KETIKA DIS-CONNECT BERMAKNA PEN-JAGAAN | ARSAD CORNER

KETIKA DIS-CONNECT BERMAKNA PEN-JAGAAN

Sabtu, 02 Januari 20160 komentar



KETIKA DIS-CONNECT BERMAKNA PEN-JAGAAN

Cash and Carry....istilah ini sering didapati dalam transaksi bisnis yang menegaskan hak membawa barang atau jasa yang diinginkan saat sudah membayarnya lunas. Namun seorang sahabat menjadi begitu takut melakukan satu kesalahan karena seringnya mendapati ganjaran langsung setiap kali melakukan satu kesalahan. Kejadian berulang semacam inipun kemudian didefenisikannya sebagai cash and carry. Akibat seringnya kejadian serupa berulang di hidupnya, hal ini efektif membuatnya lebih hati-hati dalam setiap tindakan.

Hampir senada walau berbeda juga sering dialamai satu sahabat lainnya. Sahabat satu ini sering kali mendapat semacam peringatan setiap kali fikirannya tergoda ber-prasangka negatif atas sesuatu atau seseorang. Suatu kali, saat tangannya sedang bekerja mencuci piring-piring kotor, fikirannya tergoda berprasangka negatif atas apa yang sedang dikerjakan oleh salah satu temennya.Tiba2 saja satu piring terlepas dari tangannya dan kemudian pecah. Seketika dia istighfar dan merasa berdosa karerna telah berprasangka negatif terhadap temennya itu. Hal serupa sering terjadi dalam hidupnya setiap kali dia terjebak pada fikiran negatif. Pada titik perulangan tertentu, ketakutan pun mulai meneyelimutinya setiap kali akan berfikiran negatif atas sesuatu atau seseorang, walau sesungguhnya dia berpandangan betapa tipis batas antara kewaspadaan dan fikiran negatif.

Kedua sahabat ini sangat dikenal baik oleh penulis dan keduanya pun sudah mengalami hiruk pikuk kehidupan diatas kebanyakan orang. Artinya, dinamika hidup keduanya diwrnai kisah-kisah unik dan bahkan sebagian begitu mencengangkan. Banyak pelajaran dan hikmah yang bisa diambil dari apa-apa yang mereka alami dalam hidup. Bagaimana tidak, yang satu selalu mendapat balasan langsung setiap kali melakukan kesalahan dan satunya lagi langsung mendapat teguran setiap kali befikir negatif atas sesuatu.  

Yang tegas dari kedua kisah diatas adalah adanya sebentuk pengakuan tentang kekuatan dan penentu Maha Dahsyat diluar dirin dan kemampuannya, yaitu Tuhan  yang mereka posisikan sebagai pemberi peringatan yang nyata.

Kisah ketiga mungkin terkesan lebih aneh dari seorang yang pengakuannya sedang belajar ber-Tuhan. Dalam judul sedang belajar ber-Tuhan, kawan ini berangsur meninggalkan kebiasan berkategori buruk, setidaknya keburukan2 yang mewujud dalam tindakan nyata dan kasat mata. Namun, kekinian zaman menawarkan dunia maya yang tidak hanya menawarkan kebaikan tetai juga mengandung  banyak kegilaan yang menyenangkan. Banyak media sosial telah membuat dirinya selalu dihadapkan pada pilihan baik atau buruk, semua tergantung krentek hati menggerakkan jemari di papan keyboard. Atas nama sedang belajar ber-Tuhan terkadang lemah itu pun bertemu media hingga   tak jarang dia mengalihkan kejahatan kasat mata ke dalam kejahatan dunia maya yang men-candukan. Pembiaran pun dilakukan walau tak jarang disaat kekeliruan maya berlangsung disaat serupa ada perasaan bersalah yang menyelimuti dan tidak bisa hilang begitu saja. Pada suatu waktu saat sedang asik hanyut di kegelapan dunia maya, kawan satu ini terhentikan oleh jaringan internet yang lemoot sehingga klimaks tidak dapat diraih sebagaimana sebelumnya. Kekecewaan pun menghinggapinya tapi tak tahu amarah harus ditujukan atau di ekspresikan pada siapa. Kejadian serupa sering berulang sampai suatu waktu suara azan membangunkannya pada pemaknaan yang tidak biasa dimana terbenakjangan-jangan ini cara Tuhan menjaga keimanan ini. Diapun langsung bergegas ke mushola untuk menunaikan sholat berjama’ah. Kesadaran akan dosa yang bergelimang menuntunnya berdo’a lebih khidmat dari biasanya. “Adakah kekhusu’an yang amat sangat hanya pada mereka yang baru saja melakukan satu kesalahan?”. Dia tersenyum sendiri dan mengklaim cara fikir itu bentuk kecerdasan syaitan merasuki dan meracuni fikirannya. Sejak saat itu, kala syaitan sukses menggiringnya kembali pada keni’matan dunia maya yang semu dan kemudian bertemu disconnest dikarenakan jaringan yang lemmot, kesadaran serupa kembali hadir, jangan-jangan ini cara Tuhan menjaga keimanan ini”.  Hal serupa terus berulang kala kelemahan iman menderanya sampai suatu ketika jaringan internet benar-benar dis-connect saat baru akan memulai memanjakan inginnya di keimanan yang sedang melemah. Kali ini, dia sama sekali tidak berkesempatan menikmati sedikitpun dari kejahatan dunia maya. Apes...mungkin kata itu tepat mewakili kegalauannya yang teramat sangat. Untungnya, kegalauan kali ini tidak sampai tingkat dewa dan bijaksana merasuki nuraninya hingga kalimat magis itu kembali membenak jangan-jangan ini cara Tuhan menjaga keimanan ini”.

Dinamika akal dan realitas hidup terkadang  memang membawa pada penguatan iman namun tak jarang men-jerumuskannya pada pelemahan iman itu sendiri. “nafsu” atau “keinginan” sering membawa manusia  tergoda melakukan  tindakan2 menyimpang dari kebenaran baik secara kasat mata maupun sembunyi2.  Memang sudah digariskan kalau iman itu terkadang menguat dan terkadang melemah, namun hal ini bukan pembenar untuk melemahkan iman secara sengaja apalagi terencana di kesadaran yang terjaga. Tak jarang muncul “kefahaman” atas dasar kepentingan, walau tak ada eloknya keburukan dalam bungkus kebaikan. Terkadang muncul “pembiaran” atas dasar tidak enak hati dan kekhawatiran merusak pertemanan atau persahabatan. Terkadang lahir “fleksibilitas” atas nama kepentingan lebih besar yang ber-tema kabaikan untuk banyak orang. Bahkan tidak jarang kemudain ada semacam rancang pertaubatan yang di setting bertahap seolah meyakini maklum Tuhan akan selalu hadir di tahapan2 sampai pertaubatan itu menuju titik sempurna.

Inikah yang dikatakan “muslihat hati”?. Atau ini yang didefenisikan kecerdasan akal yang kebablasan?. Entahlah....2 (dua) tanya itu hanya bahan kontemplasi dan bukan judgment sebab penulis khawatir terjebak pada fitnah fikir. Yang jelas, tidak satupun manusia tahu kapan kematian itu tiba dan bukan tidak mungkin kematian menjelang saat tahapan pertaubatan itu belum menemukan titik sempurna. Yang jelas, manusia yang butuh keberpihakan Tuhan pasti selalu akan berusaha membangun dan menjaga kedekatan dengan Tuhan dalam arti yang sedalam-dalamnya.  Sepertinya tak bijak berfikir transaksional dalam urusan ber-Tuhan walau terkadang judul “tahap pembelajaran” sering menjadi pembenar untuk menuju titik ke kaffahan atau totalitas dalam ber-Tuhan. Sayangnya, Tuhan tidak butuh manusia atas segenap kilah, fikir dan tindaknya. Tetapi, manusia-lah yang butuh Tuhan dengan segala rahmat, rohman, rohim dan juga penjagaan yang tidak pernah berkesudahan. Untuk memperoleh kemudahan dan ragam ni’mat itu, tentu kalam-kalam Tuhan adalah pembimbing yang sahih dan tidak memerlukan dalil2 baru ciptaan manusia. Kecerdasan akal bukan untuk mencipta, tetapi untuk menterjemahkan kalam dan segenap ciptaan-Nya. Kecanggihan akal bukan untuk mengelabui satu kalam yang sudah jelas makna dan pesannya, tetapi seharusnya akal bisa meng-koneksikan kalam pada realitas dan dinamika hidup sehingga terbimbing pada jalan yang terdefenisi “lurus dan benar”.

Membaca terus membaca kalam-kalam Tuhan.......mengkaji terus mengkaji segala realitas dan dinamika hidup... mendekat dan terus mendekat pada-Nya....bermuhasabah terus bermuhasabah...auto koreksi terus auto koreksi untuk menjadi pribadi yang lebih ber-Tuhan.... itulah mungkin yang harus dilakukan dan diupayakan dalam kesungguhan dan juga kekhusyu’an. Seorang insan idealnya meng-Imani Tuhan pasti menyajikan yang terbaik untuk hamba-Nya dan memandang segala gerak gerik sebatas usaha dan tiket untuk memperoleh keberpihakan-Nya...

Mengajak dan terus mengajak untuk belajar bersama dalam urusan kebaikan...mengingatkan dan terus saling mengingatkan dalam hal kebaikan...adalah bentuk syiar yang nyata dan sekaligus bentuk kepedulian yang akan mempertinggi nilai diri di hadapan-Nya.  Menghindarkan judgment atas orang lain...menghindarkan diri  dari merasa lebih baik  atau lebih hebat dari orang lain...adalah pilihan bijak yang perlu dibudayakan sebab berperilaku demikian sangat menentramkan diri dan juga orang lain.



Purwokerto, diawal januari 2016
Meneropong Ragam Dinamika Yang meng-inspirasi
Dari  sudut ruang kontemplasi
Share this article :

Posting Komentar

.

 
Copyright © 2015. ARSAD CORNER - All Rights Reserved