MAAF... PURWOKERTO
BUKAN “KOTA SAMPAH”
Ide tulisan
ini bermula saat jalan pulang dari kondangan seorang sahabat yang melangsungkan
resepsi pernikahan di kabupaten tetangga, Purbalingga. Pada saat melintasi
jalan di sekitar area Kampus Exacta Unosed Karangwangkal, ada satu kendaraan
ber-nopol luar kota menarik perhatian penulis. Kaca pintu depan sebelah sopir terbuka lebar sehingga wajah Sang Supir yang sedang melahap makanan kecil (cemilan) begitu jelas terlihat dari spion . Namun, tiba-tiba saja dia membuang bungkus biskuit ke luar tanpa
sedikitpun menoleh apakah ada kendaraan dibelakangnya atau tidak. Dalam
hitungan detik, satu pengendara sepeda
motor yang menyalipnya pun langsung melindas bungkus biskuit itu. Untungnya si
pengendara sepeda motor tak menganggap hal ini masalah dan tetep melaju
melewati mobil itu.
Aku
sedikit terganggu atas sikap supir ini karena membuang sampah semabarangan. Apalagi wajah sang sopir tampak cuek dan tak terlihat sedikitpun ada perasaan berdosa.
Ternyata aksi serupa tidak berhenti sampai disitu, sesaat setelah menenggak habis minumannya,
diapun langsung membuang keluar cangkir minumannya begitu saja tanpa menoleh apakah ada
kendaraan dibelakang atau yang sedang akan menyalipnya. Kali ini, kendaraanku
yang hampir kena lemparan cangkir itu karena terbawa angin. Dari jenis cangkirnya
nya, sepertinya cangkir itu berisi kopi yang diperoleh secara gratis dari satu pameran kopi yang sedang berlangsung di depan
kampus Fisip Unsoed. Aku menduga demikian bukan tanpa alasan, karena tadi pun aku memperoleh minuman
kopi gratis dari anak-anak muda komunitas pencinta kopi saat melintas di area itu. Kali ini...ekpresi sang supir pun serupa ..terlihat jelas tanpa perasaan bersalah...setelahnya, dia menyulut sebatang rokok dengan gaya khas kelelakian yang tegas.
Atas
dua kejadian ini, terbenak betapa sembarangannya supir ini dengan seenaknya
membuang sampah begitu saja. Rasanya ingin me-nyetop kendaraan itu dan kemudian memintanya mundur
atau memutar balik arah dan kemudian memungut kembali sampah yang sudah dibuangnya. Aku
tidak sedang marah atau jengkel, tetapi ini bentuk edukasi/pendidikan yang tepat sehingga sang supir tidak mengulangnya lagi dimanapun dan kapanpun. Aku membayangkan kalau 1000 orang melakukan hal
serupa setiap harinya, bisa jadi kota purwokerto yang terkenal sangat peduli
kebersihan ini bisa berubah menjadi kota sampah.
Tulisan
ini tidak bermaksud mengumpat atau meng-ekspose amarah atau menggunjing keburukan orang lain, tetapi hanya sebentuk wise message bagi semua orang yang kebetulan membaca tulisan
ini bahwa kebersihan adalah tanggungjawab bersama. Untung saja sampah itu berupa cangkir atau bungkus biskuit, bisa dibayangkan kalau yang dibuang adalah kulit pisang, maka bukan tidak mungkin akan membuat kendaraan lain terpeleset. Walau sang supir mungkin pendatang yang hanya melintas di kota mendoan ini,
bukan berarti boleh seenaknya membuang sampah sembarangan. Tindakan itu bukan
saja bisa mencelakai pemakai jalan lainnya, tetapi juga kalau terakumulasi bisa
menjadi faktor penyebab banjir dan meresahkan banyak orang. Semoga
ini menjadi pengingat bagi diri penulis sendiri maupun para pembaca tentang
perlunya menjaga kebersihan dimanapun kita berada.
Terlepas dari tindakan Sang Supir yang kurang tepat dan tergolong bad habit , penulis mengucapkan terima kasih telah menginspirasi lahirnya tulisan sederhana ini. Semoga hikmah ketersajian tulisan ini juga akan mengalir pada Sang Supir dan juga pembaca...Amin.....
Terlepas dari tindakan Sang Supir yang kurang tepat dan tergolong bad habit , penulis mengucapkan terima kasih telah menginspirasi lahirnya tulisan sederhana ini. Semoga hikmah ketersajian tulisan ini juga akan mengalir pada Sang Supir dan juga pembaca...Amin.....
Posting Komentar
.