KETIKA “BERBUAT BAIK” MENJADI “KEBUTUHAN”....
disampaikan pada diskusi di Mesjil Al-IKhlas, Perumahan Berkoh, Purwokerto, Kab.Banyumas
A. Makna Berbuat Baik
“Tidak
ada hebatnya berbuat baik”. Kalimat ini terkesan aneh sehingga perlu
kehati-hatian dalam memaknainya agar tidak terjebak pada pemaknaan keliru dan atau
bahkan sesat. Kalimat ini terinspirasi dari perenungan yang bertemu simpul fikir
bahwa sesungguhnya “berbuat baik adalah kebutuhan”. Berbuat baik sering
didengungkan sebagai bagian dari cara agar lebih mendekatkan diri pada Allah
SWT dan sekaligus berharap keberpihakan-Nya di segala sisi kehidupan yang dijalani
seorang insan.
Sepertinya
sudah menjadi fitrah selalu ada “motif” setiap kali manusia melakukan sesuatu, Motif
merupakan faktor pendorong seseorang untuk bertindak. Ketika ada kebutuhan
didalamnya, maka seseorang terdorong berindak sampai bertemu dengan apa yang
dibutuhkan. rang bekerja karena ada motif mendapatkan penghasilan untuk
mencukupi segala kebutuhan. Orang berolahraga karena ada motif ingin sehat.
Orang beribadah karena keinginan atas limpahan karunia, ni’mat dan rahmat serta
penjagaan dari Allah SWT. Secara sederhana, motif itu bisa horizontal dan bisa
pula vertikal. Dalam konteks horizontal,
manusia biasanya berharap apresiasi dari manusia lainnya ketika berbuat
sesuatu. Sedangkan, dalam konteks vertikal, biasanya manusia melakukan sesuatu
semata-mata berharap balasan dari Sang Pencita yaitu Allah SWT .
Demikian pula
ketika orang berbuat baik tentu ada motif di dalamnya. “Berbuat baik” yang
dimaksud dalam hal ini adalah melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya
dan atau orang lain (baca: lingkungan). Kategori
berbuat baik dalam konteks ini tentu berlandaskan
ketetap Allah SWT lewat kalam-kalamNya dan Hadist Rauslullah SAW sehingga ada
keterjaminan nilai-nilai kebaikan dari sebuah tindakan. Aspek hukum dan norma yang berlaku di masyarakat pun
tentu menjadi hal yang tidak bisa diabaikan. Kaitannya “berbuat baik”, seorang
insan juga perlu mendefenisikan motif atau niat sehingga memiliki alasan yang
jelas untuk melakukannya. Sebab, setiap amal itu tergantung niat (Innama A’malu Bin Niat). Ketika berbuat baik itu didasarkan pada
keinginan atau niat agar dimuliakan
manusia, maka sebatas itu pula yang akan diperolehnya. Berbeda kala perbuatan
baik itu didasarkan pada keinginan atau niat agar lebih mulia di mata Allah
SWT, maka hikmah tidak terbatas akan datang ke dalam hidupnya. Namun demikian,
semua kembali pada masing-masing individu. Terdeteksinya “motif” dalam setiap
tindakan kebaikan bermakna bahwa ada unsur “kebutuhan” didalamnya. Atas dasar
itu pula kemudian layak berkesimpulan bahwa
“berbuat baik adalah kebutuhan”.
Berikut coba
menjelaskan tentang makna “berbuat baik”, mulai dari tinjaun vertikal maupun
tinjauan horizontal dengan harapan memantik penulis dan juga segenap pembaca
untuk lebih menyukai dan mencintai serta
menjadikan “perbuatan kebaikan” sebagai kebutuhan dan budaya hidup.
Adapun makna
yang terkandung secara vertikal antara lain dijelaskan sebagai berikut: :
1.
Berbuat baik merupakan
wujud syukur dan sekaligus pengakuan seorang hamba bahwa segala ni’mat dan
rahmat bersumber dari Allah SWT.
2.
Berbuat baik dalam
arti “berbagi” sesungguhnya cara untuk
melipatgandakan rahmat dan ni’mat dari Allah SWT.
3.
Berbuat baik merupakan
jembatan strategis untuk lebih disayang Allah SWT.
4.
Berbuat baik mendatangkan
perasaan dekat dan dalam penjagaan Allah SWT.
5.
Satu perbuatan baik
yang bertemu hikmah selalu meng-energi untuk membentuk kebaikan-kebaikan baru
yang menjadikan maknanya kian meluas.
6.
dsb
Sementara itu,
secara horizontal (dalam konteks positif), beberapa makna dari berbuat baik antara
lain dijelaskan sebagai berikut:
1.
Berbuat baik itu
menenangkan dan menentramkan jiwa. Sebaliknya, melakukan hal buruk selalu
mendatangkan perasaan bersalah, resah, berdosa dan membuat hidup jadi tidak
tenang.
2.
Berbuat baik itu
mendatangkan kebahagiaan luar biasa dan tidak cukup diungkapkan sebatas kata
atau ribuan baris kalimat.
3.
Berbuat baik itu sebagai
sarana yang efektif memperluas persaudaraan dan silaturrhami, sebab aura orang-orang
yang suka berbuat baik biasanya melahirkan rasa nyaman bagi orang lain untuk senantiasa
berinteraksi. Lihatlah bagaimana mereka-mereka yang memiliki frekuensi
sama dalam urusan kebaikan sering dipertemukan oleh keadaan-keadaan
yang tidak pernah direncanakan sebelumnya.
4.
Berkomitmen berbuat
baik itu meng-energi. Artinya, adanya perasaan tenang membuat energi selalu
berada di titik 100% dan fikiran menjadi fokus dalam mengerjakan sesuatu.
5.
Berbuat baik itu
menginspirasi energi orang lain untuk men-tauladani dan kemudian melakukan
kebaikan-kebaikan walau mungkin berbeda dalam
bentuk.
6.
Berbuat baik dalam
arti peduli adalah tiket untuk dipedulikan lainnya. Berbuat baik dalam bentuk
menolong adalah tiket untuk mendapatkan pertolongan.
7.
dsb.

Siapakah insan
yang tidak ingin kebaikan hadir dalam hidupnya?. Tetapi, apakah kebaikan dalam hidup akan
hadir dengan sendirinya tanpa adanya musabab? Semoga tanya ini menginspirasi
kebaikan pula bagi pembaca. Demikian luasnya makna perbuatan baik, sehingga
tidak berlebihan menyimpulkan bahwa “adalah sebuah
kerugian besar kalau tidak mengisi kesempatan hidup dengan ragam rekam jejak
kebaikan”.
B. Keajaiban
Datang Bukan Tanpa Sebab
Sering kali
kita mendengar seorang teman, saudara atau sahabat bertemu semacam keajaiban
(biasa
disitilahkan dengan sebutan “miracle”)
dalam hidupnya, baik dalam hal-hal kecil atau sederhana maupun dalam hal-hal
besar yang bersifat amazing yang kehadirannya
disaat tidak terduga sebelumnya. Biasanya kedatangan keajaiban berbentuk
pertolongan itu dikala orang tersebut
memang sedang mengalami kebuntuan akal, sehingga kehadiran pertolongan itu
layaknya sebuah keajaiban.
Tidak ada
tempat bersandar dan berpasrah yang lebih baik kecuali pada Allah SWT semata.
Hal ini mencirikan keimanan bahwa apapun yang terjadi didunia ini semata-mata atas
izin Allah SWT. Namun demikian, adalah jauh dari kemungkinan seseorang mendapat
keajaiban tanpa sebab musabab. Hadirnya nikmat dan rahmat adalah bentuk hadiah
dari Allah SWT atas segala upaya sungguh-sungguh dan dibarengi do’a yang tidak
pernah terputus. Artinya, do’a saja tidak cukup untuk mendapat hidayah tanpa
dibarengi dengan tindakan nyata. Hal ini pun sejalan dengan filosopi Jawa yang
menyatakan “siapa sing nandur bakalan
panen”.
Pertolongan
hanya hadir bagi mereka yang rajin menolong. Sebaliknya, mereka yang asik dengan urusan dirinya sendiri dan abai
dengan kesulitan atau persoalan orang lain sering mengalami kesendirian kala
kesedihan atau kesusahan
menghampiri hidupnya. Atas hal itu, tidak
berlebihan untuk kemudian berkesimpulan bahwa “keajaiban dalam wujud pertolongan
merupakan dampak akumulasi kebaikan yang pernah dilakukan dan bahkan mungkin
sudah lupa kapan kebaikan itu dilakukan”. Hal ini pun sejalan dengan
kalam Allah SWT yang menjanjikan bahwa sebiji zarroh pun kebaikan atau
keburukan pasti akan berbalas. Untuk itu, menarik untuk belajar bersama
membudayakan berbuat baik demi hadirnya ragam keajaiban dalam hidup. Namun
demikian, Layakkah berharap keajaiban bagi insan yang tidak pernah menyajikan
kebaikan kepada insan lainnya?. Satu hal yang menjadi catatan, mungkin kebaikan atau kepedulian si Pemberi hanya hal
sederhana, tetapi bukan tidak mungkin hal itu bermakna “keberlanjutan hidup” bagi
si penerima.
C. Ragam Realitas Sebagai Inspirasi Untuk Berbuat Baik
Orang bijak
mengatakan bahwa berbuat baik terhadap sesama berawal dari kepekaan yang
kemudian menginspirasi kepedulian. Kepekaan terhadap ragam kesulitan dan
persoalan yang terlihat, terdengar dan tersaksikan biasanya mendorong empati
dan kepeduliaan yang berujung dengan aksi memposisikan diri sebagai bagian dari
pencarian solusi atas ragam persoalan yang ada. Ketika waktu, energi,
kesempatan hidup dan kepemilikan atas
kebendaan difahami sebagai bentuk titipan/amanah/kepercayaan, maka berbuat baik
yang mewujud kepedulian dimaknai sebagai wujud terima kasih kepada Allah SWT
atas ragam tofik dan hidayah yang telah di limpahkan ke hidup orang tersebut.
Ketika kesempatan hidup di dunia difahami sebagai kesempatan mengumpulkan bekal
di yaumil
akhir, maka kepedulian dalam wujud “berbuat baik” dimaknai
sebagai bagian dari pengumpulan bekal sebanyak-banyaknya. Ketika ragam
kesulitan dimaknai sebagai bentuk pesan dan cara Allah SWT menunjukkan peluang
kebaikan, maka segenap kesedihan akan menjadi inspirasi energi untuk langsung berbuat
baik. Bahkan akan menjadi lebih luar biasa ketika gairah berbuat baik itu lahir
bukan semata-mata karena adanya kesedihan, tetapi oleh keinginan membentuk
kebaikan-kebaikan baru mempertinggi rekam jejak kebaikan di hadapan Allah SWT.
Kepekaan lahir
dari akumulasi perulangan inisiatif ber-peduli dan kata orang bijak hal itu
bisa dimulai dari hal sederhana. Ragam hikmah dan hidayah yang hadir sesudahnya
biasanya memantik lompatan keingnan memperluas perbuatan-perbuatan baik itu sendiri.
D. Ketika Yang
Memberi Berterima Kasih Pada Yang Menerima
Pesan bijak
sering diperdengarkan kepada kita semua, “apabila tangan kanan memberi maka sebaiknya
tangan kiri tidak tahu”. Pesan ini mengajarkan untuk menghindarkan “ria” setiap kali melakukan kebaikan. Oleh
karena itu, mungkin terasa menjadi aneh ketika ada kalimat “yang
memberi seharusnya berterima kasih pada yang menerima”. Keanehan itu
dikarenakan Dogma yang sering ditanamkan
sejak kecil kepada kita semua adalah mengucapkan
terima kasih setiap kali mendapat atau menerima sesuatu dari orang lain. Namun
demikian, ada baiknya sesaat merenungkan kalimat
“yang memberi berterimakasih pada yang menerima” yang didalamnya
mungkin terdapat beberapa makna yang antara lain sebagai berikut:
1.
Kalimat itu mengingatkan
kembali bahwa sesungguhnya si-Pemberi adalah orang yang butuh atas “tindakan kebaikan” itu
sendiri, sebab kebaikan adalah jembatan baginya untuk lebih diperhatikan dan
disayang Allah SWT. Atas nalar ini menjadikan si pemberi layak untuk berterima
kasih kepada si penerima. Disisi lain, erlu disadari bahwa menerima sebuah
kebaikan bukanlah perkara mudah sebab didalamnya memerlukan mental dan
keikhlasan berposisi sebagai penerima. Oleh karena itu, memberikan kebaikan juga
memerlukan cara yang tepat sehingga tidak menyinggung perasaan. Bahkan,
ideal aksi memberi diikuti dengan
edukasi bijak sehingga melahirkan keingina kuat si penerima untuk berposisi
sebagai pemberi di suatu waktu.
2.
Kalimat itu itu
membangunkan rasa ikhlas yang lebih dalam
dan menjauhkan diri dari perasaan ria atau sombong atas kebaikan yang
dilakukan. Pada akhirnya,
3.
Pemaknaan semacam ini akan
mendorong untuk lebih menghayati sebuah aksi kebaikan ke tingkat substansi dan sekaligus mendorong untuk menjadikannya
sebagai budaya hidup.
E. Penghujung
Keinginan
kuat untuk belajar memperbaiki diri dan sekaligus menyemangai pembaca adalah
inpirasi ketersajian tulisan sederhana ini. Realitas kehidupan menunjukkan
betapa banyak hal yang sesungguhnya membutuhkan kepedulian sehingga mereka yang
kurang beruntung dalam hidupnya merasa tidak sendiri dan atau bahkan merasa
terpinggirkan dari kehidupan sosial dan kemasyarakatan. Saatnya kita belajar bersama meningkatkan kepekaan dan sekaligus mengembangkan kepedulian, sebab sesungguhnya kita sedang menolong diri sendiri setiap kali kita menebar pertolongan. Pada akhirnya, saat Allah SWT memberi kesempatan berposisi sebagai pembuat kebaikan, maka saat itu pula momentum terbaik untuk mulai belajar berterima kasih pada si-penerima. Semoga menginspirasi kebaikan bagi penulis maupun segenap pembaca. Amin Ya Robbal ‘Alamin.
Posting Komentar
.