KETIKA DIS-CONNECT BERMAKNA PEN-JAGAAN

Hampir senada walau berbeda juga sering dialamai
satu sahabat lainnya. Sahabat satu ini sering kali mendapat semacam peringatan
setiap kali fikirannya tergoda ber-prasangka negatif atas sesuatu atau
seseorang. Suatu kali, saat tangannya sedang bekerja mencuci piring-piring
kotor, fikirannya tergoda berprasangka negatif atas apa yang sedang dikerjakan
oleh salah satu temennya.Tiba2 saja satu piring terlepas dari tangannya dan
kemudian pecah. Seketika dia istighfar dan merasa berdosa karerna telah
berprasangka negatif terhadap temennya itu. Hal serupa sering terjadi dalam
hidupnya setiap kali dia terjebak pada fikiran negatif. Pada titik perulangan
tertentu, ketakutan pun mulai meneyelimutinya setiap kali akan berfikiran
negatif atas sesuatu atau seseorang, walau sesungguhnya dia berpandangan betapa
tipis batas antara kewaspadaan dan fikiran negatif.
Kedua sahabat ini sangat dikenal baik oleh penulis
dan keduanya pun sudah mengalami hiruk pikuk kehidupan diatas kebanyakan orang.
Artinya, dinamika hidup keduanya diwrnai kisah-kisah unik dan bahkan sebagian
begitu mencengangkan. Banyak pelajaran dan hikmah yang bisa diambil dari
apa-apa yang mereka alami dalam hidup. Bagaimana tidak, yang satu selalu mendapat
balasan langsung setiap kali melakukan
kesalahan dan satunya lagi langsung mendapat teguran setiap kali befikir negatif atas sesuatu.
Yang tegas dari kedua kisah diatas adalah adanya
sebentuk pengakuan tentang kekuatan dan penentu Maha Dahsyat diluar dirin dan kemampuannya,
yaitu Tuhan yang mereka posisikan sebagai
pemberi peringatan yang nyata.

Dinamika akal dan realitas hidup terkadang memang membawa pada penguatan iman namun tak
jarang men-jerumuskannya pada pelemahan iman itu sendiri. “nafsu” atau
“keinginan” sering membawa manusia
tergoda melakukan tindakan2
menyimpang dari kebenaran baik secara kasat mata maupun sembunyi2. Memang sudah digariskan kalau iman itu
terkadang menguat dan terkadang melemah, namun hal ini bukan pembenar untuk
melemahkan iman secara sengaja apalagi terencana di kesadaran yang terjaga. Tak
jarang muncul “kefahaman” atas dasar kepentingan, walau tak ada eloknya
keburukan dalam bungkus kebaikan. Terkadang muncul “pembiaran” atas dasar
tidak enak hati dan kekhawatiran merusak pertemanan atau persahabatan.
Terkadang lahir “fleksibilitas” atas nama kepentingan lebih besar yang ber-tema
kabaikan untuk banyak orang. Bahkan tidak jarang kemudain ada semacam rancang
pertaubatan yang di setting bertahap
seolah meyakini maklum Tuhan akan selalu hadir di tahapan2 sampai pertaubatan
itu menuju titik sempurna.
Inikah yang dikatakan “muslihat hati”?. Atau ini
yang didefenisikan kecerdasan akal yang kebablasan?. Entahlah....2 (dua) tanya
itu hanya bahan kontemplasi dan bukan judgment sebab penulis khawatir terjebak
pada fitnah fikir. Yang jelas, tidak satupun manusia tahu kapan kematian itu
tiba dan bukan tidak mungkin kematian menjelang saat tahapan pertaubatan itu belum
menemukan titik sempurna. Yang jelas, manusia yang butuh keberpihakan Tuhan
pasti selalu akan berusaha membangun dan menjaga kedekatan dengan Tuhan dalam
arti yang sedalam-dalamnya. Sepertinya
tak bijak berfikir transaksional dalam urusan ber-Tuhan walau terkadang judul
“tahap pembelajaran” sering menjadi pembenar untuk menuju titik ke kaffahan
atau totalitas dalam ber-Tuhan. Sayangnya, Tuhan tidak butuh manusia atas
segenap kilah, fikir dan tindaknya. Tetapi, manusia-lah yang butuh Tuhan dengan
segala rahmat, rohman, rohim dan juga penjagaan yang tidak pernah berkesudahan.
Untuk memperoleh kemudahan dan ragam ni’mat itu, tentu kalam-kalam Tuhan adalah
pembimbing yang sahih dan tidak memerlukan dalil2 baru ciptaan manusia.
Kecerdasan akal bukan untuk mencipta, tetapi untuk menterjemahkan kalam dan
segenap ciptaan-Nya. Kecanggihan akal bukan untuk mengelabui satu kalam yang
sudah jelas makna dan pesannya, tetapi seharusnya akal bisa meng-koneksikan
kalam pada realitas dan dinamika hidup sehingga terbimbing pada jalan yang
terdefenisi “lurus dan benar”.
Membaca terus membaca kalam-kalam Tuhan.......mengkaji
terus mengkaji segala realitas dan dinamika hidup... mendekat dan terus
mendekat pada-Nya....bermuhasabah terus bermuhasabah...auto koreksi terus auto
koreksi untuk menjadi pribadi yang lebih ber-Tuhan.... itulah mungkin yang
harus dilakukan dan diupayakan dalam kesungguhan dan juga kekhusyu’an. Seorang
insan idealnya meng-Imani Tuhan pasti menyajikan yang terbaik untuk hamba-Nya
dan memandang segala gerak gerik sebatas usaha dan tiket untuk
memperoleh keberpihakan-Nya...
Mengajak dan terus mengajak untuk belajar bersama
dalam urusan kebaikan...mengingatkan dan terus saling mengingatkan dalam hal
kebaikan...adalah bentuk syiar yang nyata dan sekaligus bentuk kepedulian yang
akan mempertinggi nilai diri di hadapan-Nya.
Menghindarkan judgment atas orang
lain...menghindarkan diri dari merasa
lebih baik atau lebih hebat dari orang
lain...adalah pilihan bijak yang perlu dibudayakan sebab berperilaku demikian
sangat menentramkan diri dan juga orang lain.
Purwokerto, diawal januari 2016
Meneropong Ragam Dinamika Yang
meng-inspirasi
Dari sudut ruang kontemplasi
Posting Komentar
.