MENAKAR POTENSI KOPMA
MEMBELI KAMPUS
oleh-oleh diskusi dengan para pejuang Kopma IAIN Walisongo, Semarang
Pacsa menyelesaikan tugas pencerahan perkoperasian di Pesantren An-Najah di
Minggu, 29 Nopember 2015, penulis langsung menuju rumah dan kemudian memberi code kepada anak-anak bersiap-siap untuk mengisi minggu yang
libur.
Ups...tapi sepertinya agenda ini harus tertunda dulu karena ada yang terlupa tadi Isma salah satu kader Kopma (Koperasi Mahasiswa) IAIN Walisongo Semarang mengabarkan kalau mereka sedang dalam perjalanan menuju Purwokerto. Mereka melakukan serangkaian perjalanan studi banding perkoperasian di berbagai kota dan salah satu destinasinya adalah Kopkun. Isma berharap perkenan penulis memberikan pencerahan kepada segenap kader-kadernya yang berjumlah lebih kurang 50 (lima) orang. Atas hal ini, sepertinya keadaan mengaajarkan pada anak-anak untuk lebih bersabar dan bijak memahami perjuangan yang tidak mengenal waktu atau tanggal merah. Walau wajah anak-anak menunjukkan nada protes namun sepertinya agenda makan siang diluar bisa mecairkan suasana dan mendatangkan permakluman serta merelakan sang papah untuk mampir dulu ke arena diskusi koperasi.
Ups...tapi sepertinya agenda ini harus tertunda dulu karena ada yang terlupa tadi Isma salah satu kader Kopma (Koperasi Mahasiswa) IAIN Walisongo Semarang mengabarkan kalau mereka sedang dalam perjalanan menuju Purwokerto. Mereka melakukan serangkaian perjalanan studi banding perkoperasian di berbagai kota dan salah satu destinasinya adalah Kopkun. Isma berharap perkenan penulis memberikan pencerahan kepada segenap kader-kadernya yang berjumlah lebih kurang 50 (lima) orang. Atas hal ini, sepertinya keadaan mengaajarkan pada anak-anak untuk lebih bersabar dan bijak memahami perjuangan yang tidak mengenal waktu atau tanggal merah. Walau wajah anak-anak menunjukkan nada protes namun sepertinya agenda makan siang diluar bisa mecairkan suasana dan mendatangkan permakluman serta merelakan sang papah untuk mampir dulu ke arena diskusi koperasi.
Tepat jam 14.00 Wib, penulis dan keluarga tiba di Kopkun 3 yang terletak di Desa
Teluk, Purwokerto. Setelah rehat sejenak di ruang transit, penulis langsung
memasuki arena diskusi yang sudah dipenuhi kader Kopkun selaku tuan rumah dan
juga 50-an orang kader-kader Koperasi Mahasiswa IAIN Walisongo Semarang.
Diskusi dimulai dari memberikan sedikit testimoni seputar kelahiran dan
perjalanan Kopkun dimana penulis kebetulan menjadi salah satu pelaku sejarah berdirinya
Kopkun. Selanjutnya penulis mencoba memantik fikiran kreatif dan semangat juang audience
yang sesekali diselingi dengan kelakar yang mengundang senyum dan atau gelak tawa.
Penulis coba meyakinkan mereka bahwa sesungguhnya tidak ada relevansi antara IP
(Indek Prestasi) dengan Ber-Kopma, sebab ber-Kopma sesungguhnya adalah
tindakan cerdas meng-efektifkan waktu bermain. Disamping itu, Penulis meyakinkan peserta bahwa
Ber-Kopma adalah salah satu media dan kesempatan luar biasa untuk membentuk soft
skill yang akan menjadi pendukung kesuksesan para kader dikemudian hari
di realitas kehidupan pasca kampus. ‘ragam aktivitas yang dijalankan
dan diperankan kader di keseharian Kopma adalah proses yang ikut berperan
melipatkandakan kedewasaan dan kematangan kader. Oleh karena itu, intensitas
dan kualitas be-kopma memiliki relevansi dengan kecerahan masa depan kader itu
sendiri, Intinya, ber-Kopma merupakan bagian dari Investasi sumber daya manusia
sehingga kesempatan ini harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya”.
Dalam kelakar dan sekaligus mantik-nya, penulis menyarankan ada 2 (dua) hal
agar Kopma bisa maju : (i) menyumbangkan semua asset nya ke pihak universitas
dan; (ii) membangun kembali kopma dari titik 0 (nol) di luar pagar Kampus.
Bahkan penulis memberi jaminan kalau bertindak mandiri semacam itu akan membuat
kopma akan kuat dan kokoh. Bahkan bukan tidak mungkin kalau kemudian suatu
waktu Kopma bisa membeli kampus kalau dijual . Sontak imajinasi liar ini
disambut gelak tawa dan tepuk tangan segenap peserta diskusi. Penulis
menyampaikan 2 (dua) hal ini untuk membangunkan kesadaran mereka tentang
dahsyatnya sebuah kebersamaan berlabel koperasi. Penulis ingin mendorong
peningkatan gairah untuk terus melakukan pencarian
makna-makna kebersamaan yang melekat dari sebuah koperasi. Kesadaran tersebut diharapkan akan
menggelinding menjadi bola salju dan
berujung dengan lahirnya karya-karya fenomenal dari tangan-tangan dingin
pejuang kopma, khususnya di kopma IAIN Walisongo.


Usai diskusi, seketika penulis meninggalkan ruangan dan langsung
tancap gas menuju landasan Udara Wirasaba Purbalingga dimana ekspo pesawat terbang sedang
digelar. Dengan semangat 45, ketiga lelaki terus menyemangati ayahnya untuk memacu
kendaraan lebih kencang agar cepat sampai di bandara. Ibu anak-anak hanya
tersenyum melihat tingkah ketiga jagoan itu sambil mengingatkan sang ayah untuk
tetep berhati-hati dalam mengendara.
Sesampai disana..tiba-tiba semangat ketiga lelaki ini berubah menjadi kekecewaan mendalam, khususnya anak nomor 2 (dua) yang sangat hobby dalam urusan IPTEK. Bagaimana tidak, imajinasinya tentang hebohnya pegelaran ekspo pesawat terkubur oleh kenyataan dimana ekspo sudah selesai dan tidak satupun pesawat yang masih terparkir dilandasan udara.
Sebagai seorang ayah, ada perasaan berdosa yang amat sangat mendapati mereka diam seribu bahasa bercucur air mata disepanjang perjalanan pulang. Kali ini, dibelikan minuman dan makanan sekalipun tak bisa mengobati kekecewaan yang sedang melanda.
Penulis pun speechless dan hanya bisa merenungi betapa indahnya dinamika hidup dan perjuangan.Semoga, di suatu waktu nanti..kejadian menyedihkan ini bisa membangunkan makna bijak pada sang anak bahwa berjuang itu memang tidak mengenal waktu. Semoga akan terbangun juga dibenaknya bahwa menyebarluaskan kebaikan terkadang harus menegasikan agenda-agenda kesenangan pribadi. Akhirnya, penulis hanya bisa berharap semoga kejadian ini tidak mereka hitung sebagai pelengkap sederetan kekecewaan sejenis dan kemudian meng-inspirasi mereka ber-ide pada ibunya untuk berganti ayah sebagaimana kelakar penulis dipenghujung diskusi tadi.....
Sesampai disana..tiba-tiba semangat ketiga lelaki ini berubah menjadi kekecewaan mendalam, khususnya anak nomor 2 (dua) yang sangat hobby dalam urusan IPTEK. Bagaimana tidak, imajinasinya tentang hebohnya pegelaran ekspo pesawat terkubur oleh kenyataan dimana ekspo sudah selesai dan tidak satupun pesawat yang masih terparkir dilandasan udara.
Sebagai seorang ayah, ada perasaan berdosa yang amat sangat mendapati mereka diam seribu bahasa bercucur air mata disepanjang perjalanan pulang. Kali ini, dibelikan minuman dan makanan sekalipun tak bisa mengobati kekecewaan yang sedang melanda.
Penulis pun speechless dan hanya bisa merenungi betapa indahnya dinamika hidup dan perjuangan.Semoga, di suatu waktu nanti..kejadian menyedihkan ini bisa membangunkan makna bijak pada sang anak bahwa berjuang itu memang tidak mengenal waktu. Semoga akan terbangun juga dibenaknya bahwa menyebarluaskan kebaikan terkadang harus menegasikan agenda-agenda kesenangan pribadi. Akhirnya, penulis hanya bisa berharap semoga kejadian ini tidak mereka hitung sebagai pelengkap sederetan kekecewaan sejenis dan kemudian meng-inspirasi mereka ber-ide pada ibunya untuk berganti ayah sebagaimana kelakar penulis dipenghujung diskusi tadi.....
Posting Komentar
.