PERAN STRATEGIS PENGAWAS DALAM PENGEMBANGAN KOPERASI BERBASIS JATI DIRI | ARSAD CORNER

PERAN STRATEGIS PENGAWAS DALAM PENGEMBANGAN KOPERASI BERBASIS JATI DIRI

Selasa, 20 November 20120 komentar

Disampaikan pada kegiatan Pelatihan Perkoperasian Bagi Pengawas Koperasi, di Selenggarakan oleh Dinperindagkop Kab Banyumas, 21 November 2012 di Aula KUD ARIS Banyumas, Jawa Tengah

A.     Prolog Bernuansa Kontemplasi
Secara obyektif, mayoritas KPRI adalah kumpulan orang-orang yang memiliki kualitas SDM teruji. Alasan rasional kesimpulan ini adalah karena proses rekruitmen di lingkungan PNS (Pegawai Negeri Sipil)  melalui berbagai tahapan test  yang begitu ketat dan hanya meluluskan sedikit orang dari ribuan peminat. Oleh karena itu, adalah layak berkesimulan bahwa insan-insan yang tergabung dalam sebuah KPRI adalah insan pilihan. Dengan banyaknya SDM unggul yang tergabung di dalamnya, tidak berlebihan pula mengatakan bahwa KPRI memiliki peluang besar untuk berkembang. Kalau kemudian ada yang masih jalan di tempat, hal itu dikarenakan belum tertemukannya pola sinergitas yang efektif  di lingkungan koperasi.


Disisi lain, dari perspektif peluang  ketersebaran kebaikan nilai-nilai koperasi di kalangan masyarakat, KPRI juga berpotensi besar memerankan sebagai  agen efektif sebab secara kedinasan PNS sering bersentuhan langsung dengan masyarakat dan kesempatan itu memungkinkan untuk mengkampanyekan koperasi. KPRI pun potensial menjadi lokomotif dalam mensosialisasikan dan menumbuhkembangkan kehidupan berkoperasi.

Oleh karena itu, selayaknya KPRI-KPRI melakukan gerakan kolektif  berbentuk mutual partnership (kemitraan yang saling menguntungkan) yang mengarah pada penguatan masing-masing primer dan sekaligus penjajagan kerjasama produktif dan berimplikasi pada perluasan kebermanfaatan berkoperasi bagi masing-masing anggota. Selanjutnya, keterbangunan KPRI yang kuat dan terbentuknya karya sebagai produk dari kemitraan mutualisme melalui penggabungan potensi akan membentuk dan sekaligus meningkatkan apresiasi positif  masyarakat terhadap koperasi.  Ketika hal ini kemudian  mendorong masyarakat untuk menggabungkan diri ke dalam keluarga besar koperasi, maka hal ini bermakna tumbuhnya peluang perluasan makna dari berkoperasi.


B. Ketika Di fahami Tidak Sebatas Memenuhi Aspirasi Ekonomi
Koperasi lahir untuk peningkatan kualitas hidup dalam arti luas yang kemudian sering di defenesikan dengan kata “kesejahteraan”. Untuk itu, koperasi secara kelembagaan perlu menyusun ragam tahapan sehingga keberadaan koperasi berkontribusi nyata bagi terbentuknya hidup berkualitas  di lingkungan anggotanya, baik secara ekonomi maupun sosial dan budaya.  Membicarakan koperasi menjadi tak terbatas ketika koperasi difahami sebagai  gerakan ekonomi, sosial dan budaya. Tetapi kemudian akan menyempit dan bahkan berpotensi keliru saat membatasinya dalam ranah ekonomi semata, sebab hal ini memungkinkan koperasi terjebak pada spirit pertumbuhan modal yang dalam pencapaiannya lewat eksploitasi potensi anggota.  

Koperasi sesungguhnya tentang kebersamaan yang dalam mencapai tujuan-tujuan nya akrab dengan model pemberdayaan (empowering) melalui pelibatan segenap unsur organisasi. Untuk mendorong hal tersebut, anggota sebagai subyek dan sekaligus obyek pembangunan koperasi, selayaknya di dilibatkan dan aspirasinya jadikan referensi dalam perumusan tujuan maupun aktivitas koperasi. Hal ini akan mempermudah dalam meningkatkan motivasi anggota untuk berkontribusi dalam proses pencapaiannya, karena setiap orang bisa merasakan dan mendefenisikan kepentingannya dalam aktivitas  yang  dijalankan koperasi. Untuk mendukung tujuan tersebut, perusahaan koperasi harus di kelola sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi yang benar.   

Untuk mewujudkan perusahaan koperasi sebagai alat perjuangan menciptakan atau meningkatkan kesejahteraan (baca: memenuhi aspirasi ekonomi, sosial dan budaya) segenap unsur organisasi, dalam rangka memilih dan menetapkan aktivitasnya,  perusahaan koperasi perlu merujuk pada 2 (dua) hal berikut ini, yaitu : (i) langkah-langkah mencerdaskan anggota dalam meningkatkan pendapatannya dan; (ii) langkah-langkah mencerdaskan anggota dalam menggunakan pendapatannya.


C.       Menakar Nilai Strategis Peran Pengawas
Penganut paham pasar bebas mengatakan bahwa ekonomi berjalan dengan sistem  persaingan alamiah, dimana hanya pelaku ekonomi yang bisa menyesuaikan diri dan mampu bersaing akan bertahan dari pasar, sementara yang tidak mampu akan menepi dengan sendirinya. Bagaimana dengan koperasi???.   

Di tinjau dari persektif ekonomi, mayoritas koperasi masih bermasalah dengan daya saing, hal ini tidak hanya pada koperasi yang aktivitasnya seputar konsumsi saja, tetapi juga di alami mayoritas koperasi yang menggeluti perdagangan dan manufaktur (baca: industri). Kalaupun ada yang mampu bersaing, jumlah nya tidak begitu banyak. Ada apa dengan koperasi

Core problem (akar masalah)  nya berawal ketika koperasi mulai meninggalkan jatidirinya dan kemudian berpraktek layaknya usaha non koperasi. Artinya, jati diri koperasi (yang terdiri dari defenisi, nilai-nilai dan prinsip-prinsip) tidak dijadikan dasar dalam merumuskan dan mengelola aktivitas koperasi. Koperasi difahami sebatas lembaga ekonomi sebagaimana badan usaha lainnya tanpa memperhatikan nilai beda yang merupakan keunggulan koperasi yang tidak di miliki oleh pelaku usaha lain. Semua ini terjadi disebabkan oleh kebelum fahaman sebagian besar unsur organisasi (pengurus, pengawas dan anggota) tentang apa, mengapa dan bagaimana seharusnya berkoperasi. Hal ini juga implikasi  dari belum terselenggaranya “pendidikan” di koperasi secara terencana dan tersistematis, sehingga setiap orang/memiliki persepsi masing-masing tentang koperasi. Akibat yang paling nyata adalah sebagian besar dari anggota memilih menjadi pengamat atau penikmat dan menempatkan pengurus dan pengawas sebagai pejuang yang harus selalu bisa memenuhi keinginan dan kebutuhan anggota. Ironisnya, pengurus dan pengawas terjebak pada kepahlawanan keliru dan membiarkan hal itu terus berlangsung. Hal ini pula yang memicu tak kunjung terwujudnya koperasi yang meng-anggota. Pertanyaan menariknya adalah bagaimana dan dari mana memulainya  mengingat koperasi sudah ada dan berjalan dengan kebiasaannya?. 

Fakta karya yang sudah ada dan tersaji saat ini harus di baca sebagai  sebuah capaian yang memabanggakan. Namun demikian, tambahan manfaat dan nilai-nilai kebaikan yang akan tumbuh ketika mendasarkan diri pada jati diri koperasi, merupakan alasan paling rasional mengapa perbaikan harus dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan.  keterbangunan koperasi yang meng-anggota harus di jadikan cita-cita bersama segenap unsur organisasi.   Saatnya “Perubahan mindset berkoperasi” diagendakan dengan menjadikan  “pendidikan Koperasi” sebagai ujung tombaknya.

Sebagai bagian dari elite organisasi, pengawas memiliki nilai strategis menyuarakan perlunya agenda  “perubahan mindset” ini. Pengawas yang tugas utamanya adalah mengawasi pengurus menjalankan amanah dan memotivasi anggota untuk berpartisipasi, memiliki peluang besar menyuarakan sekaligus menggawangi jalannya agenda perubahan itu sendiri. Posisi pengawas yang tidak bersentuhan langsung dengan realitas operasional organisasi maupun  usaha, membuat peluang pengawas untuk berfikir out of the box  menjadi sangat mungkin dan peran ini sangat diperlukan dalam mensukseskan  sebuah agenda perubahan.


D.Pengawasan Kelembagaan dan Usaha
Lingkup pengawasan sesungguhnya tidak terbatas pada persoalan administratif saja, tetapi juga menyangkut keberadaan  spirit berkoperasi dalam keseharian koperasi. Hal ini bersifat fundamental karena “spirit koperasi” adalah “ruh”  dan sekaligus muasal kelahiran  koperasi. Untuk itu, pengawas harus melakukan pengawasan terhadap eksistensi spirit koperasi ini, baik dalam lingkup organisasi & kelembagaan  maupun usaha koperasi.

Dalam lingkup organisasi & kelembagaan koperasi, pengawas minimal melakukan pengawasan dalam beberapa hal sebagai berikut : (i) komitmen dan konsistensi pengurus menjadikan “Jati Diri” koperasi sebagai dasar setiap pemikiran, kebijakan maupun langkah organisasi dan kelembagaan; (ii) tumbuh dan kembangnya semangat anggota dalam mengambil tanggungjawab secara sadar dalam membesarkan perusahaan koperasi  dan; (iii) keterseleanggaraan “pendidikan” dalam pola yang variasi, sebagai upaya membangun pemahaman yang benar tentang koperasi dengan harapan munculnya tindakan-tindakan berpihak dari anggota  sehingga tercipta percepatan.

Sementara itu, dalam hal pengawasan usaha koperasi, pengawas perlu melakukan pengawasan dalam hal-hal berikut ini, antara lain : (i) relevansi usaha yang dijalankan koperasi dengan keterwakilan kepentingan ekonomi anggota; (ii) eksistensi nilai-nilai edukasi koperasi dalam pola pelayanan dan ragam produk yang ditawarkan oleh koperasi.; (iii) Keterciptaan “efisiensi kolektif” dalam unit-unit layanan koperasi; (iv) keterjagaan “asas subsidiary” dalam arti usaha yang dilakukan koperasi tidak dilakukan anggotanya dan usaha yang dilakukan anggotanya tidak dilakukan koperasi, kecuali untuk alasan khusus yang bisa difahami secara kolektif. Asas subsidiary ini merupakan kode etik sehingga koperasi dan anggotanya tidak saling meniadakan, tetapi saling memperkuat.  dan; (iv) daya dorong eksistensi usaha koperasi dalam hal peningkatan produktivitas anggota. Dalam hal ini, koperasi mengambil tanggungjawab untuk mendorong setiap anggotanya mengembangkan kreativitas secara pribadi. Cara baca semacam inilah yang memungkinkan koperasi menjadi gudang bercokolnya para anggota yang menggandrungi wirausaha. 

Untuk mendukung hal tersebut diatas, pengawas  seyogyanya sebisa mungkin memainkan perannya dalam nuansa edukasi dan motivasi tanpa menghilangkan peran kontrol.   Dengan demikian,  setiap tindakan pengurus maupun anggota yang berpihak didasarkan pada pemahaman yang benar dan keinginan kuat mempertinggi nilai kerjasama di koperasi.  


E.  Periodisasi Kepengawasan di Pemaknaan Sempit
Koperasi adalah media berjuang tiada henti sepanjang koperasi itu ada. Sebagaimana maksud kelahirannya sebagai alat perjuangan peningkatan kualitas hidup, maka materi perjuangan tak pernah selesai sepanjang kehidupan itu masih ada. Oleh karena itu, periodesasi kepengawasan sepatutnya difahami hanya sebentuk rotasi peran saja dan bukan sebagai akhir untuk menyumbangkan pemikiran dan berkontribusi di  kehidupan koperasi. Alasan lainnya adalah bahwa upaya mempertinggi nilai kerjasama atau  memperluas kebermaknaan berkoperasi memerlukan kontribusi tiada henti dari segenap unsur organisasi. Artinya, semakin banyak yang memerankan diri sebagai edukator dan motivator akan memperluas peluang keterciptaan koperasi yang mengakar alias meng-anggota.


F.  Penghujung
Perubahan paradigma adalah sebuah prasyarat untuk menumbuhkembangkan  kebermaknaan-kebermaknaan baru di koperasi. Hal itu membutuhkan keberanian dan energi yang tidak sedikit, tetapi di titik itulah sesungguhnya letak perjuangan koperasi. Banyak perubahan yang tak menemukan “titik mulai”, karena mereka memilih berkesimpulan “tak mungkin” sebelum melakukannya. Akibatnya, yang terjadi adalah rutinitas dengan mengulang hal sama di waktu-waktu yang berbeda. Dengan kata lain, koperasi dalam keadaan statis.

Tak layak berharap terjadi lompatan harapan, ketika tak satupun langkah baru dilakukan untuk itu. Keberhasilan bukanlah sebentuk hadiah yang hadir tanpa musabab, tetapi akibat positif dari keberanian, ketekunan dan kesabaran dalam mentahapi setiap proses perubahan.

Pengawas sebagai refresentasi demokrasi, yang tugasnya mengawasi pengurus dalam menjalankan amanah dan juga mengawasi anggota sebagai pemilik dan sekaligus pelanggan koperasi, memiliki peluang mendorong perubahan dan sekaligus pemantik akselerasi perluasan makna kebersamaan di koperasi....akan KAH???

Share this article :

Posting Komentar

.

 
Copyright © 2015. ARSAD CORNER - All Rights Reserved