
Malam itu, kita langsung menuju hotel tempat mereka akan menginap. Ada satu memori yang tak mungkin ku lupakan dimana disepanjang jalan menuju hotel beliau asik bertelepon ria dengan sang istri. Lucunya, setelah bertanya kabar didetik pertama, hal berikut yang diminta beliau kepada istrinya adalah menceritakan tentang "kelanjutan sinetron" yang terpaksa terlewatkan karena harus melakukan perjalanan ke Kota Mendoan untuk mengisi satu acara semiloka koperasi yang digagas oleh para anak muda pejuang koperasi yang terhimpun dalam payung Kopkun.
Begitu asiknya beliau bertelepon tentang sinetron itu dan
bahkan beberapa kali menyampaikan nada protes pada
istrinya seolah tidak terima dengan skenario
sutradara sinetron itu. Aku pun mendengar gelak
tawa sang istri diseberang sana ketika mendapati beliau protes keras keras atas cerita sinetron itu. Awalnya, Aku tak habis fikir sedemikian seriusnya beliau membincang sinetron itu. Namun, akhirnya aku berfikir inilah sisi lain "the real life" dari seorang tokoh besar yang memang penyuka sinetron. Bahkan, perbincangan via phone seputar sinetron itu masih berlanjut sampai kami mencapai lobby hotel. Aku , Dr.
Tarlih dan Suroto hanya bisa tersenyum dengan apa yang kami saksikan.
Keesokan harinya, semiloka pun
digelar dengan 4 (empat) narasumber yaitu; Prof Dawam, , Bapak Sularso, Suroto dan
diriku. Beliau panel dengan Suroto dan diriku panel di session berikutnya bersama
Pak Sularso. Usai panel session, aku dikagetkan dengan sapaan Dr. Tarlih yang
meminta izin padaku untuk menerbitkan materi yang kubawakan di semiloka itu di
bulletin Univ. Petroleum dimana Prof Dawam adalah pimpinannya. Aku katakan
pada Dr. Tarlih bahwa sesungguhnya aku tak pernah percaya diri dalam urusan tulis menulis. Bahkan aku merasa tulisanku belum memenuhi
kaidah untuk sebuah tulisan ilmiah, termasuk tulisan yang kubawakan di semiloka itu.
Namun, Dr, tarlih menegaskan hal itu atas permintaan langsung Prof.Dawam. Aku pun
menyetujuinya dan berpesan agar Dr. Tarlih berkenan melakukan edit atas
bagian-bagian yang mungkin tidak masuk dalam kategori ilmiah. Dr. Tarlih pun mengiyakan
sambil tersenyum memandangku.
Semiloka selesai sekitar jam 13.30-an
, sementara itu jadual kereta pulang Prof Dawam baru malamnya. Sisa waktu
luang ini pun kami manfaatkan untuk makan soto khas di jalan bank dan kemudian
berkunjung ke beberapa koperasi yang antara lain Kopkun dan KPRI Sehat RSUD
Prof. Margono Soekarjo Purwokerto.
Dalam perbincangan santai, Beliau sempat menyampaikan keheranannya terhadap anak-anak muda seperti kami yang memilih concern dan fokus mengembangkan koperasi. Beliau melihat hal ini sebagai keanehan mengingat koperasi-koperasi di negeri ini kebanyakan diurus dan digandrungi oleh kelompok usia senja dan para pensiunan.
“Ini tentang pencarian panjang untuk menemukan formula efektif dalam meng-operasionalkan konsepsi koperasi yang katanya futuristic. Bila kami sudah menemukan dan mengujikannya secara lapangan, kami akan mereflikasikan ke koperas ikoperasi lain di tanah air, begitu Prof...” , jawabku agak idealis dengan nada heroik sambil menekan pedal gas mengelilingi Kota Mendoan.
Ketika malam menjelang, aku dan kawan-kawan mengantar Prof. Dhawam, Dr. Tarlih dan Pak Sularso ke stasiun setelah menyantap bebek goreng sebelumnya yang berlokasi di seberang hotel. Pasca itu, aku bertemu kembali dengan beliau dalam satu diskusi bertemakan “reborn SDI” di Universitas IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Dalam perbincangan santai, Beliau sempat menyampaikan keheranannya terhadap anak-anak muda seperti kami yang memilih concern dan fokus mengembangkan koperasi. Beliau melihat hal ini sebagai keanehan mengingat koperasi-koperasi di negeri ini kebanyakan diurus dan digandrungi oleh kelompok usia senja dan para pensiunan.
“Ini tentang pencarian panjang untuk menemukan formula efektif dalam meng-operasionalkan konsepsi koperasi yang katanya futuristic. Bila kami sudah menemukan dan mengujikannya secara lapangan, kami akan mereflikasikan ke koperas ikoperasi lain di tanah air, begitu Prof...” , jawabku agak idealis dengan nada heroik sambil menekan pedal gas mengelilingi Kota Mendoan.
Ketika malam menjelang, aku dan kawan-kawan mengantar Prof. Dhawam, Dr. Tarlih dan Pak Sularso ke stasiun setelah menyantap bebek goreng sebelumnya yang berlokasi di seberang hotel. Pasca itu, aku bertemu kembali dengan beliau dalam satu diskusi bertemakan “reborn SDI” di Universitas IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Malam ini, aku dikagetkan dengan massage isi serupa di beberapa group WA yang mengabarkan Prof Dawam berpulang
kepangkuan-Nya. Sejenak aku terhenyak dan kemudian beruucap “innalillahi wa innalillahi roji’un”. Seketika aku teringat "kesempatan istimewa" mendampingi beliau selama satu hari dua malam di kota kelahiran koperasi, Purwokerto. Masih terngiang apa
yang beliau ajarkan dan semangat yang beliau suntikkan kepada kami para anak muda yang memilih setia berjuang di garis koperasi dan ekonomi kerakyatan.
Selamat jalan guru besar ekonomi
bangsa, Prof.Dr. Dawam Raharjo, semoga diampunkan segala khilaf dan kesalahanmu
serta ditempatkan-Nya pada sisi yang mulia. Engkau akan tetap hidup dalam keseharian banyak murid dan juga kolegamu
lewat ilmu dan semangat yang pernah engkau ajarkan, contohkan dan juga tularkan.
Selamat jalan pribadi fenomenal nan inspiratif serta penuh ketauladanan. Do’aku menyertai kepergianmu....!!!!!!!
Selamat jalan pribadi fenomenal nan inspiratif serta penuh ketauladanan. Do’aku menyertai kepergianmu....!!!!!!!
Posting Komentar
.