ME-REDEFENISI KATA “MENGANGGUR”
“39.688 orang di Banyumas Masih Menganggur”,
demikian judul salah satu tulisan di pojok kiri halaman 18 di Koran Suara
Merdeka (30/11). Setelah membaca isi beritanya, ter-ide me-redefenisi kata “menganggur”
dari persepsktif semangat hidup (spirit
of life). Mengapa dari perspektif semangat hidup, karena bisa jadi
menganggur itu adalah pilihan yang dilakukan tanpa sengaja. Artinya,
pengangguran yang dialami sebagai akibat dari kelengahan-kelengahan yang
dilakukan dimasa lalu sehingga tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk
bekerja disebuah tempat.
Dalam
makna keseharian, menganggur identik dengan ketiadaan pekerjaan yang disebabkan
terbatasnya lowongan pekerjaan. Dengan
kata lain, “pertumbuhan pencari kerja mengikuti
deret hitung dan pertumbuhan lapangan kerja mengikuti deret ukur”. Dengan
demikian, deviasi antara pertumbuhan lapangan pekerjaan dan jumlah
pencari kerja menjadi area pengangguran.
Kalau ternyata pengangguran berasal dari deviasi itu, maka ada beberapa opsi
yang mungkin bisa diambil, yaitu : (i) menumbuhkan investasi. Hal ini bisa
dilakukan lewat mengundang investor maupun mendorong pengusaha lokal
berekspansi.; (ii) mendorong lahirnya para wirausahan baru. Hal ini bisa
dilakukan lewat memberikan ragam
pendidikan dan pelatihan sehingga mereka memilki bekal terjun ke dunia usaha. Langkah ini sangat strategis
seba disamping menciptakan kemandirian juga
berpeluang menciptakan lowongan kerja
yang bisa menekan statistik pengangguran.
Ada
satu pandangan menarik diamana pengangguran tidak semata-mata karena
terbatasnya lowongan pekerjaan, tetapi juga akibat dari terbatasnya kapasitas
pencari kerja. Kapasitas yang dimaksud disini adalah kombinasi antara
pengetahuan yang cukup, pengalaman yang mumpuni dan sikap/attitude yang baik. Dalam
perspektif semangat, sepertinya lebih menarik menjadikan terbatasnya kapasitas pencari
kerja sebagai core problem sebab pandangan ini menginspirasi
energi menyusun formula peyelesaian persoalan saat ini dan sekaligus jangka
panjang. Hal ini penting, sebab angka pengangguran di usia produktif akan terus
tumbuh
setiap kali ada kelulusan SLTA dan atau karena adanya PHK dikarenakan perusahaa
gulung tikar. Dengan kata lain, peningkatan kapasitas adalah kunci
utama dalam penyelesaian persoalan pengangguran. Dalam konteks seseorang memiliki
bakat menjadi karyawan maka peningkatan kapasitas diorientasikan pada
pemenuhan kualifikasi yang dipersayaratkan sehingga bisa bersaing dengan
pemburu kerja lainnya. Sementara itu, bagi usia produktif yang memiliki gairah
atau talenta berwirausaha didorong atau di fasilitasi dalam proses peningkatan
kapasitas wirausahanya sehingga memiliki keyakinan dan keberanian untuk memulai
usaha dan juga memiliki kemampuan mengelola usaha yang akan dijalankan.
B. Membangun Kesadaran Pentingnya Ber-Kapasitas
Tak
ada yang perlu dipersalahkan atas terbatasnya lowongan pekerjaan sehingga para
pencari kerja harus dihadapkan pada situasi berulang, yaitu memperebutkan
lowongan pekerjaan yang jumlahya sangat sedikit. Sebagai catatan, data statistik
menunjukkan bahwa jumlah wirausahawan baru menyentuh angka 1,6% dan ini masih
jauh dari angka ideal sebesar 2,5% dari jumlah penduduk sebuah negara. Artinya,
data ini memberi pesan bahwa pengangguran menjadi dampak logis dari kurangnya
jumlah wirausahawan. Pertanyaannya adalah apakah semua orang bisa dipaksakan
menjadi wirausahawan?.
Jawabannya
tentu tidak, sebab menjadi wirausawan (entrepreneur)
itu memerlukan kemauan dan men-syaratkan penjiwaan dalam menjalaninya. Namun
demikian, di kalangan masyarakat kadung terbangun mis-persepsi dalam memandang “wirausaha” dimana mayoritas memposisikan
modal
dalam bentuk uang sebagai syarat mutlak dalam memulai berusaha. Tidak
banyak anggota masyarakat yang memandang bahwa modal terpenting wirausahawan itu
adalah kemauan & keberanian. Sementara itu, tentang “apa yang harus mulai dikerjakan”,
sesungguhnya begitu banyak dan terbuka setiap saat bagi siapapun yang mau memulainya.
Sebagai contoh paling sederhana adalah ikut menjualkan barang dagangan
sebuah toko baik menggunakan metode manual
ataupun metode online.
Kegiatan tersebut tidak memerlukan modal uang dan hanya memerlukan kemauan dan
keberanian yang disertai kepercayaan dari sang pemilik toko. Contoh lainnya
adalah melakukan kerja kreatif baik dalam konteks menciptakan nilai tambah
dari yang sudah ada dan atau menciptakan hal baru melalui eksplorasi dan
ekeploitasi potensi yang melekat pada dirinya, keseharian hidup dan juga
optimalisasi sumber daya alam dimana yang bersangkutan bertempat tinggal. Melakukan
kerja kreatif sebenarnya jauh lebih
menarik karena ada upaya sadar menciptakan perubahan nasibnya lewat tangannya
sendiri. Pada pilihan manapun yang akan diambil, semua kembali tergantung pada
ada tidaknya kemauan. Sementara itu, tentang kemampuan sesungguhnya bisa
diperoleh dari proses dan tidak perlu menunggu menjadi ahli baru memulai.
Artinya, menjadi insan pembelajar pada apapun dan siapapun lebih mendorong
terdongkraknya kapasitas diri yang kemudian linier terhadap pertumbuhan peluang
untuk berkembang.
C. Duduk Bersama Mencari Jawab
Dalam
men-soal pengangguran, dirasa perlu menggelar agenda duduk bersama segenap stake holder dengan 2 (dua) target
minimal, yaitu : (i) melakukan deteksi menyeluruh tentang pengangguran sehingga
bertemu jawab apa yang menjadi core
problem nya; (ii). menyusun solusi bersama berbasis pemberdayaan. Dalam
hal ini, langkah yang diambil bisa
melalui mobilisasi potensi yang melekat pada diri pencari kerja, bisa juga melalui mobilisasi potensi lingkungan dan juga
bisa melalui optimalisasi potensi alam. Langkah ini tentu tidak bisa dilakukan
sendirian oleh barisan pencari kerja tersebut, tetapi perlu adanya panduan dari
orang-orang yang berkomitmen dan berkepedulian terhadap persoalan mereka. Orang-orang
yang berkomitmen tersebut bisa berasal dari pemerintah daerah, pemerintah
kecamatan, pemerintah desa dan atau siapa saja yang melihat ini sebagai sesuatu
yang harus difikirkan bersama serta memiliki ketertarikan untuk ambil bagian menemukan
solusi
cerdas mengatasi persoalan. Lewat formula yang dihasilkan, terbangun
semangat dan juga asa baru tentang masa depan yang lebih baik dan
berpengharapan. Pada pendekatan ini, terkandung makna bahwa pengangguran juga bisa diakibatkan oleh
rendahnya kepedulian di lingkungan masyarakat sehingga orang-orang yang
tidak memiliki pekerjaan tidak menemukan akses terbaik untuk membangun masa
depannya.
Sebagai
catatan penghujung, persoalan pengangguran sebaiknya dijadikan persoalan
bersama sebab bisa berdampak pada timbulnya ragam persoalan sosial yang
meresahkan masyarakat. Kesetiakawanan dan kerelaan semua pihak menjadi begitu
penting demi solusi integratif dari persoalan pengangguran. Lewat pendekatan kepedulian
semacam ini, maka “pengangguran” mungkun
hanya terjadi bila seseorang “tidur” dimana akal, fikiran dan
fisiknya berhenti beraktivitas. Selebihnya, begitu banyak ruang dan hal yang
sesungguhnya bisa dikerjakan.
Posting Komentar
.