Aku sadar itu bukan kamu,
tetapi aku seperti mendapati kamu. Seketika aku menjadi kehilangan
akal sehat. Air mataku tak tertahan dan terus mengalir tanpa bisa kuhentikan. Serasa
kamu sedang ada dihadapanku. Semua gerak-gerik itu seolah kamu. Aku kehilangan
akal sehat dan terus menangis....
Aku kehilangan kemampuan menahan diri dan kemudian mengambil HP tuk menyapamu. Dengan harap cemas ku
tunggu reaksi atas salamku, walau di sedikit sisa kesadaranku berharap kamu
sudah terlelap sehingga perasaan kacau malam ini tak menemukan sandarannya. Ternyata kamu
menyambut baik dan aku begitu bahagia dan kemudian kehilangan kesadaran. Aku tak mampu menyembunyikan keadaanku
yang sedang bercucur air mata. Sesaat sempat terbangun kesadaran dan kemudian ku
sampaikan maaf telah mengganggu malam mu. Namun sekejap kemudian aku kembali
meneruskan kalimat-kalimat penegas keadaanku yang seperti orang
sakau dan kehilangan kesadaran.
Ku dapati jawabmu bernada tak lepas. Ku tahu itu
caramu mengendalikan keadaanku dan tetap pada komitmenmu. Namun,
itu tak membangkitkan egoku untuk memilih bergaya bahasa yang sama. Aku semakin
menjadi dan jemariku terus menari dan mengungkapkan kejujuran rasa yang sedang
membuncah dalam hatiku. Kubangunkan kesadaran dengan mengucapkan terima kasih
dan salam penutup. Tetapi jawabmu bernada canda membuatku semakin bersemangat
untuk terus membiarkan jemariku mengetik di keypad HP.
Kamu sepertinya mencoba mengontrol diri dan keadaan serta menjawab salam penutupku dengan kalimat
penutup juga. Ku ucapkan gud nite...cu...have a nice dream...sebagai kalimat
penutup dan juga sebagai cara membangun kesadaran dan kekebalan diri. Kubiarkan
airmata mengalir sampai menemukan titik lelahnya. Ku bangun kebijakan berfikir
dan berempati atas upaya kerasmu dalam membenamkanku dari hati dan ingatanmu. Aku pun tak ingin mendapatimu lagi dalam air mata untuk
sebuah tanya yang belum pernah menemukan jawabnya.
Aku harus mencintaimu dengan
cara menghormati ketetapanmu. Aku tak boleh egois dan
memuaskan rasaku tanpa berfikir rasamu. Aku tak boleh berbahagia diatas deritamu. Aku harus bisa membangun ikhlas atas pilihanmu. Malam ini, aku hanya seperti menemukan mesin penjawab rindu yang telah begitu lama ku pendam sendiri dan tak bertuan. Seharusnya
aku tetap bisa mengontrol diri dan menyadari bahwa apa yang sedang kusaksikan bukanlah benar-benar
kamu. Aku tak boleh membiarkan diri larut dalam situasi ini dan kemudian
melibatkanmu. Aku harus menyelesaikan gejolak rasa ini dengan caraku sendiri. Aku
tak boleh memanjakan rasa lagi padamu seperti sedia dulu kala, walau sikap dan
pilihanmu tak pernah bisa merubah apalagi membunuh rasa dan cinta ini. Aku
telah memilih cara sendiri menjaga dan memelihara cinta ini dan mencoba keras
untuk membangun ikhlas atas sikap dan tak kepedulianmu atas akibat dari
keputusan itu. Bahkan, ketidakpedulianmu
tak merubah apapun tentangmu dihatiku terdalam....
Air mata ini karena
telah menemukan titik lelahnya. Ku gapai tempat tidurku walau mata ini jauh
dari ngantuk. Ku rangkai kebijakan berfikir dan kendali diri. Ku
cukupkan malam dengan mengirimkan pesan terakhir padamu..” Aku mohon maaf...seharusnya aku bisa mengendalikan
diri...anggap saja aku tlah melakukan kebodohan malam ini. lupakan saja....Makasih”...kemudian kubiarkan air mataku mengalir lagi....sampai aku terlupa
dalam terlelap...
maafkan aku Tuhan...seharusnya
aku bisa menguasai keadaan dan mengendalikan diri, karena aku takut menodai caraku sendiri menghargai semua ini.
Posting Komentar
.