tulisan ini di terbitkan dalam sebuah majalah inkubator bisnis
A. Siapapun Menginginkan Kepastian

Terlepas seberapapun tingkat
kesempurnaan yang telah di raih dan di rasakan, satu hal yang pasti bahwa tidak
ada keberhasilan yang datang tiba-tiba. Keberhasilan adalah persembahan bagi
mereka yang tepat dalam memilih langkah dan sungguh-sungguh dalam mewujudkan
apa yang menjadi cita-citanya. Demikian juga tentang kepastian, sesungguhnya
tak satu pun manusia bisa memberi kepastian atas sesuatu, bahkan apa yang
terjadi satu detik pun sesudah saat ini pun tak ada yang bisa tahu. Siapa yang
bisa menduga datangnya tsunami di Aceh, siapa yang mengira gempa melanda yogay,
siapa yang duga negara canggih seperti Jepan mengalami musibah alam yang luar
biasa.
Manusia hanya bisa memprediksi/prakiraan
dengan mengoptimalkan akal fikirannya
dan atau berdasarkan kebiasaan-kebiasaan. Orang selalu meyakini bahwa mendung
adalah pertanda hujan, tetapi faktanya mendung tak berarti hujan. Kita pun
akrab dengan prakiraan cuaca, tetapi apakah semua terbukti???. Kita biasa
mendengar istilah proyeksi pertumbuhan
ekonomi, tetapi adakah yang berani memastikannya?. Hal ini juga bentuk pembenaran dan sekaligus
pengakuan manusia bahwa sesungguhnya ada kekuatan yang lebih dahsyat diluar
kemampuan manusia. Mungkin tak terlalu berlebihan untuk kemudian
berkesimpulan bahwa dalam ranah manusia,
kepastian sesungguhnya terletak pada ketidakpastian itu sendiri.
B. Nyaman Dalam
Ketidakpastian

fakta menarik adalah
semua dari mereka tetap hidup tenang, dan nyaman. Hasil dari yang mereka
kerjakan juga tidak hanya bisa memenuhi kebutuhan makannya, bahkan bisa menyekolahkan
anak-anaknya. Bahkan sebagian dari mereka bisa hidup melebihi dari rata-rata
penduduk di sekitarnya yang memiliki pekerjaan tetap.
Satu persamaan dari
ragam profesi itu adalah sama-sama menghadapi ketidakpastian dalam
kesehariannya. Mereka melakukan dengan sepenuh hati dan kesungguhan, sementara
itu untuk urusan hasil akhir mereka pasrahkan pada yang menguasai hidup alias
Tuhan. Mereka bisa hidup dengan tenang
dan nyaman dalam ketidakpastian. Capaian-capaian dari perjalanan panjang telah membentuk keyakinan tersendiri atas apa
yang mereka lakukan di setiap harinya. Waktu mengajarkan mereka bahwa setiap
upaya yang didasarkan pada niat tulus
dan sungguh-sungguh akan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat mendukung keberlanjutan
hidup mereka. Mereka terlatih oleh ragam kondisi yang kian bervariasi dan selalu memilih untuk
mensikapinya dengan bijak. Semakin beragam keadaan yang harus dihadapi, semakin
kuat mental mereka untuk menjalani hidup. Kerugian berdagang hari ini tak
membuat mereka berhenti berdagang ke esokan harinya. Ketergusuran mereka oleh ragam
aksi penertiban menginspirasi mereka untuk berdagang ditempat lain. Kenyamanan
terbentuk oleh kebiasaan, sebagaimana mereka pun terlatih nyaman untuk hidup
dalam ketidakpastian tentang hari esok atau lusa. Ketidakpastian adalah sebuah
keniscayaan yang tak terbantahkan. Satu hal lagi, setiap manusia sesungguhnya
berada dalam ketidakpastian.
C. Berwirausaha
dan Ketidakpastian.
Berwirausaha adalah
sebuah profesi yang sangat lekat dengan ketidakpastian. Dalam hal wirausaha
dimaknai sebagai upaya memindahkan uang dari kantong orang ke kantong kita, faktanya
tidak setiap upaya lantas uang orang (baca: konsumen) berpindah ke kantong sang
wirausahawan. Oleh karena itu, sang wirausahawan adalah orang yang selalu dituntut
belajar dari setiap keberhasilan dan mengambil hikmah dari setiap ke-belum
berhasilan. Ketika auto koreksi semacam ini dilakukan terus menerus, disamping memperkaya
referensi berwirausaha juga efektif menjadi sumber inspirasi di langkah-langkah selanjutnya. Disisi lain
hal ini akan membentuk ketangguhan mental sang wirausahawan sehingga tidak pernah
putus asa dalam setiap keadaan.
Adalah kewirausahaan
memang identik dengan ketidakpastian, sehingga wirausahawan hanya cocok bagi
mereka yang siap dan terlatih dengan ketidakpastian itu sendiri. Seorang
wirausahawan tidak boleh kaget dengan hasil yang besar sebagaimana juga tidak
perlu heran dengan ketiadaan hasil. Kala hari ini mendapatkan hasil
yang besar, wirausahawan harus ingat bahwa esok hari bisa jadi rugi atau tidak
ada penghasilan sama sekali. Demikian juga ketika mengalami kerugian, sang wirausahawan
harus membangun optimisme bahwa masih ada harapan di esok hari. Kekayaan
pandangan yang menyemangati atas setiap kenyataan perlu ditumbuhkembangkan,
sebab kewirausahaan sesungguhnya adalah persoalan semangat untuk membentuk
sesuatu yang produktif dan keberanian atas hasil akhir apapun diberikutnya.
Kalau wirausahawan layaknya
sebuah pertaruhan, maka adalah sebuah keadilan ketika suatu waktu
mendapati hasil berlipat jika dibandingkan dengan seorang yang berprofesi
sebagai karyawan yang menggantungkan hidupnya pada gaji
atau kebijaksanaan sang majikan di tempatnya bekerja. Disatu sisi, sepanjang
sang karyawan masih bekerja pasti akan memperoleh gaji disetiap bulannya, di sisi lain jangan
terlalu berharap lebih walau perusahaan sedang memperoleh laba yang besar. Itu
adalah resiko memilih menjadi karyawan sebanding dengan resiko terburuknya
yaitu di PHK (pemutusan hubungan kerja) bila melakukan kesalahan fatal dan atau
karena perusahaan bangkrut. Pertanyaan menarik adalah siapakah yang menjamin
kalau perusahaan itu akan terus eksis???. Sang pengusaha itu pun tak bisa
menjawabnya sebagaimana karyawan pun tak mungkin bisa memastikannya. Artinya,
sesungguhnya pengusaha dan karyawan sama-sama
berada di ketidakpastian, walau berbeda dalam kadar nikmat dan resiko nya.
Disamping itu, karena karyawan tidak punya mental layaknya sang majikan
(wirausahawan), maka pendapatan yang relatif stabil harus dipandang sebagai
konsekuensi logis. Sementara itu, ketika sang majikan (wirausahawan) memperoleh
bagian yang lebih besar, itu pun hadiah yang pantas atas keberaniannya
mengambil keputusan menekuni sebuah usaha dan kesiapannya atas segala resiko
yang mungkin muncul akibat keputusan itu. Oleh karena itu, sebuah kekeliruan
besar ketika karyawan bertindak seolah-olah pemilik perusahaan sebagamana
seorang pengusaha yang tak boleh memiliki mental seperti karyawan.
D. Wirausaha dari
Sisi Kebebasan dan Kebenaran
Setiap orang
menginginkan kebebasan dalam artian seluas-luasnya. Setiap orang ingin bebas
pergi kemana saja tanpa dibatasi oleh waktu, bebas dalam memulai atau mengakhiri pekerjaan, bebas
menentukan cuti tanpa harus meminta izin siapapun, bebas membuat aturan
sepanjang tidak bertabrakan dengan aturan kenegaraan dan berseberangan dengan
kepentingan umum serta aturan Tuhan manapun.
Kebebasan semacam ini sulit didapat ketika seseorang berposisi menjadi
karyawan. Kebebasan semacam ini hanya mungkin bisa dinikmati para wirausahawan.
Seorang wirausahawan
bebas menentukan kapanpun mau memulai ataupun mengakhirinya, sebab berwirausaha
adalah hak setiap orang yang bisa dimulai kapanpun. Ketika sang wirausahawan
sudah mencapai tahap tertentu dan memiliki karyawan, maka sang wirausahawan pun
bebas membuat aturan yang diperuntukkan keterjagaan dan tumbuhkembangnya usaha. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau
seorang karyawan harus mematuhi jam kerja dan hadir tepat waktu, sementara sang
majikan bisa datang dan pergi kapanpun dia menginginkannya. Sekilas ini tampak
tak adil, namun yang perlu diingat adalah seorang karyawan bisa lepas dari
tanggungjawab selepas jam kerja, sementara wirausahawan harus berfikir
sepanjang waktu. Oleh karena itu, kalau menginginkan peluang keberhasilan lebih
besar, seorang wirausahawan harus lebih
memfokuskan waktunya pada jalannya usaha yang sedang ditekuni. Inilah yang
disebut dengan kebebasan pribadi yang bertanggungjawab.
Sementara itu,
kebenaran dalam dunia usaha sesungguhnya hanya ditentukan oleh hasil akhir dari
rangakian proses. hasil positif mengindikasikan kebenaran cara dan sebaliknya hasil
negatif adalah sebentuk pesan untuk melakukan perbaikan-perbaikan. Dalam bahasa
praktis, terserah mau sejuta cara dilakukan oleh wirausahawan dalam menjalankan
usahanya, tetapi yang terpenting adalah hasil akhir dari rangkaian langkah
tersebut.
E. Memulai dengan Who..

F. Bergulat
dengan "how"...
"Cara"
adalah jembatan antara mimpi dan kenyataan. Pada perumusan dan pengaplikasian
"cara" ini, kepiawaian racikan dan ketahanan mental teruji. Banyak
orang yang menggebu-gebu diawalnya kemudian banting setir ketika mengalami
kebuntuan gagasan dalam membentuk respon positif calon konsumen. Pada titik
inilah seorang wirausahawan diuji tingkat kemampuannya mengkombinasikan spirit
dengan energi dan fikiran. Ketika kombinasi ketiganya melahirkan racikan
berbentuk sajian penawaran yang menggiurkan, maka akumulasi keberpihakan
konsumen akan membawa pada pertumbuhan dan perkembangan usaha tersebut. Oleh
karena itu, dalam penyusunan cara ini, seorang wirausahawan harus terus dan
terus belajar sampai menemukan feel yang tepat dalam melayani calon
konsumen. Jawab atas "How" terus teruji
kebenarannya
G. Mengelola “Ha Ha Ha”
“Ha
Ha Ha” adalah sebentuk ungkapan mewakili sebuah kebahagiaan atas keberhasilan.
Dalam wirausaha, persoalan mentalitas tidak hanya pada proses memutuskan
memulai atau tidak dan atau mentalitas dalam proses pencapaiannya, tetapi juga
menyangkut persoalan mentalitas dalam mengelola
keberhasilan. Banyak wirausahawan sukses melalui masa-masa sulit, tetapi tak
jarang wirausahawan gagal dalam sesi kemenangan. Pada sesi berjuang,
wirausahawan tersebut begitu gigih dan pantang menyerah dimana setiap kendala
difahami sebagai tantangan yang harus ditaklukkan. Setiap kebelum berhasilan
dibaca sebagai sesuatu yang harus dicari musababnya. Namun demikian, ketika
berhasil meraih kesuksesan, beberapa wirausahawan tak jarang menjelma menjadi
manusia super dan cenderung tak terkendali. Akibatnya, tanpa disadari kualitas
kontrol mulai berkurang dan biasanya kesadaran muncul bila kondisi usaha mulai
goyah dan atau bahkan menyentuh titik minus. Itulah sebabnya, mentalitas
keberhasilan juga diperlukan, khususnya dalam menjaga, mempertahankan dan
mengembangkan usaha yang sudah berjalan dengan baik.
H. Siapa Yang Hidup di Kepastian

Dalam cara baca yang
demikian, maka pada tingkat horizontal, logika akan menggiring pada konsepsi
keadilan hidup, dimana mereka yang lebih
bisa mengoptimalkan segala potensi adalah mereka yang berpotensi meraih
keberhasilan yang lebih. Dengan demikian, mengingat wirausahawan memiliki kebiasaan on fire tanpa mengenal
waktu, maka adalah sebuah keadilan kalau wirausahawan lebih berpeluang
mendapatkan hasil yang lebih banyak. Sementara itu, bagi mereka yang menjebakkan diri pada rutinitas dengan
memilih sebagai follower/pengikut, mereka adalah orang-orang yang harus ikhlas
menerima apa yang sudah ditetapkan oleh pemilik keputusan.
Hidup adalah pilihan
dan setiap pilihan memiliki konsekuensi masing-masing. Ketika menjebakkan diri
pada ruang yang penuh batasan, maka seharusnya mimpi pun selayaknya sebatas
ruang yang ada. Sementara itu, ketika berada diruang tanpa batas, maka bermimpi
pun menjadi tak terbatas. Hal ini hanya mungkin ada pada profesi
wirausaha.
Sementara itu, dari
perspektif vertikal dimana Tuhan masih diakui berpengaruh dalam hidup, kualitas
dan kuantitas hasil akhir perjuangan juga terpatok pada prinsip-prinsip
keadilan. Tuhan tidak menghadiahkan keberhasilan bagi pemalas. Tuhan pun tak
melipatgandakan hasil bagi mereka yang menghindri tanggungjawab. Ketika
seseorang mengambil tanggungjawab untuk menghidupi banyak orang (baca:
karyawan), maka selayaknya Tuhan juga memberi hasil yang lebih sehingga bisa untuk menghidupi para
karyawan yang mengikutinya.
Kalau demikian adanya,
dari sisi kualitas dan kuantitas sebuah akhir perjuangan, lebih berpeluang manakah orang-orang yang
memilih mengikuti dengan menjadi karyawan atau mereka yang mempersilahkan
dirinya untuk diikuti dengan menjadi wirausahawan??.
Posting Komentar
.