KOTA YANG MENAWARKAN “PELUANG KEBAIKAN YANG LUAS”
Catatan
01 dari menyambangi kota kelahiran dalam semangat idul fitri

Ketaatan
terhadap lalu lintas terjadi bila hanya ada petugas/polisi yang berdiri di
sana. Hal ini kupastikan saat memasuki kota yang nota bene adalah area “kawasan
tertib 9lalu lintas”. Pada titik ini, semua memilih taat dan bahkan tidak
satupun yang berani memberhentikan kendaraannya di bibir garis markah jalan. “ternyata
ini tentang kesadaran dan budaya”, simpulku menyaksikan realitas
masyarakat dalam berlalu lintas.
Hal
serupa juga terjadi dala urusan “memakai helm”. Tak terlihat
keyakinan mereka memakai helm saat berkendaraan roda 2 (dua) sebagai kebutuhan
melindungi diri sendiri dari resiko. Apakah mereka memiliki cadangan nyawa
sehingga tidak takut dengan resiko bila terjadi kecelakaan?. Uniknya, seperti
ketaatan ber-lampu merah, mereka
menggunakan helm hanya bila memasuki kawasan terib lalu lintas.
Setidaknya,
2 (dua) fakta kepatuhan pengendara saat memasuki kawasan KTL (Kawasa Tertib
lalu Lintas) meng-isyaratkan bahwa sesungguhnya potensi kepatuhan dan keamanan
berkendaraan sangat terbuka lebar dibudayakan. Hanya saja, kerja keras dan cerdas diperlukan dalam
men-sosialisasikan dan meng-edukasikan perlunya membangun budaya tertib
berkendara dan berlalu lintas. Kerjasama
semua pihak perlu digiatkan sehingga menyuarakan agenda ini secara serempak
mulai dari sekolah, tempat-tempat ibadah, kumpulan-kumpulan RT dan lain
sebagainya. Pada titik tertentu, kemudian perlu di lakukan control dan
pusishment yang tegas atas setiap pelanggaran.
Napak
tilas mengitari kota menjadi caraku untuk mengenang sejarah masa lalu. Tiap
sudut seolah mengingatkan langkahku di masa lampau, jejak dimana aku melalui
setiap sudut kota ini di masa kecil. Semua masih komplit seolah menjadi artefak perjalanan hidupku. Sambil mengelilingi
kota, aku meng-kisahkan ragam juangku kepada ketiga lelakiku dengan harapan
mereka akan memiliki semangat juang dalam hidupnya. Aku ceritakan di toko mana aku berbelanja dan
kemudian naik bentor (becak motor) ke terminal bis. Aku sampaikan pula bagaimana
berkomunikasi strategis dengan toke agar bisa dikasih hutang sehingga tokoku
penuh dengan persediaan barang dagangan.
Dipenghujung
cerita, aku pun tersadar bahwa hampir tidak ada yang berubah.Semua tempat dimana
aku memiliki jejak masih lengkap, utuh dan bahkan kebanyakan mewujud dalam
bentuk serupa dengan 25 (dua puluh lima tahun) tahun lalu. Adakah kota ini
sengaja di design demikian sehingga
menjadi identitas yang men-ciri di memori setiap orang tentang kota ini?.
Ataukah memang perubahan didefenisikan bukan terletak pada perwajahan kota?.
Aku
mencoba berfikir positif saja walau sempat tergoda berkesimpulan bahwa “ini
kota yang mengalami persoalan dengan pertumbuhan”. Pikiran positif ini pun
terbenarkan dengan perkembangan disisi kota dimana begitu banyak berdiri hotel,
supermarket dan bahkan mall. Obyek wisata alam juga tumbuh bagaikan jamur
dimusim hujan. Beberapa universitas pun hadir sebagai penanda kota ini concern dengan kualitas dan masa depan sebuah generasi.
Kota ini ini keren dan sangat potensial untuk lebih ditumbuhkembangkan. Pelibatan masyarakat perlu di dorong sehingga terbangun
kolektivitas produktif yang memberi daya dorong terhadap akselerasi pembangunan dalam arti luas. Akselerasi
perlu dilakukan dengan memberi ruang lebih luas bagi masyarakat untuk
berkiprah & berperan. Mungkin saja, kota ini memerlukan konsep planologi kota tegas sehingga perwajahan kota ini men-cirikan kerapi-an
dan keindah-an sehingga lebih asik untuk di pandang dan dinikmati. Penyebaran
konsentrasi pembangunan perlu difikirkan sehingga tidak terjadi sentralisasi
keramaian yang menimbulkan kemacetan di bagian-bagian tertentu saja.
Satu
hal lagi, mindset & mentalitas
masyarakat pun perlu didorong ke arah yang lebih dinamis sehingga terbangun percaya
diri yang lebih dalam menumbuhkembangkan bakat dan kreatifitasnya. Pembangunan
kesadaran di kalangan masyarakat perlu dilakukan secara massif sehingga
memantik inisiatif untuk melibat dan berkontribusi dalam proses pembangunan secara
proporsional.
Simpulnya,
kota ini menawarkan “ruang kebaikan” yang luas bagi
mereka yang menyukai terbangunnya
karya-karya keren bernada kemasyarakatan. Disisi lain, apresiasi atas setiap
inisiasi masyarakat perlu dikembangkan sehingga terbangun semangat dan juga
budaya kreatif disetiap lapisan masyarakat.
Praktek-praktek baik dan positif yang ada di keseharian masyarakat perlu
digali dan disebarluaskan sehingga nilai-nilai kemanfaatannya menjadi lebih
luas. Bakat-bakat unik dan hebat perlu difasilitasi sehingga menemukan titik
optimum kedahsyatannya.
Pada
akhirnya, defenisi hebat dan keren perlu di geser dari materialitas menjadi
ke-karyaan. Eksistensi masyarakat pun tidak lagi ditentukan jumlah kebendaan
yang mentereng, tetapi oleh seberapa banyak prestasi dan karya kreatif nan produktif yang
berdampak luas bagi kehidupan dirinya dan juga
masyarakat . Untuk itu, setiap
orang harus dipandang sebagai insan unik dan berbakat, sehingga yang diperlukan
hanyalah ruang-ruang penyaluran yang selalu memanjakan bakat-bakat itu
menemukan titik optimumnya. Kalau hal ini mewujud, “kota kreatif” menjadi
sangat layak untuk disematkan pada kota hebat ini.
By : Muhammad Arsad Dalimunte
Posting Komentar
.