Kisah ini adalah lanjutan dari amanah dari seorang sahabat (maaf nama tidak dijelaskan) yang pernah di realese di note facebook beberapa waktu lalu. Pengungkapan kisah ini dilandasi keinginan kuat untuk memberi stimulant pada pembaca dan sekaligus berharap terinspirasi untuk sesuatu yang baik.
Di tengah asik bekerja sebagai kuli di sebuah kantor, tiba-tiba HP mukzi berdering menandakan sms masuk. " gmn ttg mahasiswa yang perlu bantuan, kok belum ada info?", demikian isi sms itu dari seorang sahabat yang dia kenal dengan sangat baik. Atas sms itu si mukzi (si penerima amanah dan bukan nama sesungguhnya) menjawab: "maaf pak, sebenarnya kalau dari sisi kuantitas banyak yang antri, tetapi dari sisi kualitas yang saya ragu menyampaikannya. tetapi kalau dari sisi kualitas bapak sepakat kita pasrahkan kepada Allah, maka saya siap mengajukan berdasarkan pengamatan kami yang layak menerimanya". Sang Bapak kemudian menjawab; "ya setuju aja, saya coba 1 (satu) orang dulu, saya akan kirim rutin per bulan"." oke Pak, akan saya kirimkan segera profilenya via email", mukzi menutup pembicaraan lewat SMS itu.
Mukzi tertegun sesaat memikirkan materi sms itu...kemudian bergegas menggelar sholat zuhur yang kebetulan sudah tiba waktunya. Dalam do'anya dia bermohon pada Sang Pencipta segera diberi petunjuk dan dipertemukan dengan orang yang tepat, sehingga niat baik sang bapak jatuh pada orang yang tepat. Sesudah sholat…mukzi melanjutkan pekerjaannya.
Di tengah mukzi sedang serius menyusun sebuah konsep yang harus di presentasikan pada atasannya di kantor, Tiba2 mukzi teringat pernah diskusi dengan seorang mahasiswa/i yang baru saja lulus. mukzi meraih HP nya dan mencoba mencari nomor anak tersebut. Dia temukan dan kemudian langsung meneleponnya. Dalam pembicaraan singkat itu, mukzi menceritakan tentang amanah itu dan meminta tolong untuk di beri referensi mahasiswa/i yang layak menerima amanah ini.
Gayung bersambut, dia merespon permintaan mukzi dan mengatakan bahwa dia punya teman yang kebetulan sedang kesulitan financial, kemudian berjanji akan menyampaikan informasi berkaitan dengan anak itu kepada mukzi. Di akhir pembicaraannya, mukzi berpesan untuk memberikan no HP dan alamat emailnya kepada anak tersebut. Menjelang maghrib, anak itu (calon penerima beasiswa) itu menyapa mukzi lewat sms. Secara singkat mukzi kemudian mengatakan 2 (dua) hal; (i) mukzi meminta alamat email anak tersebut dan (ii) membuat kesepakatan waktu untuk bertemu ke esokan harinya jam 17.00 wib. Setelah menutup pembicaraan, mukzi langsung berkirim email kepada anak itu untuk meminta detail informasi dirinya, keluarganya, cita-cita dan strategi pencapaiannya. Setelah menutup email, mukzi mengirim sms pada anak itu dan mengatakan,” tolong di respon email yang saya kirimkan sebelum besok kita bertemu”.
Keesokan harinya, menjelang jam 17.00 wib si Mukzi masih sibuk meeting, sehingga pertemuan terselenggara jam 17.35 wib. Akhirnya Mukzi bertemu dengan anak itu (namanya di rahasiakan) yang kebetulan bersama 1 (satu) orang temannya. Setelah bersapa sebentar, azan maghrib berkumandang. Akhirnya, mukzi mengusulkan kedua mahasiswi tersebut untuk sholat maghrib berjam’ah di rumah mukzi sekaligus diperkenalkan dengan keluarga mukzi. Sesudahnya, diskusi dilangsungkan di ruang depan kontrakan mukzi yang tergolong sederhana. Dalam diskusi singkat itu, si anak berkisah kalau kesulitannya bermula ketika kakaknya yang selama ini membiayai kuliahnya keluar kerja karena kesehatan yang kurang mengizinkan. Namun, keinginan kuat untuk terus berkuliah mendorong dia melakukan apapun sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran Tuhan. Keringanan SPP dia mohonkan pada pimpinan universitas. Untuk mendukung biaya hidup sehari-hari dia berjualan menjajakan dagangan di kos-kosan mahasiwa/i di lingkungan kampusnya. Keteguhan, kesabaran dan garis semangat hidup begitu kuat pada mahasiswi berjilbab ini. Kesan ketegaran dan kedewasaan berfikir begitu kuat terlihat dari cara dia mengungkapkan kisahnya. Mukzi membiarkan anak itu terus berkisah sambil menulis kan inti kisah itu di papan komputernya. Singkat cerita, mukzi meminta izin mengisahkan itu kepada Sang Bapak (yang akan memberi bantuan) via email sekaligus melampirkan jawaban-jawaban tertulisan anak itu saat merespon email pertama mukzi.
Keesokan harinya, Sang Bapak merespon email mukzi dengan baik. Bahkan, awalnya sang bapak mengatakan akan membantu Rp 300.000,oo perbulan untuk biaya hidup berubah menjadi Rp 350.000,oo dan sekaligus bapak tersebut juga siap menanggung SPP anak itu sampai selesai kuliah. Tanpa sadar... mukzi meneteskan air mata atas respon email bapak tersebut, apa lagi diakhir emailnya sang bapak mengatakan mau langsung mengirim biayanya pada hari itu juga. Tuhan... luar biasa.....dengan jemari yang gemetar dan tetes air mata yang masih mengalir..mukzi mengabarkan anak tersebut lewat SMS...Subhanallah...
Thanks atas jum’at yang penuh hikmah dan meninggalkan pengalaman bathin yang luar biasa...gumam mukzi...
Di tengah asik bekerja sebagai kuli di sebuah kantor, tiba-tiba HP mukzi berdering menandakan sms masuk. " gmn ttg mahasiswa yang perlu bantuan, kok belum ada info?", demikian isi sms itu dari seorang sahabat yang dia kenal dengan sangat baik. Atas sms itu si mukzi (si penerima amanah dan bukan nama sesungguhnya) menjawab: "maaf pak, sebenarnya kalau dari sisi kuantitas banyak yang antri, tetapi dari sisi kualitas yang saya ragu menyampaikannya. tetapi kalau dari sisi kualitas bapak sepakat kita pasrahkan kepada Allah, maka saya siap mengajukan berdasarkan pengamatan kami yang layak menerimanya". Sang Bapak kemudian menjawab; "ya setuju aja, saya coba 1 (satu) orang dulu, saya akan kirim rutin per bulan"." oke Pak, akan saya kirimkan segera profilenya via email", mukzi menutup pembicaraan lewat SMS itu.
Mukzi tertegun sesaat memikirkan materi sms itu...kemudian bergegas menggelar sholat zuhur yang kebetulan sudah tiba waktunya. Dalam do'anya dia bermohon pada Sang Pencipta segera diberi petunjuk dan dipertemukan dengan orang yang tepat, sehingga niat baik sang bapak jatuh pada orang yang tepat. Sesudah sholat…mukzi melanjutkan pekerjaannya.
Di tengah mukzi sedang serius menyusun sebuah konsep yang harus di presentasikan pada atasannya di kantor, Tiba2 mukzi teringat pernah diskusi dengan seorang mahasiswa/i yang baru saja lulus. mukzi meraih HP nya dan mencoba mencari nomor anak tersebut. Dia temukan dan kemudian langsung meneleponnya. Dalam pembicaraan singkat itu, mukzi menceritakan tentang amanah itu dan meminta tolong untuk di beri referensi mahasiswa/i yang layak menerima amanah ini.
Gayung bersambut, dia merespon permintaan mukzi dan mengatakan bahwa dia punya teman yang kebetulan sedang kesulitan financial, kemudian berjanji akan menyampaikan informasi berkaitan dengan anak itu kepada mukzi. Di akhir pembicaraannya, mukzi berpesan untuk memberikan no HP dan alamat emailnya kepada anak tersebut. Menjelang maghrib, anak itu (calon penerima beasiswa) itu menyapa mukzi lewat sms. Secara singkat mukzi kemudian mengatakan 2 (dua) hal; (i) mukzi meminta alamat email anak tersebut dan (ii) membuat kesepakatan waktu untuk bertemu ke esokan harinya jam 17.00 wib. Setelah menutup pembicaraan, mukzi langsung berkirim email kepada anak itu untuk meminta detail informasi dirinya, keluarganya, cita-cita dan strategi pencapaiannya. Setelah menutup email, mukzi mengirim sms pada anak itu dan mengatakan,” tolong di respon email yang saya kirimkan sebelum besok kita bertemu”.
Keesokan harinya, menjelang jam 17.00 wib si Mukzi masih sibuk meeting, sehingga pertemuan terselenggara jam 17.35 wib. Akhirnya Mukzi bertemu dengan anak itu (namanya di rahasiakan) yang kebetulan bersama 1 (satu) orang temannya. Setelah bersapa sebentar, azan maghrib berkumandang. Akhirnya, mukzi mengusulkan kedua mahasiswi tersebut untuk sholat maghrib berjam’ah di rumah mukzi sekaligus diperkenalkan dengan keluarga mukzi. Sesudahnya, diskusi dilangsungkan di ruang depan kontrakan mukzi yang tergolong sederhana. Dalam diskusi singkat itu, si anak berkisah kalau kesulitannya bermula ketika kakaknya yang selama ini membiayai kuliahnya keluar kerja karena kesehatan yang kurang mengizinkan. Namun, keinginan kuat untuk terus berkuliah mendorong dia melakukan apapun sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran Tuhan. Keringanan SPP dia mohonkan pada pimpinan universitas. Untuk mendukung biaya hidup sehari-hari dia berjualan menjajakan dagangan di kos-kosan mahasiwa/i di lingkungan kampusnya. Keteguhan, kesabaran dan garis semangat hidup begitu kuat pada mahasiswi berjilbab ini. Kesan ketegaran dan kedewasaan berfikir begitu kuat terlihat dari cara dia mengungkapkan kisahnya. Mukzi membiarkan anak itu terus berkisah sambil menulis kan inti kisah itu di papan komputernya. Singkat cerita, mukzi meminta izin mengisahkan itu kepada Sang Bapak (yang akan memberi bantuan) via email sekaligus melampirkan jawaban-jawaban tertulisan anak itu saat merespon email pertama mukzi.
Keesokan harinya, Sang Bapak merespon email mukzi dengan baik. Bahkan, awalnya sang bapak mengatakan akan membantu Rp 300.000,oo perbulan untuk biaya hidup berubah menjadi Rp 350.000,oo dan sekaligus bapak tersebut juga siap menanggung SPP anak itu sampai selesai kuliah. Tanpa sadar... mukzi meneteskan air mata atas respon email bapak tersebut, apa lagi diakhir emailnya sang bapak mengatakan mau langsung mengirim biayanya pada hari itu juga. Tuhan... luar biasa.....dengan jemari yang gemetar dan tetes air mata yang masih mengalir..mukzi mengabarkan anak tersebut lewat SMS...Subhanallah...
Thanks atas jum’at yang penuh hikmah dan meninggalkan pengalaman bathin yang luar biasa...gumam mukzi...
Posting Komentar
.