“KETIKA SEMUA ORANG BERMIMPI HAL SERUPA”
Catatan
02 dari menyambangi kota kelahiran dalam semangat idul fitri
Ada kekaguman
saat mendapati mesjid-mesjid menggunakan AC di kota ini. Hal ini tak kudapati 5
(lima) tahun lalu saat terakhir kali berkunjung ke kampung kelahiranku ini. Terlepas
karena udara yang sering panas, kondisi ini seolah men-simbolkan 2 (dua) hal,
yaitu; (i) masyarakat memiliki kehidupan yang layak dan; (ii) mesyarakat
memiliki kepedulian tinggi dalam urusan ber-Tuhan. Supermarket pun sudah
berdiri tegak di beberapa titik di lingkar kota ini. Hotel-hotel berkelas pun
hadir di kota ini dan bersaing sehat untuk mengais keuntungan. Obyek wisata pun
jumlahnya begitu banyak dan masing-masing menawarkan ciri khas tersendiri. Beberapa
universitas juga hadir sebagai pusat peradaban dan tempat pembentukan
insan-insan berkualitas. “Ini kota yang maju dan berkembang”,
ujarku dalam hati saat melakukan napak tilas di kota ini
Tak jarang aku
berpapasan dengan mobil-mobil bagus cenderung mewah saat melintasi jalan propinsi,
jalan kabupaten dan bahkan jalan desa. Saat mengelilingi desa dipagi hari untuk
menghirup udara segar yang masih bebas dari polusi, aku pun mendapati banyak
kendaraan berkategori serupa terparkir di banyak garasi, Tadinya aku fikir ini
pasti mobil para perantau sukses yang
mudik. Namun, sepertinya dugaanku salah dan mobil-mobil keren itu ternyata kendaraan harian yang
dipakai oleh mereka. Pada level lebih rencah, pun terlihat nyata motor-motor merk terkini lalu lalang melintas di
jalan raya. Kalaupun ada mobil atau sepeda motor jadul yang melintas, jumlahnya
relatif kecil dibanding keluaran terbaru.
Sumber daya
alam melimpah ternyata menjadi penyumbang kesejahteraan masyarakat disini.
Sawit dan karet yang mendatangkan uang secara periodik, tidak saja menjadi
mesin jawab atas kebutuhan pokok, tetapi juga telah membawa mereka bersentuham
dengan kebutuhan sekunder dan bahkan tertier. Terbersit tanya, apakah semua memiliki lahan
atas sawit atau karet?.
Observasi
singkat menunjukkan sebagian anggota masyarakat bukanlah pemilik lahan, tetapi sebagai
penggarap lahan. Sebagian lainnya berprofesi sebagai tukang becak, pembantu
rumah tangga dan atau menjadi buruh/karyawan di perusahaan-perusahaan swasta,
baik yang bergerak disektor perdagangan maupu industri. Menjadi wirausahawan
dan PNS adalah profesi lainnya, khususnya mereka yang memiliki keberuntungan
hidup.
Yang jelas, apapun
profesinya, “memiliki sebidang lahan
sawit atau karet” adalah mimpi yang terpatri pada setiap orang. Untuk itu,
mereka rajin menabung dan bahkan berhutang bank demi mewujudnya mimpi indah. Ketekunan,
kesabaran dan keuletan pun pada akhirnya membawa mereka sukses menggapainya. Mereka
pun pada akhirnya memiliki kebun yang luasnya beragam. Kebun ini kemudian
dijadikan sebagai sumber passive
income dan menjadikan profesi yang
mereka jalani di keseharian sebagai sumber active
income. Artinya, active income dijadikan sebagai penjawab kebutuhan pokok dan passive income menjadi alat untuk bisa bersentuhan
dengan kebutuhan sekunder atau tertier. Sementara itu, bagi yang menginginkan
lahan yang lebih luas, mereka memilih menahan diri untuk hidup mewah. Hasil
kebun di setting untuk menghasilkan
kebun baru, entah itu dengan cara membangun lahan baru atau take over lahan yang dijual karena sang pemilik butuh uang
mendukung anaknya bersekolah ke tingkat yang lebih tinggi.
Dipenghujung
pengamatanku dari depan teras rumah pun berakhir dengan beberapa pertanyaan
yang memerlukan jawab untuk berkesimpulan komprehensif tentang kota ini, yaitu;
(i) dengan sumber daya melimpah, apakah menggiring masyarakat ke dalam faham
materialitas?; (ii) sejalan dengan itu, apakah masyarakat terjebak gaya hidup
konsumerisme dan individualisme?; (iv) dengan tingginya gairah masyarakat dalam
membangun sarana ibadah, adakah ini hanya sekedar kebanggaan simbolik yang
mem-budaya ataukah cerminan keberhasilan agama sebagai inspirasi masyarakat untuk lebih ber-kinerja secara ekonomi?;
bagaimana dengan tingkat kesenjangan dan implikasi sosialnya?. Bagaimana pula
dengan indeks kebahagiaan masyarakat disini?.
Singkatnya
keberadaanku di kota ini tak memungkinkan mendapat jawab atas semua tanya itu.
Yang jelas, kesimpulan sementaraku, kota ini keren, berkembang, menyenangkan
dan sepertinya berpeluang menjadi kota metropolitan. Hanya saja, yang perlu
menjadi catatan penting adalah tentang imbas pembangunan & kemajuan. Implikasi sosial perlu ter-kendali dimana
kebijakan lokal (local wisdom) tetap terjaga sehingga masyarakat tidak
kehilangan identitasnya.
Semoga Tuhan
memberiku kesempatan lagi untuk kembali dan menemukan jawab atas segala tanya
yang membenak. Aamiin.
By : Muhammad Arsad Dalimunte


Posting Komentar
.