THE RIGHT MAN ON THE RIGHT PLACE & ON THE RIGHT TIME | ARSAD CORNER

THE RIGHT MAN ON THE RIGHT PLACE & ON THE RIGHT TIME

Selasa, 17 April 20120 komentar


 
Disampaikan pada agenda ‘UP-GRADING PENGURUS dan PENGAWAS  KOPMA SE-YOGYAKARTA”, 
Pada Tanggal 28 April 2012, dilaksanakan oleh JOKER, di Kaliurang, Yogyakarta


 A.  Pembuka

Dalam cara baca sederhana, organisasi atau perusahaan adalah kombinasi orang dan uang (yang kemudian diintrepretasi ke dalam modal kerja dan sarana pendukung lainnya). Uang adalah benda mati dan manusia adalah makhluk hidup yang punya keinginan, kebutuhan, fikiran dan bakat. Singkat kata, manusia-lah yang menggerakkan dan mengubah segalanya dari sesuatu menjadi sesuatu yang lain.

Sementara itu, keterlahiran sebuah organisasi dan atau perusahaan, berawal dari adanya mimpi dan inisiatif dari seseorang  atau sekelompok orang. Kemudian pada tahap perkembangan dimana sumber daya manusia (SDM) yang  ada  sudah tak mungkin meng-cover segala aktivitas yang di jalankan, maka pada titik itulah diperlukan tambahan SDM.

Pada titik inilah muncul tanya  SDM seperti apa yang layak untuk diajak bergabung.  Pada titik ini pula, organisasi atau perusahaan yang ada berada pada titik uji yang sangat rawan, sebab bila kemasukan orang yang salah (the wrong man) bisa berakibat pada keruntuhan organisasi dan perusahaan. Atas dasar itulah diperlukan metode yang brilian dalam rekruitmen dan juga penempatan (placement)


B.  Manusia Adalah Makhluk Yang Unik
Setiap manusia adalah unik, memiliki karakter berbeda dan talenta yang beragam pula.  Kondisi itu pula yang  berperan membentuk dinamika dan perubahan  dari satu waktu ke waktu berikutnya. Bahkan ada jargon yang menyebutkan bahwa yang “permanen” dalam sebuah organisasi dan perusahaan adalah “perubahan” itu sendiri. Jargon ini menggambarkan bahwa manusia adalah jenis makhluk yang melalui fikirannya bisa menciptakan sesuatu yang berbeda dari keadaan sebelumnya. Lewat akal dan kreativitas nya,  manusia juga mampu menciptakan hal-hal baru yang belum ada di masa sebelumnya.

Dalam perspektif pengelompokan, disatu sisi ada sebagian  manusia yang berperan sebagai  agen of change (penggubah) tetapi ada sebagian manusia yang memilih passive dan memilih menyesuaikan dengan setiap perubahan walau sebagian ada yang bersikap memberontak sebelum melakukan penyesuaian.  Variasi karakter semacam inilah yang memerlukan “racikan” sehingga melahirkan kombinasi efektif bagi akselerasi pencapaian tujuan-tujuan organisasi atau perusahaan.

Satu hal yang menjadi catatan, setiap manusia menginginkan keberhasilan dan kebahagiaan dalam hidupnya, setidaknya menurut persespsinya sendiri-sendiri. Setiap manusia akan merasa bahagia bila di dalam satu komunitas dia bisa mendefenisikan dirinya sebagaimana yang dia inginkan.  Dengan demikian, dia akan merasa enjoy dan menjadi dirinya sendiri.  Namun dalam kenyataannya, sesungguhnya kemerdekaan (menjadi diri sendiri) tak lepas dari toleransi, dimana manusia yang satu juga harus mengerti bahwa manusia yang lain juga sama-sama menginginkan untuk “menjadi diri sendiri”. Atas dasar itu, setiap manusia dituntut  memiliki kemampuan beradaptasi dan fleksibel tanpa mengihilangkan jati diri, jika tidak akan menimbulkan konflik yang sering kali mengorbankan kepentingan organisasi atau perusahaan. 


C. Hakekat Mengelola  SDM
Mengelola SDM bukanlah perkara mudah, sebab masing-masing SDM adalah unik dan memiliki karakter dan talenta yang berbeda-beda. Oleh karena itu, hakekat mengelola SDM adalah  menelusur talenta  (bakat dan potensi) seseorang dan kemudian menempatkannya pada ruang yang tepat di waktu yang tepat.  Namun demikian, banyak orang yang lupa bahwa tak ada manusia yang sama, sehingga bermimpi menjadikan seseorang  menjadi orang lain adalah hal yang mustahil. Oleh karena itu, pada organisasi atau perusahaan  dengan tingkat turn over  tinggi dalam hal SDM adalah indikator obyektif tingkat efektivitas  pola rekruitmen dan pembinaan yang dilakukan.  Kejelian melakukan rekruitmen, kemampuan aplikasi pola pembinaan yang mendorong optimalisasi talenta dan mengkombinasikannya  pada  sisi yang tepat menjadi kunci optimalisasi partisipasi setiap SDM bagi pencapaian visi dan misi organisasi/perusahaan.


D. Integritas Sebagai  Tujuan  Akhir Pembinaan
Keberhasilan pembinaan adalah ketika SDM yang dikelola mampu mencapai tahap integritas dengan 3 (tiga) ciri minimal yang melekat sebagaimana dijelaskan  berikut  ini:
1.       Merasa diawasi Tuhan walau tidak sedang diawasi oleh atasan.
2.       Selalu membuat menjadi lebih baik. Hal ini bisa diwujudkan lewat upaya-upaya memperbaiki sesuatu yang belum baik dan atau menaikkan nilai dari apa yang  sesungguhnya sudah baik.
3.       Berorientasi pada keterjagaan dan keterlahiran karya. Artinya,  hal-hal yang berkaitan dengan imbalan (salary, fasilitas dan lain sebagainya) difahami sebagai imbas bukan sebagai target atau sasaran.

Mewujudkan 3 (tiga) ciri tersebut diatas pada setiap SDM memang  bukan perkara mudah, tetapi ketika sebuah organisasi atau perusahaan di huni oleh orang-orang yang melekat ciri demikian, maka  organisasi dan perusahaan berpeluang untuk lebih maju dan berkembang.


E. 2 (dua) Cara Mempersepsikan SDM
Dalam tinjauan empiris ada 2 (dua) cara mempersepsikan keberadaan SDM dalam sebuah organisasi atau perusahaan, yaitu ; (i) sebagai  alat dan; (ii) sebagai modal  yang paling bernilai.

Pada organisasi yang mempersepsikan SDM sebagai alat (tools), biasanya SDM dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk tujuan organisasi. SDM di tuntut mematuhi  serangkaian  aturan dengan imbalan jasa yang sudah ditentukan pula. Pada kondisi ini, ruang-ruang apresiasi dan aspirasi sangat sulit didapati. Disamping itu, biasanya dominasi kalangan elit organisasi tak memberi ruang bagi pengembangan potensi yang ada pada SDM.

Sementara itu, pada organisasi yang mempersepsikan SDM sebagai modal yang paling bernilai , tentu sangat responsif terhadap hal-hal yang berkaitan dengan SDM mulai dari pola rekruitmen, pendidikan dan pelatihan, penempatan dan juga urusan reward dan punishment. Pada organisasi semacam ini, SDM difahami sebagai makhluk unik yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Pendalaman atas masing-masing talenta dijadikan sebagai dasar untuk melakukan penempatan dan pengkombinasian dalam satu team work yang dinamis. Di sisi lain, organisasi semacam ini biasanya menerapkan sistem manajemen terbuka dalam artian mengapresiate setiap gagasan yang dinilai mampu mengakselerasi pencapaian target-target dan atau mengembangkan tujuan-tujuan organisasi . Implikasi positif dari aplikasi pola-pola semacam ini adalah munculnya gairah setiap orang yang terlibat untuk mendedikasikan segala potensinya dan pada akhirnya berkontribusi positif bagi pertumbuhan dan perkembangan perusahaan. Namun demikian, pola ini masih jarang diterapkan, khususnya pada organisasi yang masih kecil dan pengelolaaannya masih bersifat tradisional. Pola ini banyak diterapkan pada organisasi modern dan responsif terhadap perubahan  iklim yang mulai meniadakan jarak dan bat as-batas kewilayahan seiring dengan kemajuan teknologi.


F. Visi dan Misi Perusahaan Sebagai Sumber Inspirasi
Kelahiran sebuah organisasi  distimulan oleh sebuah keinginan atau mimpi yang kemudian didefenisikan ke dalam visi dan misi. Disamping sebagai tujuan, visi dan misi juga berfungsi sebagai sumber penyemangat dalam setiap tahapan pencapaiannya. Simbol-simbol semangat kemudian diciptakan dengan me-referensi pada visi dan misi tersebut. Nilai-nilai yang terkandung dalam visi dan misi itu diedukasikan kepada segenap SDM yang terlibat dalam operasionalisasi organisasi. Dengan demikian, akan terbentuk persepsi yang sama terhadap defenisi dan sekaligus tujuan perusahaan pada semua lini organisasi. Disamping itu, visi dan misi ini akan mendorong setiap orang yang terlibat untuk menyesuaikan diri dan sekaligus berkontribusi optimal lewat sumbangsih potensi yang melekat pada diri masing-masing


G. Menjadi Karyawan Tuhan Sebagai Sebuah Tawaran
Sekilas sub bahasan ini  tampak aneh ditengah modernisasi yang meng-global. Individualisme dan hedonisme yang tumbuh subur telah men-drive setiap orang untuk mengoptimalkan logika dan rasa nya dalam mengejar apa yang didefenisikan sebagai  keberhasilan. Akibatnya, pertarungan ego dan kepentingan sering tak terhindarkan. Konflik psichologis yang terjadi sering bermuasal dari lebar jurang antara ekspektasi dengan apresiasi yang diberikan organisasi atau perusahaan atas segala hal yang telah dia lakukan atau sumbangkan. Ketika memilih bertahan  selalu dihinggapi kekecewaan dan ketidaknyamanan, tetapi memilih  “pergi” di liputi kekhawatiran akan mendapatkan situasi yang lebih buruk. Perlahan, situasi ini akan mempengaruhi kinerja SDM dan pada gilirannya akan mempengaruhi performace organisasi atau perusahaan  secara menyeluruh.

Hal ini memerlukan solusi mengingat setiap orang adalah manusia yang mempunyai harapan dan berkeinginan kuat menikmati kebahagiaan. Mindset  berfikir tentu menjadi muasal dari keterbentukan tindakan dan harapan dari setiap orang. Oleh karena itu, edukasi dan pembinaan “mindset” bagi segenap SDM mutlak diperlukan, sehingga prinsip rasionalitas akan mempengaruhi defenisi “keberhasilan” dari setiap orang memiliki  potensi ketercapaian lewat organisasi atau perusahaan tempatnya bermukim dan berkarya.

Sebagai sebuah tawaran, memilih “menjadi  karyawan Tuhan” adalah jalan tengah yang mendamaikan bagi setiap orang, baik mereka yang berprofesi sebagai  owner (pemilik organisasi/perusahaan) maupun mereka yang berprofesi sebagai  karyawan organisasi atau perusahaan. Pada cara baca ini, semua orang mendefenisikan diri merasa penting untuk baik dan mulia di pandangan Tuhan. Untuk itu, setiap orang akan terdorong untuk mengoptimalkan segenap energi dan talenta-nya bagi keterciptaan karya yang memiliki manfaat dan kebermaknaan luas bagi manusia lainnya. Segenap talenta yang dimilikinya, difahami sebagai titipan Tuhan yang bentuk men-syukurinya diwujudkan dengan memanfaatkannya bagi perluasan kebaikan bagi orang lain. Setiap orang akan mengambil tanggungjawab untuk memberikan yang terbaik dari apa yang dia miliki. Sebab dengan cara–cara demikian diyakini sebagai cara mendapatkan kemuliaan dan keberpihakan dari Tuhan-nya. Bagi mereka yang meyakini hal ini, tidak akan pernah berfikir “dapat apa” setelah melakukan apapun, sebab mereka percaya bahwa Tuhan maha adil dan maha penyayang. Mereka tak akan iri pada capaian siapapun, sebab mereka yakin Tuhan akan mendatangkan nikmat sesuai kadar upaya yang mereka  lakukan dengan ikhlas. Mereka tak akan peduli yang namanya lelah, sebab semakin lelah berarti semakin mulia dipandangan-Nya. Bahkan mereka tak peduli berapa penghasilan yang mereka dapatkan setelah mendedikasikan segala kemampuannya, sebab mereka yakin pada kemurahan Tuhan, mereka yakin Tuhan tak pernah tidur dan selalu berbuat adil dalam urusan peng-karunia-an nikmat bagi semua usaha yang dilakukan manusia. Mereka tidak pernah resah dengan sebagian sikap atasan yang mungkin kurang adil, sebab yang mereka butuhkan adalah media untuk membentuk kebaikan-kebaikan bagi manusia lainnya.

Konsep ini memang terlihat aneh dalam nuansa kekinian di organisasi dan perusahaan. Akibat men-Tuhan kan logika dan rasa, banyak manusia menggunakan akal dan rasa nya sebagai cara menjemput “impian”. Konsep ini hanya sebuah tawaran walau sepenuhnya menyadari tergolong radikal ditinjau dari kekinian zaman.  

H. Penutup
Demikian beberapa pemikiran sederhana tentang  SDM (Sumber Daya Manusia) yang dipaparkan pada forum terhormat ini. Semoga tulisan ini bisa menginspirasi peserta dan juga menstimulan dalam sesi diskusi. Sebelum mengakhiri, izinkanlah saya berpesan 1 (satu) hal; “bahagiakanlah orang lain agar Tuhan membahagiakanmu”. 
Share this article :

Posting Komentar

.

 
Copyright © 2015. ARSAD CORNER - All Rights Reserved