“BERSAMA MEMPERLUAS ASA”
Disampaikan
pada acara rembukan yang di inisiasi mahasiswa/i KKN UNSOED Tahun Ajaran
2015/2016 di Desa Pekiringan, Kec
Karangmoncol, Kab. Purbalingga, Prop. Jawa Tengah, 29 Januari 2015
A. Sisi
“Luar Biasa” dari sebuah kebersamaan
Sering
orang terjebak pada kekeliruan berfikir bahwa sendiri itu lebih berpeluang
meraih sukses. Mungkin dalam hal kemerdekaan berfikir dan bertindak betul,
tetapi dalam hal pertahanan cenderung lemah dan bahkan mudah tumbang. Banyak orang terjebak dalam “ke-aku-an” dan
menghindari “ke-kita-an”. Dengan ke-aku-an”, orang tersebut meyakini akan
mendapat penghormatan yang tak tergoyahkan. Mungkin benar pada awalnya, tetapi
ketika badai menghantam maka “ke-aku-an” itu akan berhadapan dengan angin besar
yang tidak hanya menumbangkan tetapi melemparkan jauh ke titik yang tidak
berpengharapan.
Mungkin,
kita belum terlatih bersama, membangun mimpi bersama, menyatukan energi,
berbagi tugas dalam mewujudkannya. Kita belum terlatih untuk saling mempercayai
satu sama lain, sehingga kita dijauhkan dari potensi lompatan capaian yang jauh
lebih berpengharapan. Layaknya sebatang lidi tak akan bisa membersihkan
setumpuk kotoran dalam waktu cepat. Namun, hasil berbeda akan didapat bila 200
batang lidi disatukan dalam ikatan kuat
dimana bukan hanya setumpuk sampah yang bisa diselesaikan bahkan satu halaman
pun bisa dibersihkan. Sama halnya dengan
ketika seorang penjual kelapa yang menyewa truk untuk mengirim barang
dagangannya, maka dia akan menanggung sendiri biaya pengiriman. Mungkin tidak akan menjadi persoalan ketika
truk terisi penuh, tetapi kalau yang terisi hanya setengah, maka biaya angkut
per buah akan lebih mahal. Berbeda
ketika dia bersama pedagang kelapa lainnya menyewa truk secara bersama, maka
muatan akan penuh dan ongkos kirim per buahnya akan lebih murah sehingga harga
jualnya pun menjadi lebih bersaing dibanding dengan pedagang kelapa lainnya.
Demikian halnya dalam kehidupan masyarakat, bila seseorang tidak mau bergaul
dan atau kurang mengembangkan silaturrahmi, maka tidak mengherankan kepedulian
orang lain sangat minim saat yang bersangkutan sedang mengalami sakit atau
musibah. Hal berbeda ketika seseorang yang suka menyapa dan mengembangkan
kepedulian terhadap orang lain, maka anggota masyarakat akan berbondong-bondong
ketika orang tersebut mengalami sebuah musibah.
Beberapa
contoh diatas menegaskan bahwa “bersama” sesungguhnya akan melahirkan makna
yang banyak dalam kehidupan seseorang. Bahkan bagi pemeluk Islam juga berlaku
hukum bahwa sholat bersama (baca: berjama’ah) lebih banyak ganjaran pahalanya
ketimbang sholat sendirian. Oleh karena
itu, kebersamaan yang merekatkan layak ditumbuhkembangkan ditengah masyarakat.
Disamping hal ini berkaitan dengan kerukunan antar warga, kebersamaan juga
bisa menjadi sumber kekuatan tambahan
dalam meningkatkan perekonomian masyarakat. Sebagai contoh bila masyarakat
bertindak sendiri-sendiri atas hasil pertaniannya, maka bisa jadi harganya akan
menjadi lebih murah. Berbeda dengan bersama membangun komitmen kesamaan harga
jual, maka taraf ekonomi para petani akan menjadi lebih baik dan
berpengharapan. Bahkan, kepedulian yang lahir dari proses kebersamaan akan
menjadi “penolong” saat satu dari kelompok itu mengalami satu kesulitan.
B. Kunci
Memproduksi Manfaat Dari Sebuah Kebersamaan
Sebagaimana
dijelaskan diawal bahwa membangun satu kebersamaan atau kelompok sesungguhnya
gampang-gampang susah diawalnya. Namun demikian, saat berhasil melalui tahapan
awal maka akan berpeluang besar melahirkan makna-makna baru yang membahagiakan
dan bernilai guna bagi seluruh anggotanya. Untuk itu, bila meyakini “kerjasama”
atau “berkelompok” diyakini sebagai sumber kekuatan dan sekaligus mempertinggi
peluang ke capaian yang lebih baik, maka ada beberapa hal yang harus menjadi
perhatian, antara lain:
1.
Tidak
ada kerjasama tanpa saling percaya. Oleh karena itu, bila ingin membentuk satu
kelompok maka setiap orang yang akan bergabung harus menjaga kepercayaan satu
sama lain. Bicara tentang kepercayaan sesungguhnya lahir dari akumulasi
kebaikan yang dibuktikan dalam keseharian hidup. Pepatah bijak mengatakan; ”sekali
lancong ke ujian seumur hidup orang tak percaya”. Pepatah ini berpesan
agar setiap orang menjaga sikap dan perilakunya bila ingin dipercaya oleh orang
lain.
2.
Semua
orang adalah penting dan tidak ada yang merasa lebih penting. Dalam kebersamaan ada tujuan yang
pencapaiannya melalui pembagian tugas proporsional kepada semua orang yang
terlibat dalam kelompok tersebut. Atas dasar itu, semua orang harus bergerak
bersama sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya. Dengan demikian, semua orang
pada hakekatnya adalah memegang peranan penting untuk mewujudkan mimpi bersama.
Atas dasar itu, tidak ada alasan untuk merasa lebih penting dari lainnya, sebab
kebersamaan itu bersifat saling melengkapi dan bukan saling mengalahkan satu
sama lain.
3.
Pemilihan
Aktivitas yang tidak melukai anggota. Aktivitas rutin merupakan pengikat yang
mem-pererat satu sama lain. Dengan berjalannya aktivitas, maka semua orang akan
memainkan peran yang terhubung satu sama lain dan bersifat saling mendukung.
Untuk itu, aktivitas yang dipilih hendaklah memperhatikan aspirasi dan
kebutuhan mayoritas dari segenap anggotanya. Dengan demikian, aktvitas yang
dijalankan sebuah kelompok akan berimbas pada penguatan bagi segenap anggotanya
secara pribadi. Oleh karena itu, dalam
memilih aktivitas sebuha kelompok haruslah memperhatikan “azas subsidiary”
dalam arti : (i) apa-apa yang bisa dikerjakan anggota secara pribadi hendaklah
tidak dikerjakan oleh kelompok dan; (ii) apa-apa yang tidak bisa dikerjakan
oleh anggota secara pribadi, hal itulah sebaiknya yang dikerjakan kelompok.
Dengan memegang teguh azas subsisiary, maka tidak akan ada satupun anggota yang
rerluka dari aktoitas-aktivitas yang
dijalankan oleh kelompok.
4.
Berbagi. Berbagi dalam hal ini bukan hanya dalam
urusan “hasil akhir”, tetapi juga menyangkut tentang “berbagi
tugas dan peran proporsional” yang mendorong terjadinya percepatan
ketercapaian tujuan yang diinginkan. Pada titik ini ada 2 (dua) agenda penting
yang harus bisa mewujud, yaitu; (i) mem-bagi (baik tugas maupun hasil) yang
adil dan; (ii) menerima bagian (baik tugas maupun hasil) dengan ikhlas.
C. Poses Kelahiran Ideal Sebuah Kelompok
Fakta
menunjukkan bahwa organisasi-organisasi besar dan kuat memiliki kesejarahan
yang hampir sama, yaitu terlahir dari sebuah kesadaran. Artinya,
adanya kesadaran dan keyakinan berkelompok sebagai cara efektif memperkuat diri
telah menjadi muasal pelibatan diri didalamnya. Untuk itu, biasanya perlu ada
isu atau tema yang mempersatukan dan harus diperjuangkan secara bersama-sama.
Ikatan emosi yang kuat terhadap cita-cita itu selanjutnya akan mendorong
inisiatif segenap unsur organisasinya memberikan kontribusi optimal demi hasil
akhir yang terbaik.
Sebaliknya,
fakta lain menunjukkan bahwa organisasi yang lahir berdasarkan emosi sesaat dan
atau dikarenakan oleh fasilitas-fasilitas yang telah disiapkan, biasanya
memiliki daya pertahanan yang rapuh dan sangat rentan terhadap kemandulan
manfaat. Hal ini bisa difahami karena terlalu sulit membangunkan sebangat juang
dalam situasi serba ada. Oleh karena itu, tidak mengherankan keprihatinan
justru menjadi inspirasi lipatan energi untuk membentuk karya-karya mercusuar
dan jauh dari bayangan semula.
Oleh
karena itu, ketika satu organisasi ditawarkan sebuah fasilitas atau semacam
karitas (sumbangan), maka hal pertama
yang dididikkan pada seluruh unsur
organisasi adalah membangun “pemaknaan bijak” bahwa keberadaan fasilitas itu
bersifat stumulus (perangsang) sehingga
akan menjadi pemicu percepatan dna bukan mematikan kreativitas karena
keterbentukan mental manja yang akud.
D. Sekejap menilik Pengaruh Fator
Kepemimpinan.
E. Sedikit Menilik realitas Kualitas
Berkelompok di Desa Pekiringan
Dalam
prolog panitia dijelaskan bahwa di Desa Pekiringan pernah berdiri sebuah karang
tarunan dan juga koperasi. Fakta keterbentukan kelompok ini menandaskan bahwa “perasaan
ke-kita-an” pernah terbangun, sehingga kalau kemudian kondisi saat ini
“melempem” berarti ada sesuatu yang kurang tepat dan memerlukan pembenahan. Darimana
memulainya ?.
Seperti
dijelaskan diatas bahwa organisasi kuat bila lahir dari sebuah kesadaran. Untuk
itu, agenda membangkitkan kembali semangat
yang pernah ada adalah agenda
pertama yang harus dilakukan. Serpihan-serpihan semangat dan komitmen perlu
dipersatukan kembali sehingga energi terhimpun dan “bersatu” kembali menjadi
keinginan bersama. Merumuskan “mimpi bersama” adalah agenda berikutnya. Mimpi yang dipilih hendaklah bernilai daya dukung tingi terhadap apa-apa yang sedang dikerjakan anggota di kesehriannya. Dengan demikian, aktivitas yang dijalankan kelompok akan mewujud bersifat mendukung dan bukan saling meniadakan dan atau bahkan tidak berhubungan sama sekali. Dengan demikian, setiap orang memiliki kepentingan atas terwujudnya mimpi tersebut. Perumusan mimpi ini harus diikuti dengan distribusi peran proporsional sehingga setiap orang merasa menjadi bagian penting dari upaya keras mewujudkan mimpi tersebut. Dalam nalar semacam ini, maka akan terbangun kualitas ke-kita-an yang kian menguat seiring berjalannya waktu. Satu hal yang menjadi catatan bahwa membangun sebuah karya memerlukan waktu, pengorbanan, keyakinan, keuletan dan kesabaran berproses. Untuk itu, etos kerja kelompok harus dibangun sedemikian rupa sehingga setiap orang memiliki semangat dan keinginan kuat terwujudnya mimpi.
keinginan bersama. Merumuskan “mimpi bersama” adalah agenda berikutnya. Mimpi yang dipilih hendaklah bernilai daya dukung tingi terhadap apa-apa yang sedang dikerjakan anggota di kesehriannya. Dengan demikian, aktivitas yang dijalankan kelompok akan mewujud bersifat mendukung dan bukan saling meniadakan dan atau bahkan tidak berhubungan sama sekali. Dengan demikian, setiap orang memiliki kepentingan atas terwujudnya mimpi tersebut. Perumusan mimpi ini harus diikuti dengan distribusi peran proporsional sehingga setiap orang merasa menjadi bagian penting dari upaya keras mewujudkan mimpi tersebut. Dalam nalar semacam ini, maka akan terbangun kualitas ke-kita-an yang kian menguat seiring berjalannya waktu. Satu hal yang menjadi catatan bahwa membangun sebuah karya memerlukan waktu, pengorbanan, keyakinan, keuletan dan kesabaran berproses. Untuk itu, etos kerja kelompok harus dibangun sedemikian rupa sehingga setiap orang memiliki semangat dan keinginan kuat terwujudnya mimpi.
F. Penutup
Demikian
tulisan sederhana ini disampaikan sebagai pemantik tertemukannya semangat untuk
terus menumbuhkembangkan rasa ke-kita-an yang dibalut dalam kebersamaan yang
produktif. Semoga, tulisan ini bisa
menginpirasi energi baru untuk terus mengembangkan kreativitas-kreativitas yang
memperluas kebermanaatan kebersamaan yang bisa dirasakan seluruh anggota masyarakat.
Amin.
Posting Komentar
.