Terbentuknya Komitmen …
Ide ini lahir dari sebuah
ketidaksengajaan, saat seorang ibu muda mendapati suaminya sedang menyusun
konsep pemberdayaan ekonomi masyarakat di kalangan Nadhiyyin, Kec.Cilongok,
Kab.Banyumas, Prop.Jawa Tengah. Kalimat "menabung 1000/hari"
sebagai gagasan awal dalam konsep tersebut menjadi inspirasi bagi ibu muda
satu ini, yang kebetulan baru saja di daulat menjadi ketua Dasawisma Sledri, sebuah
turunan struktur kemasyarakatan satu tingkat dibawah RT (rukun Tetangga) yang
beranggotakan 17 ibu rumah tangga (seharusnya 10 orang kalau mengacu pada
istilah dasa).
Ide "menabung Rp 1000/hari" ini mulai di edukasikan dan di sosialisasikan pertama kali pada pertemuan rutin dasawisma pada minggu pertama Bulan Nopember 2014. "Mengurangi belanja harian 1000/hari" adalah kalimat yang didengungkan untuk membangunkan kesadaran pentingnya menabung. Sebagai pemantik kemauan segenap anggota, digambarkan "khayalan indah" tentang akumulasi yang akan terkumpul dalam sehari, sebulan dan bahkan setahun. Sehari akan terkumul Rp 17.000,oo, sebulan akan terkumpul Rp 510.000,oo dan setahun akan terkumpul Rp 6.120.000,oo.

Mendapati semangat dan
daya dukung kuat atas gagasan menabung harian ini, berbagai gagasan rancang pemanfaatan ditampung dan
menjadi referensi dalam memutuskan bentuk pemanfaatan bila program ini
benar-benar jalan. Dimotivasi oleh khayal
indah itu, akhirnya tersepakatilah untuk menjalankan program ini. Fokus pertama
mereka adalah membangun budaya menabung Rp 1.000/hari. Bila kesadaran dan kedisiplinan sudah
terbangun, maka mengembangkan ke hal-hal baik lainnya dikemudian hari akan
menjadi lebih mudah. Dipenghujung pertemuan, tersepakatilah untuk memulai aksi
kebersamaan ini pada tanggal 07 nop 2014, dengan catatan;
- penarikan uang dilakukan setiap hari di pagi hari. Sebagai awalan, Sang Ketua mengambil inisiatif menjadi orang pertama yang akan menarik tabungan setiap hari ke rumah-rumah seluruh anggota dasawisma. Untuk selanjutnya, akan di gilir sehingga setiap orang akan kebagian tugas untuk mengepul tabungan harian tersebut. Hal ini juga bagian dari strategi meningkatkan keakraban dan kerekatan sosial anggota masyarakat, khususnya di lingkungan dasawisma.
- Tidak boleh di rapel. Artinya, setiap orang hanya boleh menabung Rp 1000 setiap harinya dan tidak boleh lebih apalagi di rapel untuk beberapa hari atau sebulan sekalian. Mungkin aturan ini tampak aneh, sebab hal pertama yang sesungguhnya menjadi target adalah terbentuknya kesadaran menabung. Sementara itu, keterkumpulan uang hanyalah imbas dari akumulasi kesadaran. Jadi program menabung ini sesungguhnya bukan tentang uang, tetapi tentang keterbangunan "budaya menabung" dalam keseharian warga masyarakat. Dengan demikian, bila warga secara sadar menyisihkan belanjanya Rp 1.000/hari, perulangan diyakini akan membentuk kebiasaan dan menjadi bagian dari budaya keseharian masyarakat.
- Laporan bulanan. Dengan adanya tabungan harian ini, maka
dipertemuan rutin bulanan Dasawisma Seledri akan ada tambahkan satu
agenda, yaitu "laporan
perkembangan tabungan". Penyelengaraan laporan rutin semacam
ini tidak hanya dimaksudkan untuk transparansi pencatatan keuangan, tetapi
juga ditargetkan sebagai ; (i) media edukasi dan motivasi segenap anggota dasawiswa
tentang arti penting "menabung" yang lebih dari sekedar
keterkumpulan uang dan; (ii) media penyerapan gagasan dan aspirasi untuk
mendapati kembangan pemikiran anggota. Dari sesi ini, akan bisa
di lihat perkembangan "pola fikir" anggota yang diharapkan akan
berimplikasi pada perubahan pola hidupnya kea rah yang lebih
berkualitas. Artinya, "menabung Rp 1000/hari" sesungguhnya
pemantik untuk membangun kesadaran tentang perlunya pengendalian konsumsi yang
berujung pada terbentuknya kebijaksanaan dalam menggunakan pendapatan.
Aksi Menabung dimulai...
10 nopember 2014, bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan, aksi
menabung kolektif ini pun di mulai. Jam 07.45 wib, Sang Ketua mulai menyambangi
rumah warga anggota satu per satu untuk menarik tabungan Rp 1.000. Antusiasme
anggota cukup menarik dan ternyata semua konsisten mewujudkan komitmennya untuk
mengurangi uang belanja hariannya. Hal serupa juga mereka lakukan di setiap
harinya. Dari proses serupa yang
berulang, muncul gagasan untuk menempelkan
kaleng di depan rumah setiap anggota, sehingga mempermudah dan mempersingkat
waktu penarikan. Hal ini juga dimaksudkan untuk mengantisipasi situasi dimana
tidak setiap saat anggota berada di rumah.
Semenjak hal ini diterapkan, waktu yang diperlukan untuk berkeliling ke
segenap rumah warga anggota dasawisma menjadi hanya 15 menit-an setiap paginya.
Alhamdulillah, sore ini "rapat bulanan dasawisma" untuk periode Desember akan digelar. Tentu, agenda pelaporan akumulasi tabungan akan di umumkan. dari catatan harian keuangan, terlihat kedisiplinan anggota untuk menabung mencapai angka 100 prosen. "sebuah awalan yang berpengharapan", begitu kata sang ketua disela-sela kesibukannya merapikan uang hasil kumpulan tabungan anggota yang biasa ditempatkan dalam tas jinjing merah.
Meng-inpirasi dasawisma lainnya..
Alhamdulillah, sore ini "rapat bulanan dasawisma" untuk periode Desember akan digelar. Tentu, agenda pelaporan akumulasi tabungan akan di umumkan. dari catatan harian keuangan, terlihat kedisiplinan anggota untuk menabung mencapai angka 100 prosen. "sebuah awalan yang berpengharapan", begitu kata sang ketua disela-sela kesibukannya merapikan uang hasil kumpulan tabungan anggota yang biasa ditempatkan dalam tas jinjing merah.
Meng-inpirasi dasawisma lainnya..
Langkah ini memang masih awalan dan dimulai hanya dari satu
dasawisma beranggotakan 17 (tujuh belas) ibu-ibu warga RT 02/RW 03, Desa
Pabuaran, Purwokerto Utara, Kab. Banyumas, Propinsi Jawa Tengah. Akan tetapi,
aksi awal ini mulai menjadi pembicaraan warga sekitar, termasuk di pasar kecil Desa
Pabuaran dimana segenap warga sering bertegur sapa saat berbelanja. Situasi menjadi kian menarik ketika beberapa warga
lainnya ingin melakukan hal serupa di dasa wisma nya masig-masing. Kenyataan
ini melahikan keyakinan tambahan bahwa “budaya menabung” ini bisa lebih
dimasyarakatkan secara meluas. Saat ada
salah satu warga dasa wisma lainnya meminta untuk me-reflikasi, sang ketua
menyambut baik dan mempersilahkan. Akan tetapi, sang ketua hanya akan berkenan
hadir memberikan testimoni (kesaksian) atas program ini bila benar-benar sudah teruji
dimana kesadaran anggota benar-benar konsisten. Namun demikian, sang ketua
tetap memotivasi salah satu warga tersebut untuk segera mencoba melaksanakan
program tersebut.
Andai Menjadi Tradisi Warga se-Kabupaten Banyumas
Di lingkungan Kabupaten
Banyumas Ide menabung Rp 1000/hari ini
sesungguhnya bukan hal baru. Beberapa waktu lalu, media massa lokal beberapa kali mengangkat
dan menyuarakan hal serupa. Sayangnya, penulis belum mendapat informasi tentang
lanjutan atau hasil dari gerakan itu. Namun demikian, ketika berfikir lebih
visioner, bila budaya menabung Rp 1.000/hari ini berhasil dibangun di seluruh Kab.
Banyumas, bisa di bayangkan akan terakumulasi angka fantastic dan menjadi
inspirasi sahih untuk mengembangkan ragam program pemberdayaan berbasis kemandirian
kolektif dari masyarakat Banyumas.
Bayangkan saja, bila 1 juta warga melaksanakannya secara konsisten, maka
dipastikan setiap hari akan terkumpul Rp 1 Miliar dan menjadi Rp 365 Miliar
dalam setahun. Kalau dua tahun atau tiga
tahun atau bahkan lima tahun, berapa angka yang akan terkumpul?. Pasti fantastic. Andai hal ini bisa mewujud, maka
bukan tidak mungkin memberdayakan segala potensi ekonomi masyarakat, seperti mendukung
pengembangan industri kerajinan, hasil bumi, industri kreatif. Bahkan, membangun
supermarket atau mall sebagai ruang pajang ragam out put dari industri yang dikembangkan masyarakat menjadi sangat
mungkin. Hebatnya lagi, semua itu dimiliki seluruh masyarakat Banyumas dari
kolektivitas yang terbangun diantara masyarakat itu sendiri.
Andai hal ini bisa
benar-benar di mobilisasi, gerakan ekonomi apa yang tidak mungkin dilakukan
berbasis kolektivitas. Berapa pengangguran akan memperoleh pekerjaan secara
otomatis, berapa fasilitas-fasilitas umum terbangun yang kepemilikannya juga oleh
seluruh masyarakat seperti rumah sakit, sekolah, sarana ibadah dan bahkan bukan
tidak mungkin menyentuh sarana rekreasi.

Ini tak sulit sesungguhnya,
sebab hanya men-syaratkan kemauan dan konsistensi serta ketauladanan dari
setiap orang. Disamping itu, kemauan anggota masyarakat membangun masyakat
sebelahnya akan mempercepat terbentuknya kedahsyatan kebersamaan. Makin banyak
masyarakat yang melakukannya semakin besar peluang memperluas kemanfaatannya.
Apa yang dilakukan dan telah
dibuktikan Dasawisma Seledri, Desa Pabuaran, Kec. Purwokerto Utara,
Kab.Banyumas, Propinsi Jawa Tengah
memang baru sebuah awalan, tetapi capaian kesadaran 100% di bulan pertama
memberi pesan kuat bahwa sesungguhnya masyarakat bisa diajak untuk membangun
kebersamaan berlabel produktif. Tak perlu biaya besar, cukup hanya dengan menyambangi
masyarakat dan memotivasi kesadarannya, maka akumulasi kemauan berkontribusi
menjadikan pintu terbuka lebar untuk melakukan hal-hal luar biasa.
Salam Apresiasi tinggi
terhadap Dasawisma Seledri yang sudah menginspirasi dan memberi contoh nyata
tentang sebuah pemberdayaan, semoga hal ini menyemangati dasawisma lainnya
untuk berbuat serupa. Juga diharapkan akan menjadi penyemangat saat hal serupa
di mulai pada Bulan Januari 2015 nanti di kalangan Nadhiyyin, Se-Kecamatan
Cilongok, Kab.Banyumas. (silahkan baca juga : http://www.arsadcorner.com/2014/09/ketika-nu-nahdatul-ulama-cilongok.html)
Tulisan ini juga
diharapkan akan menjadi pemantik efektif bagi para pembaca untuk
menginisiasi hal serupa atau bentuk lainnya dimana masyarakat diajak
bersama-sama membangun kemandiriannya melalui kolektivitas atau kebersamaan. Pada satu titik tertentu, ketika ragam
komunitas yang sudah terbangun di kolaborasi dalam hubungan yang saling
memperkuat, maka saat itu lompatan harapan akan terjadi dan peluang
terbangunnya masyarakat yang luar biasa akan mewujud. Amin.
Posting Komentar
.