Disampaikan
pada kegiatan Pelatihan Perkoperasian Bagi Pengawas Koperasi, di Selenggarakan
oleh Dinperindagkop Kab Banyumas, 21 November 2012 di Aula KUD ARIS Banyumas,
Jawa Tengah
A.
Prolog
Bernuansa Kontemplasi
Secara
obyektif, mayoritas KPRI adalah kumpulan orang-orang yang memiliki kualitas SDM
teruji. Alasan rasional kesimpulan ini adalah karena proses rekruitmen di
lingkungan PNS (Pegawai Negeri Sipil) melalui
berbagai tahapan test yang begitu ketat
dan hanya meluluskan sedikit orang dari ribuan peminat. Oleh karena itu, adalah
layak berkesimulan bahwa insan-insan yang tergabung dalam sebuah KPRI adalah insan
pilihan. Dengan banyaknya SDM unggul yang tergabung di dalamnya, tidak
berlebihan pula mengatakan bahwa KPRI memiliki peluang besar untuk berkembang.
Kalau kemudian ada yang masih jalan di tempat, hal itu dikarenakan belum
tertemukannya pola sinergitas yang efektif di lingkungan koperasi.
Disisi
lain, dari perspektif peluang ketersebaran kebaikan nilai-nilai koperasi di
kalangan masyarakat, KPRI juga berpotensi besar memerankan sebagai agen efektif sebab secara kedinasan
PNS sering bersentuhan langsung dengan masyarakat dan kesempatan itu
memungkinkan untuk mengkampanyekan koperasi. KPRI pun potensial menjadi lokomotif
dalam mensosialisasikan dan menumbuhkembangkan kehidupan berkoperasi.
Oleh
karena itu, selayaknya KPRI-KPRI melakukan gerakan kolektif berbentuk mutual partnership (kemitraan
yang saling menguntungkan) yang mengarah pada penguatan masing-masing
primer dan sekaligus penjajagan kerjasama produktif dan berimplikasi
pada perluasan kebermanfaatan berkoperasi bagi masing-masing anggota. Selanjutnya,
keterbangunan KPRI yang kuat dan terbentuknya karya sebagai produk dari kemitraan
mutualisme melalui penggabungan potensi akan membentuk dan sekaligus meningkatkan
apresiasi
positif masyarakat terhadap koperasi. Ketika hal ini kemudian mendorong masyarakat untuk menggabungkan diri
ke dalam keluarga besar koperasi, maka hal ini bermakna tumbuhnya peluang
perluasan makna dari berkoperasi.
B. Ketika Di fahami Tidak Sebatas
Memenuhi Aspirasi Ekonomi
Koperasi
sesungguhnya tentang kebersamaan yang dalam mencapai tujuan-tujuan nya akrab
dengan model pemberdayaan (empowering) melalui pelibatan
segenap unsur organisasi. Untuk mendorong hal tersebut, anggota sebagai subyek
dan sekaligus obyek pembangunan koperasi, selayaknya di dilibatkan dan
aspirasinya jadikan referensi dalam perumusan tujuan maupun aktivitas koperasi. Hal
ini akan mempermudah dalam meningkatkan motivasi anggota untuk berkontribusi dalam
proses pencapaiannya, karena setiap orang bisa merasakan dan mendefenisikan
kepentingannya dalam aktivitas yang dijalankan koperasi. Untuk mendukung tujuan
tersebut, perusahaan koperasi harus di kelola sesuai dengan nilai-nilai dan
prinsip-prinsip koperasi yang benar.
Untuk
mewujudkan perusahaan koperasi sebagai alat perjuangan menciptakan atau meningkatkan
kesejahteraan (baca: memenuhi aspirasi ekonomi, sosial dan budaya) segenap
unsur organisasi, dalam rangka memilih dan menetapkan aktivitasnya, perusahaan koperasi perlu merujuk pada 2 (dua)
hal berikut ini, yaitu : (i) langkah-langkah mencerdaskan anggota
dalam meningkatkan pendapatannya dan; (ii) langkah-langkah mencerdaskan
anggota dalam menggunakan pendapatannya.
C.
Menakar Nilai Strategis Peran Pengawas
Penganut
paham pasar bebas mengatakan bahwa ekonomi berjalan dengan sistem persaingan alamiah, dimana hanya pelaku
ekonomi yang bisa menyesuaikan diri dan mampu bersaing akan bertahan dari
pasar, sementara yang tidak mampu akan menepi dengan sendirinya. Bagaimana
dengan koperasi???.
Di
tinjau dari persektif ekonomi, mayoritas koperasi masih bermasalah dengan daya
saing, hal ini tidak hanya pada koperasi yang aktivitasnya seputar konsumsi
saja, tetapi juga di alami mayoritas koperasi yang menggeluti perdagangan dan
manufaktur (baca: industri). Kalaupun ada yang mampu bersaing, jumlah nya tidak
begitu banyak. Ada apa dengan koperasi?
Core problem (akar masalah) nya berawal ketika koperasi
mulai meninggalkan jatidirinya dan kemudian berpraktek layaknya usaha non
koperasi. Artinya, jati diri koperasi (yang terdiri dari defenisi,
nilai-nilai dan prinsip-prinsip) tidak dijadikan dasar dalam merumuskan dan
mengelola aktivitas koperasi. Koperasi difahami sebatas lembaga ekonomi
sebagaimana badan usaha lainnya tanpa memperhatikan nilai beda yang merupakan
keunggulan koperasi yang tidak di miliki oleh pelaku usaha lain. Semua ini
terjadi disebabkan oleh kebelum fahaman sebagian besar unsur organisasi
(pengurus, pengawas dan anggota) tentang apa, mengapa dan bagaimana seharusnya
berkoperasi. Hal ini juga implikasi dari belum terselenggaranya “pendidikan”
di koperasi secara terencana dan tersistematis, sehingga setiap orang/memiliki
persepsi masing-masing tentang koperasi. Akibat yang paling nyata adalah
sebagian besar dari anggota memilih menjadi pengamat atau penikmat
dan menempatkan pengurus dan
pengawas sebagai pejuang yang harus selalu bisa memenuhi keinginan dan
kebutuhan anggota. Ironisnya, pengurus dan pengawas terjebak pada kepahlawanan
keliru dan membiarkan hal itu terus berlangsung. Hal ini pula yang
memicu tak kunjung terwujudnya koperasi yang meng-anggota. Pertanyaan
menariknya adalah bagaimana dan dari mana memulainya
mengingat koperasi sudah ada dan berjalan dengan kebiasaannya?.
Fakta
karya yang sudah ada dan tersaji saat ini harus di baca sebagai sebuah capaian yang memabanggakan. Namun
demikian, tambahan manfaat dan nilai-nilai kebaikan yang akan tumbuh
ketika mendasarkan diri pada jati diri koperasi, merupakan alasan paling
rasional mengapa perbaikan harus dilakukan secara bertahap dan
berkesinambungan. keterbangunan koperasi
yang meng-anggota harus di jadikan cita-cita bersama segenap unsur
organisasi. Saatnya “Perubahan mindset berkoperasi”
diagendakan dengan menjadikan “pendidikan
Koperasi” sebagai ujung tombaknya.
Sebagai
bagian dari elite organisasi, pengawas memiliki nilai strategis menyuarakan
perlunya agenda “perubahan mindset” ini.
Pengawas yang tugas utamanya adalah mengawasi pengurus menjalankan amanah dan
memotivasi
anggota untuk berpartisipasi, memiliki peluang besar menyuarakan
sekaligus menggawangi jalannya agenda perubahan itu sendiri. Posisi
pengawas yang tidak bersentuhan langsung dengan realitas operasional organisasi
maupun usaha, membuat peluang pengawas
untuk berfikir out of the box menjadi
sangat mungkin dan peran ini sangat diperlukan dalam mensukseskan sebuah agenda perubahan.
D.Pengawasan
Kelembagaan dan Usaha
Dalam
lingkup organisasi & kelembagaan koperasi, pengawas minimal melakukan
pengawasan dalam beberapa hal sebagai berikut : (i) komitmen dan konsistensi pengurus
menjadikan “Jati Diri” koperasi sebagai dasar setiap pemikiran, kebijakan
maupun langkah organisasi dan kelembagaan; (ii) tumbuh dan kembangnya semangat anggota
dalam mengambil tanggungjawab secara sadar dalam membesarkan perusahaan
koperasi dan; (iii) keterseleanggaraan “pendidikan”
dalam pola yang variasi, sebagai upaya membangun pemahaman yang benar tentang
koperasi dengan harapan munculnya tindakan-tindakan berpihak dari anggota sehingga tercipta percepatan.
Sementara
itu, dalam hal pengawasan usaha koperasi, pengawas perlu melakukan pengawasan
dalam hal-hal berikut ini, antara lain : (i) relevansi usaha yang dijalankan
koperasi dengan keterwakilan kepentingan ekonomi anggota; (ii) eksistensi
nilai-nilai edukasi koperasi dalam pola pelayanan dan ragam produk yang
ditawarkan oleh koperasi.; (iii) Keterciptaan “efisiensi kolektif” dalam
unit-unit layanan koperasi; (iv) keterjagaan “asas subsidiary” dalam arti
usaha yang dilakukan koperasi tidak dilakukan anggotanya dan usaha yang
dilakukan anggotanya tidak dilakukan koperasi, kecuali untuk alasan khusus yang
bisa difahami secara kolektif. Asas subsidiary ini merupakan kode etik sehingga
koperasi dan anggotanya tidak saling meniadakan, tetapi saling memperkuat. dan; (iv) daya dorong eksistensi usaha
koperasi dalam hal peningkatan produktivitas anggota. Dalam hal ini, koperasi
mengambil tanggungjawab untuk mendorong setiap anggotanya mengembangkan
kreativitas secara pribadi. Cara baca semacam inilah yang memungkinkan koperasi
menjadi gudang bercokolnya para anggota yang menggandrungi wirausaha.
Untuk
mendukung hal tersebut diatas, pengawas seyogyanya
sebisa mungkin memainkan perannya dalam nuansa edukasi dan motivasi
tanpa menghilangkan peran kontrol. Dengan
demikian, setiap tindakan pengurus
maupun anggota yang berpihak didasarkan pada pemahaman yang benar dan keinginan
kuat mempertinggi nilai kerjasama di koperasi.
E. Periodisasi Kepengawasan di Pemaknaan Sempit
Koperasi
adalah media berjuang tiada henti sepanjang koperasi itu ada. Sebagaimana
maksud kelahirannya sebagai alat perjuangan peningkatan kualitas hidup, maka
materi perjuangan tak pernah selesai sepanjang kehidupan itu masih ada. Oleh karena
itu, periodesasi kepengawasan sepatutnya difahami hanya sebentuk rotasi peran
saja dan bukan sebagai akhir untuk menyumbangkan pemikiran dan berkontribusi di
kehidupan koperasi. Alasan lainnya
adalah bahwa upaya mempertinggi nilai kerjasama atau memperluas kebermaknaan berkoperasi
memerlukan kontribusi tiada henti dari segenap unsur organisasi. Artinya,
semakin banyak yang memerankan diri sebagai edukator dan motivator akan
memperluas peluang keterciptaan koperasi yang mengakar alias meng-anggota.
F. Penghujung
Tak
layak berharap terjadi lompatan harapan, ketika tak satupun langkah baru dilakukan
untuk itu. Keberhasilan bukanlah sebentuk hadiah yang hadir tanpa musabab,
tetapi akibat positif dari keberanian, ketekunan dan kesabaran dalam mentahapi setiap
proses perubahan.
Pengawas
sebagai refresentasi demokrasi, yang tugasnya mengawasi pengurus dalam
menjalankan amanah dan juga mengawasi anggota sebagai pemilik dan sekaligus
pelanggan koperasi, memiliki peluang mendorong perubahan dan sekaligus
pemantik akselerasi perluasan makna kebersamaan di koperasi....akan
KAH???
Posting Komentar
.