MENGGAGAS KERJA SAMA ANTAR KOPERASI | ARSAD CORNER

MENGGAGAS KERJA SAMA ANTAR KOPERASI

Kamis, 21 Juni 20121komentar


 disampaikan pada acara " WORKSHOP PENINGKATAN KERJASAMA ANTAR KOPERASI" yang dilaksanakan oleh Deputi Bidang Kelembagaan Koperasi dan UKM KEMENKOP RI, di Hotel Aston, Purwokerto, 25 Juni 2012
A.  PEMBUKA
Hakekat koperasi sesungguhnya adalah kerjasama (cooperative) dari orang per orang yang memiliki keyakinan dan komitmen untuk hidup bersama, khususnya dalam memenuhi aspirasi dan kebutuhan ekonomi, sosial dan budaya. Kesamaan persepsi, kepercayaan satu sama lain dan spirit kolektivitas diantara mereka selanjutnya berimplikasi terhadap ragam aktivitas yang  berujung pada terwujudnya “mimpi kolektif” secara bertahap dan berkesinambungan. Dengan kata lain, keterlahiran aktivitas adalah “imbas” dari kualitas kebersamaan yang dibangun.


Atas dasar itulah, sesunguhnya jauh lebih menarik memandang koperasi sebagai “kumpulan komitmen orang” ketimbang memandang koperasi sebagai “usaha”.  Ketika koperasi difahami sebagai usaha, tanpa disadari paradigma yang terbentuk adalah semangat pertumbuhan modal yang kemdian di notasikan dalam istilah SHU (sisa hasil usaha). Ironisnya, dalam perolehan SHU itu sendiri, koperasi menjadikan anggota sebagai obyek yang selalu dieksploitasi. Peran anggota sebagai subyek (penentu kebijakan koperasi) kian menipis karena dominasi elite organisasi  yang terlalu kuat. Nuansa kebersamaan kian terpinggirkan dan pola gotong royong yang menjadi ciri khas koperasi kian tak tampak dalam pola-pola pengelolaan organisasi dan usaha. Akhirnya, “koperasi” hanya menjadi istilah pembeda tanpa memiliki perbedaan nyata dalam setiap tindakannya. Sementara itu, pada pandangan koperasi sebagai “kumpulan komitmen orang”, operasionalisasi segala aktivitas tetap berlandaskan pada kebutuhan dan kebahagiaan anggota. Dengan demikian, segala aktivitas yang dijalankan selalu disemangati oleh nilai-nilai kebersamaan.  Ikatan emosional yang begitu kuat secara alamiah membentuk gerakan sosial (baca: pemberdayaan berbasis kemandirian) yang massif  dan akan mempengaruhi  perilaku kolektif  (baca : budaya) dalam mencukupi kebutuhan ekonomi anggotanya.

Dalam bahasa sederhana, membangun koperasi berbasis ikatan emosional kolektif akan lebih berpeluang memiliki daya tahan untuk mengembangkan ragam aktivits dibanding dengan membangun koperasi berlandaskan spirit pertumbuhan modal yang mendorong ragam praktek eksploitasi.


B.  MENGGAGAS TREND  SHU   0 (nol)
SHU (Sisa Hasil Usaha) dalam koperasi sesungguhnya tidak sama dengan “laba”  di perusahaan non koperasi walau keduanya sama-sama menghitung selisih pendapatan dan biaya.  Pada non koperasi, konsumen murni diposisikan sebagai pembeli atas apa yang ditawarkan. Sementara itu, pada koperasi konsumen juga bisa berstatus sebagai pemilik (baca: anggota) dan  mempunyai hak untuk mempengaruhi kebijakan harga (baca : pendapatan) dan juga biaya.  Oleh karena itu, dalam pemikiran radikal sesungguhnya SHU 0 (nol) juga tidak masalah sepanjang anggota bahagia dengan hal tersebut.

Pada koperasi konsumsi dimana besar kecilnya omzet dipengaruhi oleh kuantitas transaksi anggotanya, fungsi dan peran unit layanan (baca: unit-unit usaha) menjadi menarik  didiskusikan  kaitannya dengan kadar kesetiakawanan dan kegotongroyongan. Kebijakan “margin” menjadi persoalan menarik karena hal ini berkaitan dengan seberapa besar anggota (sebagai pemilik dan juga pelanggan) harus berkorban untuk memperoleh “solusi” atas “kebutuhan atau masalah” yang sedang dihadapinya.  Kalau kemudian ternyata seorang anggota berkorban lebih besar ketimbang mentransaksikan kebutuhannya di tempat lain (baca: non koperasi),  apakah sebuah kesalahan ketika sang anggota bertransaksi di perusahaan lain (non: koerasi) ?. Saatnya koperasi-koperasi konsumsi menata ulang paradigma tentang penetapaan margin  pada unit–unit usaha khususnya dalam melayani anggota, sebab hal ini relevan dengan sisi-sisi kesetiakawanan, kegotongroyongan dan juga muasal keterlahiran  koperasi. Kurang bijak ketika demi pencapaian SHU besar lewat meng-eksploitasi anggotanya, sebab dipastikan hal ini tidak akan membahagiakan anggotanya dan hal itu berarti hakekat tujuan berkoperasi tidak akan pernah  tercapai sampai kapanpun. Pertanyaan yang menarik kalau SHU 0 (nol) benar-benar diterapkan, apakah koperasi bisa berkembang???.

SHU 0 (nol) sebenarnya sebuah tag line  membangunkan kesadaran segenap aktivis koperasi tentang tujuan berkoperasi sesungguhnya. Kolektivitas (kebersamaan) yang terbangun di segenap unsur organisasi sesungguhnya modal awal untuk mencapai apa yang disebut dengan “efisiensi kolektif”.  Artinya, ketika semua anggota berkomitmen  menyatukan komitmen dan memilih satu-satunya tempat transaksi kebutuhannya  di koperasi, maka dipastikan akan terbentuk akumulasi permintaan yang semakin besar dan selanjutnya harga perolehan akan semakin rendah. Dengan demikian, setiap angggota akan menikmati harga yang lebih murah. Inilah yang disebut dengan “efisiensi kolektif”. Pada titik ini, transaksi di koperasi menjadi multi makna dimana tidak lagi sebatas media pilihan memenuhi kebutuhan hidup yang lebih murah, tetapi juga media untuk membangunkan kesadaran betapa hebatnya makna kebersamaan di koperasi.  Selanjutnya, pada tingkat akumulasi kesadaran yang tinggi, maka hal –hal yang  berkaitan dengan pengembangan koperasi menjadi mudah untuk di komunikasikan. Jadi, dalam hal ini usaha hanyalah salah satu “media uji” keberhasilan pembangunan kebersamaan yang merupakan “roh” dari koperasi itu sendiri.

Pada tingkat spirit yang sama, Aplikasi SHU 0 (nol) memerlukan sedikit  modifikasi  pada koperasi produksi atau koperasi distribusi yang melibatkan anggotanya dalam proses produksi atau distribusi. Pada koperasi semacam ini,  koperasi mengambil margin  hanya dari transaksi  non anggota. Sementara itu, ketika anggotanya juga ikut mengkonsumsi hasil produksi,  maka di beri perlakuan khusus dalam bentuk harga lebih murah.

Sub thema ini bermaksud  mengajak segenap aktivis koperasi  untuk berfikir ulang tentang hakekat berkoperasi dan sekaligus mengajak melakukan komparasi (perbandingan) tingkat kedahsyatan koperasi ketika dipandang sebagai “kumpulan orang yang berkomitmen” atau “koperasi sebagai badan usaha”.
  

C. KEMITRAAN MUTUALISME ANTAR KOPERASI
Koperasi adalah ideologi yang menjunjung tinggi “kerjasama” dan  hakekat pembangunan koperasi  identik dengan upaya-upaya  mempertinggi nilai kerjasama itu sendiri. Demikian halnya ketika antar koperasi membangun sebuah kerjasama   saling menguntungkan, sesungguhnya koperasi-koperasi itu tidak sedang belajar tentang membangun kerjasama tetapi hanya memperluas kerja sama. Oleh karena itu, sesungguhnya koperasi-koperasi yang sukses mencapai kondisi mengakar, membangun kerjasama  bukanlah hal sulit karena koperasi-koperasi  sudah dipersatukan secara ideologis. 

Secara praktis, ada 2 (dua) hal minimal yang  perlu diperhatikan dalam membangun kerja sama, yaitu :
  1. “Trust” atau “kepercayaan”.  Kepercayaan adalah modal terpenting  dalam membangun kerja sama yang nyaman dan langgeng.  Kepercayaan tidak lahir dalam waktu singkat, tetapi merupakan akumulasi dari track record (rekam jejak) kebaikan dan konsistensi.  Oleh karena itu, koperasi harus membangun mesin reputasi dalam bentuk karya-karya nyata berbasis kebersamaan. Satu hal yang menjadi catatan bahwa  reputasi tidak bisa dibentuk lewat  manipulasi persepsi, sebab waktu akan menguji kebenaran reputasi itu sendiri.  
  2. Kebermaknaan. Dalam perspektif  produktivitas,  kemitraan yang terbangun di antara koperasi men-syaratkan adanya perekat berbentuk peningkatan nilai kebermanfaatan. Dengan demikian, bayang kebermanfaatan itu akan menjadi penyemangat dan sekaligus sumber energi dalam proses pencapaian hal-hal yang dikerjasamakan.   


D. MENILIK RAGAM POTENSI KEMITRAAN
Sebagai sebuah organisasi berbasis kumpulan orang  yang berkomitmen  hidup bersama,  terhimpun dalam ikatan emosional berlandaskan saling percaya dan keinginan untuk hidup saling men-sejahterakan  merupakan modal kuat untuk mengkomunikasikan banyak hal secara terbuka, mulai dari hal-hal yang berkaitan dengan ragam kebutuhan maupun hal-hal yang berkaitan dengan optimalisasi bakat/talenta yang melekat pada pribadi-pribadi anggota di masing-masing koperasi. Ragam kebutuhan dan ragam talenta merupakan 2 (dua) inspirasi untuk membentuk ragam aktivitas koperasi, baik secara mandiri  maupun  bermitra dengan koperasi lain. 

Sebagai stimulan, berikut ini dipaparkan beberapa gagasan yang mungkin dikerjasamakan antar koperasi :
1.       Join Education.
Satu hal yang menjadi catatan penting, kebelum-mengakaran sebuah koperasi sesungguhnya berawal dari lemahnya pemahaman tentang apa, mengapa dan bagaimana seharusnya ber-koperasi. Akibatnya, anggota tidak memahami nilai-nilai beda yang seharusnya melekat pada diri mereka ketika menjadi bagian dari sebuah koperasi. Solusi paling manjur adalah menyelenggarakan pendidikan.    Melalui “pendidikan” diharapkan akan mempu membentuk  keyakinan dan pemahaman yang benar tentang koperasi. Pada tahap selanjutnya, penyelenggaraan pendidikan ini  akan menjadi stimulan pertumbuhan “tindakan berpihak” yang dalam jangka panjang akan berimbas bagi  percepatan pertumbuhan dan perkembangan sebuah koperasi.

Menyelenggarakan pendidikan koperasi yang berkualitas dan tepat sasaran (baca: berimplikasi kuat dengan percepatan perkembangan koperasi) memang bukan perkara mudah. Namun demikian, mengingat “pendidikan koperasi” adalah senjata paling ampuh dalam membangun koperasi,  terselenggaranya pendidikan dengan baik  mutlak menjadi sebuah “kebutuhan”. Oleh karena itu, koperasi-koperasi bisa menjalin kerja  dalam hal pendidikan (join education).
2.      Join Business
Dalam mewujudkan kemampuan diri memenuhi aspirasi ekonomi, sosial dan budaya, koperasi perlu menyelenggarakan aktivitas usaha.  Usaha koperasi bisa mendasarkan diri pada peta kebutuhan anggota, potensi/bakat yang melekat pada anggota dan atau peluang  yang mungkin bisa dimanfaatkan dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi dan kelembagaan. 

Bicara operasionalisasi usaha koperasi, tentu tidak bisa melepaskan diri dari prinsi-prinsip umum  walau dibeberapa hal terdapat kekhususan yang merupakan pembeda koperasi dibanding dengan usaha lainnya.  Oleh karena itu, usaha koperasi juga sangat memperhatikan  efisiensi, efektivitas dan produktivitas dalam arti luas. Atas dasar itu, koperasi perlu mengembangkan ragam strategi yang mengarah pada tujuan yang sama, yaitu “perluasan kebermanfaatan berkoperasi bagi stake holder nya”.

Salah satu strategi yang bisa diambil adalah mengembangkan kerjasama antar koperasi dengn prinsi saling memperkuat dan menambah nilai manfaat. Berikut dijelaskan beberapa gagasan kerja sama  antar koperasi di bidang usaha yang mungkin  bisa di jalankan : 
  • Join Buying (Membeli  Bersama).  Pada koperasi konsumsi, join buying  sangat mungkin dilakukan karena   diastikan lebih efisien  yang diakibatkan oleh pembelian dalam skala yang lebih besar. Harga perolehan yang lebih rendah tentu akan membentuk harga jual yang lebih rendah pula dan hal ini sangat menguntungkan anggota koperasi. Di sisi lain, ketika koperasi juga melayani non anggota, maka range margin yang di dapatkan akan lebih besar.   
  • Join marketing.
Dalam sudut pandang “peta kebutuhan”, koperasi yang merupakan kumpulan orang juga merupakan “kumpulan kebutuhan”. Artinya, antar koperasi yang memiliki kemampuan untuk memproduksi produk tertentu bisa kerjasama dalam hal pemasarannya dengan koperasi lain yang anggotanya membutuhkan produk tersebut.
  • Join Management
Me-manage usaha koperasi sesungguhnya memiliki tingkat keunikan tersendiri. Hal ini mengingat koperasi bukanlah organisasi bebas nilai, tetapi menganut pada konsepsi “jati diri” sekaligus pembeda yang nyata dengan bentuk usaha lainnya.  Pada titik inilah, koperasi dituntut untuk bisa mengelola ragam usaha dengan baik dan mendasarkan diri pada nilai-nilai koperasi.  Jika tidak, koperasi berpotensi terjebak pada praktek kapitalis dan spirit pertumbuhan nilai uang. Namun demikian, secara rasional menghadirkan seorang profesional yang faham koperasi mulai dari konsepsi sampai dengan operasionalisasi tidaklah muda dan juga tidak murah. Rendahnya apresiasi koperasi terhadap manajemen (baca: pengelola) merupakan penyumbang terbesar jarangnya mendapati para profesional terlibat dalam pengembangan koperasi. Akibatnya, mendapatkan pelayanan berbasis nilai koperasi dan semangat kegotongroyongan masih tergolong jarang. Mayoritas pelayanan tersaji seadanya dan hampir tak mencerminkan semangat untuk berkembang. Hal ini sangat disayangkan, sebab hal ini tak hanya membuat koperasi secara kelembagaan kurang berkembang, tetapi juga berakibat kurang bahagianya segenap stake holder menjadi bagian dari keluarga koperasi.

Oleh karena itu, dalam meng-akselerasi pembangunan koperasi perlu dikaji untuk melibatkan para profesional yang benar-benar mumpuni. Aplikasi stratetgi ini tidak harus dilakukan sendirian, tetapi bisa saja beberapa koperasi bekerja sama untuk mengangkat seorang profesional untuk menangani koperasi-koperasi yang secara budaya pengelolaan memiliki kesamaan pola. Inilah yang dimaksud dengan join management.  Disamping join management membangun peluang sebuah koperasi lebih berkembang, juga menjadi lebih efeisien tanpa mengurangi efektivitas.
  • Join Teknologi Informasi
Di kekinian zaman, teknologi informasi banyak mempengaruhi tata kelola usaha dan juga pelayanan. Kecanggihan teknologi telah terbukti bisa menggerus waktu, jarak, meningkatan validitas, mempengaruhi budaya dan bahkan citra  organisasi dan perusahaan. Namun demikian, pelibatan teknologi dalam tata kelola organisasi dan usaha koperasi memerlukan biaya yang tidak sedikit. Untuk itu, kerja sama antar koperasi di bidang teknologi juga berpotensi  menciptakan efisiensi tanpa mengurangi substansi teknologi dalam menunjang informasi, pelayanan dan lain sebagainya.
  • Interlanding
Sampai saat ini, koperasi belum punya lembaga penjamin likuiditas sehingga pola pelayanan masih mengandalkan kondisi internal masing-masing koperasi. Sebenarnya,  koperasi juga bisa membentuk kerjasama mutual dengan koperasi lainnya.  Sebab, pada satu waktu sebuah koperasi mengalami over likuid dan di koperasi yang lain ada yang sedang membutuhkan suntikan dana  untuk mendukung pelayanan. Ketika terjadi kerja sama interlanding  maka hal ini akan sangat membantu perkembangan koperasi masing-masing yang bekerja sama. Namun demikian, hal ini mensyaratkan “TRUST” satu sama lain.  
  • Join Investmen  (Investasi bersama).
Kalau ditilik dari sudut kebutuhan, sesungguhnya masing-masing anggota  dari primer memiliki kesamaan. Akumulasi kesamaan ini bisa di drive menjadi inspirasi keterlahiran  “join Investmen” diantara beberapa koperasi. Sebagai contoh,  join business dalam hal pembangunan supermarket, hotel, pembanguna perumahan dan lain sebagainya.
  • Dan lain sebagainya.
Banyak hal lain yang bisa dikerjasamakan antar koperasi sepanjang hal tersebut memperluas kebermanfaatan koperasi bagi segenap stake holdernya dan tidak bertentangan dengan aturan dan undang-undang  yang berlaku.


E. PENGHUJUNG
Mengembangkan kerjasama antar koperasi sesungguhnya bukanlah perkara sulit bagi koperasi-koperasi yang sudah mengakar, sebab pada hakekatnya tindakan itu hanyalah memperluas kerjasama dimana koperasi sudah terlatih secara internal.  Namun demikian,  minimnya kreativitas, kurangnya saling percaya dan rendahnya keterlatihan dalam hal berbagi peran dalam pencapaian maupun distribusi hasil, menjadi faktor-faktor yang  menyebabkan  minimnya kerjasama antara koperasi itu.  Namun demikian, kesadaran dan keyakinan potensi “lompatan kebermanfaatan” dari sebuah kerjasama, diharapkan akan men-stimulan gairah koperasi-koperasi untuk segera menjalin  kerjasama dalam nuansa produktivitas berbasis kolektivitas.

Sebagai penghujung, keberhasilan adalah akibat positif dari tindakan-tindakan efektif. Semoga koperasi semakin bisa menggali ragam potensi yang melekat pada koperasi  sejak kelahirannya pertama kali. Sebagai penyemangat...keberhasilan tidak datang tiba-tiba tanpa melalui upaya nyata disertai kesungguhan, ketekunan, kesabaran dan keikhlasan dalam memperjuangkan sesuatu.
Share this article :

+ komentar + 1 komentar

24 Juni 2012 pukul 22.10

Mimpi yang dimimpikan sendiri itu hanya menjadi sebats mimpi, beda halnya dengan mimpi yang dilakukan bersama-sama, itu akan menjadi realitas ujar penyanyi lawas John Lennon. Begitu pula koperasi-kah? :)

Posting Komentar

.

 
Copyright © 2015. ARSAD CORNER - All Rights Reserved