasi sederhana ketika kemauan terbangun dan senantiasa terjaga konsistensinya :
Dalam membangun sebuah Kopma, 50 (lima puluh) orang mahasiswa/i berkomitmen “memindahkan” kebiasaan makan dari warung ke dapur umum kopma yang mereka miliki bersama. Ide ini berawal dari analisa sederhana dimana usaha warung makan itu biasanya memiliki margin rata-rata 30%. Dengan demikian, dengan biaya setiap kali makan diwarung rata-rata Rp 7.000/orang, maka potensi margin yang disumbangkan ke pemilik warung adalah Rp 2.100/orang per hari. Andai kemudian di kelola dalam bentuk satu dapur umum dengan mempekerjakan 1 (satu) orang tukang masak, maka perhitungannya menghasilkan tabungan yang tidak terfikirkan sama sekali sebelumnya sebagaimana di jelaskan dalam bentuk berihitungan berikut ini :



Untuk tujuan mensukseskan program “dapur umum” tersebut, kemudian disepakati bahwa syarat menjadi anggota kopma cukup dengan 2 (dua) syarat saja:  (1) Berkomitmen untuk mengikuti program “dapur umum” secara konsisten dan; (2) Sanggup menyerahkan satu gelas, satu piring, satu sendok dan satu garpu.

Contoh diatas menegaskan  hal sesunggguhnya yang dilakukan hanya “memindahkan” kebiasaan makan di warung ke “dapur umum”  yang dimiliki bersama. Artinya, ini hanya merubah kebiasaan saja dan modal utamanya adalah “kemauan”. Bahkan tidak perlu membayar SP (Simpanan Pokok) dan iuran rutin  SW (Simpanan Wajib).

Kalau melihat table diatas, maka untuk satu dapur umum beranggotakan 50 (lima puluh orang) saja, bila ingin mengembangkan kemanfaatannya lewat manajemen akumulasi tabungan, maka tiap 3 (tiga) bulan mereka bisa membeli satu mesin cuci sehingga bisa menyelenggarakan “laundri berjama’ah” secara gratis. Begitu seterusnya dan bisa dikembangkan ke aktvitas-aktvitas lainnya yang merupakan kebutuhan mayoritas anggota yang berstatus mahasiswa. Bahkan, ketika hal-hal mendasar sudah terpenuhi dan dapur umum sudah berkembang 10 (sepuluh) unit misalnya, maka dengan Rp 25 juta/bulan ( 10*Rp 2.500.000/dapur umum) bisa merencanakan banyak hal seperti; pengembangan diri anggota lewat kegiatan seminar, lokakarya, pendidikan dan pelatihan kewirausahaan, pendelegasian ke kopma atau ke koperasi lain guna meningkatkan pengetahuan, study tour, membantu temen yang kesulitan membayar SPP dan lain sebagainya. Bahkan dalam obrolan santai itu, saya sempat berkelakar bukan tidak mungkin kemudian Kopma memberikan “bea siswa gratis” S2 bagi calon dosen di kampusnya. Mas Agus dan Mas Faris pun tersenyum atas kelakar liar saya.

Satu hal yang menjadi catatan, gagasan sederhana berbentuk “dapur umum” ini dipastikan akan memandirikan kopma secara finansial, meng-otonomikan kopma secara aktivitas dan bahkan me-nol kan ketergantungan kopma terhadap universitas. Disisi lain, hal ini juga akan berpengaruh pada kualitas kehidupan sosial mahasiswa yang mengagungkan kebersamaan dan mengikis sifat egois atau individualis. Intinya, “dapur umum” tidak sekedar menciptakan “makan yang efisien” tetapi juga memantik kecerdasan-kecerdasan tak terbatas.

Semua hanya bermodalkan “kemauan”. Oleh karena itu, kalau kemudian kopma tidak berkembang, persoalan utama sesungguhnya bukan pada ketidakmampuan tetapi mutlak pada tidak terbangunnnya “kemauan” kolektif. Kalau kemudian ada alasan-alasan lain, pasti hal itu hanya apologi atau excuse dan atau alasan yang lebih buruk yaitu saling menyalahkan satu satu sama lain. 

Penghujung yang menjebak

Setelah menunaikan sholat berjama’ah, kemudian saya mengajak Mas Agus dan Mas Faridz untuk makan siang. Selanjutnya, kami field trip kecil-kecilan ke 2 (dua) contoh karya yang kebetulan dibangun bermodalkan semangat, yaitu; (1) Kopkun (Koperasi Kampus Unsoed) dengan 3 (tiga)  swalayannya yang tersebar di 3 (tiga) lokasi dan; (2) Swalayan BK (Boersa Kampus)  yang lahir dari kebersamaan beberapa orang aktivis Unsoed di tahun 1997.

Kamu mulai mengunjungi Kopkun 2 (dua) yang berlokasi di Jalan dr.Soeparno, Karangwangkal. Disana, kedua pendekar Kopma Unnes ini sempat berbincang-bincang dengan beberapa part timer yang juga mahasiswa dan sekaligus anggota kopkun. Saat naik ke lantai 02, mereka juga sempat berdiskusi singkat dengan para volulenteer kopkun yang terorganisasi dalan “Student Committe/Komite mahasiswa”. Setelah mengambil beberapa dokumentasi, kami melanjutkan perjalanan ke Kopkun 3 (tiga) yang berlokasi di Desa Teluk. Swalayan di titik ini memiliki market yang berbeda yaitu masyarakat umum, sebab lokasinya berada didekat perumahan penduduk. Mereka juga menyempatkan diri naik ke lantai 02 dan melihat ruang Kopkun Institute dimana para kader-kader Kopkun di didik untuk menjadi loyalis Kopkun. Mungkin ruang ini lebih tepat disebut “brain wash room”. Sesudah ber-fhoto, kami kemudian melanjutkan perjalanan ke Kopkun 1 (satu) yang ber-alamat di Jalan H.R. Boenyamin, Purwokerto. Lokasi swalayan yang satu ini berdekatan dengan Kampus Unsoed. Di sini, mereka juga sempat bertegur sapa sesaat dengan Sang GM, yaitu Mr.Sony. Akhirnya, kunjungan terakhir di lakukan ke Swalan Boersa Kampus (BK). Untuk yang terakhir ini, kami tidak sempat turun dan hanya melihat dari luar saja dikarenakan waktu yang terbatas dan harus segera pulang lagi ke Semarang.    

Setelah sampai kembali ke rumah, Mas Agus dan Mas Faridz kemudian berkemas untuk sia-siap pulang. Diraut wajah mereka tampak menjadi lebih bersemangat. Sepertinya 1000 mimpi kemudian terbangun untuk  mewarnai Kopma Unnes, Semarang.

Akhirnya saya menekankan kembali bahwa semua berawal dari “kemauan”. saya pun mengingatkan tentang etika ber-ilmu yaitu mengamalkan dan mengajarkannya kembali. Menjelang jam 16.00 wib, Mas Agus dan Mas Faris berpamitan dan memacu kendaraan bermotor untuk kembali ke Kota Semarang. Sebuah semangat belajar punggawa Kopma Unnes yang sangat menginspirasi……..Sukses untuk kalian.

Semoga pemaparan perjalanan singkat kalian di kota Mendoan  dalam bentuk tulisan sederhana ini akan menjadi pemantik semangat bagi segenap pejuang Kopma (Koperasi Mahasiswa) di tanah air Indonesia. Amin  
Share this article :

Posting Komentar

.

 
Copyright © 2015. ARSAD CORNER - All Rights Reserved