Dalam tensi yang baru belajar
ber-Tuhan, penulis pernah di tanya seorang sahabat yang lagi galau atas
usahanya yang lagi sedikit crowded. Dalam tanyanya, sahabat ini pengen
penjelasan apa hubungan kedekatan terhadap Tuhan dengan produktifitas?. Dalam
ilmu yang masih dangkal, penulis mencoba menjelaskan dalam nalar sederhana. “setiap orang yang masih mengakui
adanya benar dan salah, ketika melakukan sebuah salah pasti akan meresahkan
hatinya. Akibatnya, keresahan ini mengurangi konsentrasi sehingga tidak
powerfull dalam melakukan sesuatu. Logisnya, sesuatu yang dikerjakan dengan
powerfull tentu lebih baik hasilnya dibandingkan yang tidak powerfull”.
Demikian sebaliknya, ketika seseorang menjaga kedekatannya dengan Tuhannya,
maka hatinya akan damai dan tenang sehingga akan powerfull dalam melakukan
apapun”. Sang sahabat cukup terhenyak juga dengan penjelasan itu.
Tatapan kosong kemudian terlihat diraut wajahnya. Sesaan kemudian, dia
membenarkan bahwa ada kekuatan yang lebih besar dibanding semua kemampuan akal
dan fikiran manusia. Penulis pun meng-iyakan sambil mendengarkan dengan seksama
kalimat-kalimat bernada kesadaran dan keinginan meningkatkan kualitas
ber-Tuhan.
Ada pula pelajaran menarik
dari seorang sahabat. Suatu waktu saat lebaran, dia dan istrinya bermaksud
mengunjungi sebuah panti asuhan. Ketika memasuki pertigaan menuju panti asuhan
itu, dia meminta istrinya memasukkan uang cash ke dalam amplop itu sebesar Rp
500.000,oo. Sayang, sesampai di tempat tujuan, mereka hanya mendapati penjaga
panti, sementara pengurus maupun segenap penduduk panti sedang pulang kampung
ke keluarganya masing-masing. Akhirnya mereka pamitan dan dia berniat untuk
men-transfer kan uang tersebut ke rekening yang biasa dia kirimin kalau sedang
ada rejeki yang bisa dibagi. 3 (tiga) minggu berlalu, dia kemudian teringat
pernah janji hati untuk mentransfer uang
ke panti tersebut. Dia pun mentransfer uang lewat internet bankingnya sebesar
Rp 250.000,oo. Satu hari kemudian, dia terkaget mendapatkan informasi bahwa
kirimannya belum sampai. Dia kemudian complain ke bank dan pegawai bank
mempersilahkan isi form complain dan dijanjikan dalam 14 hari akan dikembalikan
ke rekeningnya bila transfer itu benar-benar tidak masuk. Sambil mengisi form,
dia terfikir bila menunggu 14 hari adalah terlalu lama, sementara kawan-kawan
dipanti asuhan pasti sangat membutuhkannya. Setelah selesai mengisi form
complain itu, dia pun berinisiatif melihat saldo di rekening bank nya, ternyata
ada sekitar Rp 754.000,oo. Akhirnya dia berinisiatif untuk mentransfer lagi
sejumlah Rp 250.000,oo dan kemudian dia kabarkan kepada pengelola panti asuhan
tersebut. Alhamdulillah, tak lama kemudian dapat kabar kalau sudah masuk.
Keesokan harinya, dia dikagetkan berita dari pengasuh panti asuhan itu bahwa
transfer yang sempat tertunda itu ternyata sudah masuk. Kemudian pengasuh
pesantren itu menawarkan apakah mau di kembalikan (di transfer balik). Seketika
dia jawab ndak usah di transfer balik dan sampaikan salam untuk adek-adek di
panti asuhan. Setelah mendengar hal itu, dia ingat saat memerintahkan istrinya
memasukkan uang cash Rp 500.000,oo waktu itu. Dia tersenyum dan berkesimpulan
bahwa Tuhan telah mengingatkannya kembali tentang niat awalnya untuk berbagi Rp
500.000,oo. Akhirnya dia berkesimpulan, jangan pernah menunda atau merubah sebuah
niat baik. Hmm....seminggu berselang dia mendapat rezeki tambahan sebesar Rp 1.500.000,oo dan juga
salah satu temennya mengembalikan setengah pinjamannya Rp 5.000.000,oo (total pinjaman temennya Rp
5.000.000,oo). Hebatnya lagi, rejeki tiba2 itu dan pengembalian pinjaman itu
datang di saat dia benar-benar sedang membutuhkannya.
Kepada para sahabat pembaca
yang budiman...
Teringat nasehat seorang
sahabat saat bersama di kereta dari Purwokerto menuju Jakarta. Beliau
menyarankan, “teruslah merencanakan pengeluaran-pengeluaran yang baik (baca:
berbagi), maka pemasukanmu akan lebih baik nantinya”. Kalimatnya
sederhana, tetapi maknanya begitu dalam. Uniknya lagi, dalam pantauan
keseharian, sahabat satu ini sangat ringan dalam berbagi dan bahkan dia tidak
berfikir untuk mendapat balasan dari siapapun atas kebaikan yang dia lakukan.
Dia hanya bilang kalau kita berbuat baik, maka kita akan ketemu juga dengan
orang-orang baik. Sepertinya sahabat satu ini penganut hukum gravitasi. Tetapi
yang saya amati, hidup beliau selalu happy dan fine2 saja.
“Berbagi” memang sebuah
fenomena unik. Ada temen mengatakan bahwa berbagi lah dengan ikhlas dan atau
bahkan dengan terpaksa, sebab berbagi akan memacu adrenaline kreativitas.
Lain lagi pendapat seorang pengusaha mantan wartawan sebuah harian nasional,
beliau berpendapat bahwa berbagi itu bisa menjadi addictive (baca: candu) karena seringnya hal-hal baik dan tak
pernah di duga sebelumnya datang ke dalam hidupnya sesudah berbagi. Tergelitik hati, ketika Tuhan berjanji melipatgandakan dari setiap
yang dibagi, mengapa kemudian tidak tertarik berbagi sebanyak-banyaknya. Dalam
cara baca “semangat berbagi”, menjadi kurang menarik untuk mempersoalkan
apakah sang pengemis dilampu merah adalah drama terorganisir dari organisasi
pengemis. Lebih indah ketika memandang mereka adalah media pengingat tentang
betapa banyak yang belum beruntung dalam hidupnya, terlepas dari kebodohan,
kemalasan dan alasan horizontal lainnya. Kalau dimensinya diperluas, maka berbagi
yang edukatif menjadi tema menarik
untuk dituliskan. Artinya, tindakan berbagi yang kita lakukan, hendaklah
mendorong dia untuk bangkit dari keadaan yang kurang baik menjadi lebih baik.
Artinya, bantuan tersebut haruslah menjadikan dirinya menjadi produktif dan
bahkan ditargetkan suatu waktu juga akan menjadi bagian dari barisan berbagi.
Kalau demikian dahsyatnya
berbagi, maka berbagi menjadi strategi yang menarik untuk melipatgandakan
ni’mat dalam hidup. Berbagi tidaklah harus berbentuk materi, telinga anda pun
bisa tergolong berbagi saat menyediakan diri untuk menjadi pendengar yang baik
bagi orang-orang yang lagi stress atau galau dalam hidupnya. Mulut dan bibir
juga bisa berbagi lewat mengucapkan kelaimat-kalimat yang menyemangati. Ni’mat
bukanlah sebatas materi, ni’mat juga bisa berbentuk kesehatan diri dan
keluarga, bisa juga berbentuk keselamatan didunia, kelancaran ragam urusan2
yang baik dan bahkan terhindar dari fitnah dan kecelakaan adalah sebuah ni’mat.
Orang sering mengalami sebuah kejadian aneh atau sering disebut miracle
(keajaiban), seperti selamat dari sebuah kecelakaan hebat, tiba-tiba
mendapat jawaban dari kesulitan luar biasa, terhindar dari kerugian dari satu
jalan yang tak pernah diduga sebelumnya dan lain sebagainya. Mungkin....miracle itu sesungguhnya tidak terjadi tanpa sebab,
tetapi dampak positif dari ragam
kebaikan yang dilakukan dimasa lalu dan bahkan sudah lupa. Kalau begitu
pembacaannya, haruskah anda merasa berat untuk melakukan hal-hal baik?. Masih
berfikirkan anda untuk membagi sebagian dari apa yang dititipkan Tuhan
padamu?.
Teringat satu kisah yang
diceritakan oleh sahabat. Dahulu kala, ada satu kerajaan yang hanya memiliki satu
orang puteri ingin mencari mantu yang akan dijadikan putera mahkota. Kemudian
dibuatlah sebuah sayembara dimana setiap peserta harus masuk ke dalam satu
kuburan buatan. Setiap peserta dikafani layaknya orang mati. Setiap peserta
diberi kesempatan menarik tali bila menyerah menghadapai pertanyaan
para malaikat. Mengingat hadiah
sayembara adalah menjadi putera mahkota dan juga akan mendapatkan istri seorang
puteri raja yang cantik, berbondong-bondong peserta mendaftarkan diri. Melihat
antrian yang panjang, seorang tukang kapak yang biasa hidup di hutan belantara
kemudian menyaksikan sayembara itu. Satu per satu peserta masuk ke dalam kubur
buatan dan satu per satu peserta menyerah sebelum waktu dinyatakan habis oleh
panitia. Peserta terakhirpun ternyata gugur. Melihat hal ini, sang tukang kapak
pun penasaran dan ingin mencoba. Akhirnya dia diberi kesempatan untuk mencoba.
Semua orang memandangnya miris, karena dia hanyalah seorang tukang kapak. Setelah
dia dikafani, kemudian dia dimasukkan ke dalam kubur dengan satu bantuan tali
yang terhubung ke atas. Dia berhasil menjawab semua pertanyaan malaikat dan
kemudian dia keluar sebagai pemenang. Semua orang terhenyak dan tak percaya
atas apa yang mereka saksikan. Sang raja pun tersenyum bahagia karena sudah menemukan
putera mahkota yang akan menjadi penggantinya kelak dan juga akan menjadi
pendamping hidup puteri cantiknya. Namun apa yang terjadi kemudian. Sang Tukang
Kapak itu mengatakan mengundurkan diri dan tidak akan mengambil hadiahnya
(menjadi putera mahkota dan memperistri sang puteri raja). Semua orang heran,
termasuk puteri raja dan raja yang sedang berkuasa. Dia kemudian mengatakan.”Selama
hidupku aku hanya punya harta 1 (satu) kapak ini (sambil mempertontonkan
kapaknya). Gara-gara sattu kapak ini saja, aku sudah dihujani pertanyaan
malaikat tentang dari mana aku mendapatkan dan bagaimana pemanfaatan kapak ini,
apalagi kalau kemudian aku kemudian hari menjadi raja dengan segala kekayaan
yang ada menjadi tanggungjawabku, betapa susahnya aku mempertanggungjawabkannya.”
Setelah memberi penjelasan itu, kemudian dia meninggalkan keramaian dan kembali
kehutan bersama satu kapak yang menjadi satu-satunya harta dan juga alat setia
dalam perjuangannya mempertahankan hidup.
Mungkin, cerita diatas cukup antagogis dalam kekinian zaman,
walau mungkin cerita itu fiksi tetapi mengingatkan satu hal bahwa apapun yang
kita peroleh atau miliki dan bagaimana memanfaatkannya akan dimintai pertanggungjawaban di kemudian hari.
Kalau begitu adanya, terbersit tanya “masih menarikkah untuk menjaga
kepemilikan harta yang banyak atau lebih tergoda untuk membaginya kepada sesama
sehingga banyak orang yang bahagia dari tindakan baik itu?”. Semoga Tuhan
membimbing kita dalam menjawabnya.
Mari belajar bersama membentuk
hidup yang lebih bermakna lewat berbagi...sebab kematian hanya berbalut kain kafan
dan segala harta yang ada akan ditinggalkan. Teringat canda edukatif yang dilontarkan seorang kawan dalam diskusi ringan, dia bilang bahwa "orang yang mengumpulkan harta untuk 7 (tujuh) turunan adalah orang yang mendoakan 7 (tujuh) generasinya tidak memiliki kemampuan untuk berkarya di zaman masing-masingnya". Terus sahabat yang lain bertanya, "baiknya gimana dong?". Dengan nada rendah beliau menjawab;"mungkin lebih baik kalau dibagi saja ke orang-orang dan meyakini bahwa hal-hal baik yang dilakukan bukan hanya akan mendatangkan kebaikan pada dirinya, tetapi juga pada kerurunannya". Segenap peserta diskusi itu terdiam sambil berfikir.
Posting Komentar
.