KETIKA KOPERASI BUKAN TENTANG PERTUMBUHAN UANG | ARSAD CORNER

KETIKA KOPERASI BUKAN TENTANG PERTUMBUHAN UANG

Senin, 08 Juni 20150 komentar



 Kegiatan Pelatihan Pengelolaan Koperasi, yang dilaksanakan Dinkop Kab. Banjarnegara, di Gedung PGRI Kab. Banjarnegara, Propinsi Jawa Tengah, tanggal 08 sd 10 Juni 2015
 

A.  Permulaan
Sejarah mencatat, kelahiran koperasi berawal dari akumulasi penderitaan kaum buruh yang tertindak oleh praktek eksploitasi yang dilakukan oleh majikannya. Saat itu, pemilik modal begitu berkuasa dan hanya peduli terhadap urusan pertumbuhan perusahaan dan abai dengan persoalan perburuhan. Rasa ketertindasan ini kemudian menginspirasi inisiasi untuk mempersatukan potensi membangun keberdayaan diri melalui mobilisasi kebersamaan. Kemauan mereka untuk saling bahu membahu pada akhirnya menghasilkan perbaikan nasib dan membuka peluang untuk merencanakan masa depan yang lebih baik. Spirit ini kemudian menjadi inspirasi kelahiran koperasi-koperasi lainnya di seluruh belahan dunia, termasuk di Indonesia.


Zaman memang telah berubah, namun spirit dasar koperasi tidak pernah berubah yaitu memobilisasi kebersamaan untuk meningkatkan kesejahteraan bersama. Lewat kebersamaan, ragam potensi dipersatukan untuk mendukung agenda-agenda kolektif yang merupakan refresentasi dari aspirasi dan kebutuhan mayoritas anggotanya. Dalam posisi equal (baca:sejajar), anggota koperasi duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi tanpa membedakan latar belakang sosial, gender, agama dan ras. Dalam semangat kebersamaan, segenap unsur organisasi duduk bersama men-tema kan ekplorasi gagasan yang mungkin diselenggarakan sebagai agenda bersama. Dalam praktek selanjutnya, segenap unsur organisasi pun ikut mensukseskan lewat pengembangan partisipasinya yang optimal. Dengan demikian, apapun capaian yang bisa ditoreskan dibaca sebagai karya kolektif sebab hakekat capaian adalah simbil konsistensi komitmen dalam menumbuhkembangkan makna kebersamaan itu sendiri.


B.  Sesaat bermimpi ideal
Koperasi adalah institusi pemberdayaan dimana dalam mencapai cita-citanya menuntut adanya partisipasi proporsional dari seluruh unsur organisasi (baca : pengurus, pengawas dan anggota). Distribusi peran efektif dilakukan sebagai cara untuk meng-efektifkan energi dalam mensukseskan agenda kebersamaan dimana setiap orang memiliki kepentingan yang nyata di dalamnya. Atas dasar itu pula, pemilihan aktivitas koperasi idealnya berbasis aspirasi dan kebutuhan mayoritas anggota, sehingga setiap anggota merasa diperhatikan sebab meyakini kepentingannya terwakili. Dengan demikian keseharian koperasi tidak berjarak dengan apa yang dikerjakan atau dibutuhkan oleh para anggotanya. Sekilas mungkin tampak sulit dalam mengambil keputusan, namun di proses yang demikian pula pertahanan koperasi tersusun sejak mula. Cara yang demikian juga menjadikan perusahaan koperasi bisa mewujudkan apa yang disebut captive market (baca: pasar tertutup). Di sisi lain, prinsip keanggotaan yang sukarela dan terbuka membuat captive market kian tumbuh dalam efisiensi yang lebih baik dan efektivitas yang lebih tinggi.

Untuk itu, koperasi harus memiliki kesabaran untuk berproses dan tidak terpancing berfikir atau bertindak instan, sebab pertumbuhan dan perkembangan koperasi itu menganut pola bertahap dan berkesinambungan. Dalam cara baca ini, besar adalah hadiah dari ketekunan berproses dari kecil dan kuat adalah imbas dari kemauan segenap anggota  melanggengkan rasa ke-kita-an dalam makna luas. Perasaan ke-kita-an ini harus ditumbuhkembangkan sebagai modal penting untuk membawa koperasi pada aktivitas-aktivitas yang terus meluas seiring dengan dinamika kehidupan anggotanya. Pada titik ini, koperasi bisa menjadi sahabat terbaik dari anggota untuk menapaki cita-cita pribadinya. Demikian sebaliknya, tumbuhkembangnya koperasi selaku organisasi dan perusahaan akan berbanding lurus dengan pertumbuhan kesejahteraan anggotanya.      


C.  Menilik Ruang Juang Koperasi
Koperasi sering didefenisikan sebagai gerakan karena didalamnya ada mobilisasi orang–orang untuk bergerak bersama menuju tujuan tertentu yang pendefenisiannya melalui mekanisme musyawarah untuk mufakat. Sebagaimana defenisinya, koperasi merupakan kumpulan orang yang concern dalam membangun kapasitas orang-orang di dalamnya untuk mensejahterakan anggotanya secara ekonomi, sosial dan budaya. Hal ini memang tidak mudah mengingat disatu sisi orang-orang didalamnya adalah manusia individu yang memiliki cita-cita pribadi dan disisi lain koperasi harus mampu membangun aktivitas dimana semua orang merasa menjadi bagian dari aktivitas itu. Dimensi juang yang meng-integrasikan wilayah ekonomi, sosial dan budaya juga memerlukan kearifan dalam ber-kerangka fikir sehingga bisa menjadi  satu kesatuan yang melekat pada kata kesejahteraan. 

Untuk itulah, koperasi perlu menyelenggarakan pendidikan dengan target minimal; (i) membangun persepsi sama tentang koperasi; (ii) mendorong perilaku  berpihak yang sangat berpengaruh terhadap tumbuhkembangnya koperasi. Disisi lain; (iii)memandu rasionalitas ekspektasi (baca: harapan)  anggota dan; (iv)  mengurai nalar bagaimana ekspektasi itu bisa diwujudkan. Hal ini penting agar setiap orang yang bergabung ke dalam koperasi memiliki kesadaran dan keyakinan kuat bahwa bersama melalui koperasi adalah jalan efektif memperkuat diri. Intinya, pendidikan perkoperasian menjadikan setiap orang tahu apa, mengapa dan bagaimana seharusnya berkoperasi. Dalam tinjauan organisasi,  keterselenggaraan pendidikan merupakan awal keterbangunan kapasitas organisasi. Adanya persepsi sama merupakan sumber energi dan kesadaran  bagi setiap orang untuk mengembangkan partisipasinya secara optimal, sebab  pengetahuan memantik tanggungjawab moral setiap orang untuk ikut  membesarkan organisasi dan perusahaan .


D.  Mempersepsikan Uang dan Perusahaan Dalam Koperasi
Dalam koperasi, uang berposisi sebagai alat bantu (servant) dalam mewujudkan tujuan-tujuan organisasi dan perusahaan. Sementara itu, penentu kemajuan koperasi terletak pada orang-orang (baca : anggota) yang berkumpul di dalamnya. Atas dasar itu pula, jika koperasi ingin tumbuh dan berkembang maka hal yang wajib dilakukan adalah mencerdaskan anggotanya melalui pendidikan.

Ragam tema harus dikemas guna meningkatkan kapasitas anggota. Tema-tema yang di edukasikan  harus merujuk pada realitas keseharian anggota dan atau persoalan yang  sedang dihadapi anggota kemudian mengarahkannya pada cara pandang  yang lebih menjanjikan kesejahteraan dalam dimensi luas, misalnya; (i) koperasi menyelenggarakan pendidikan manajemen keuangan rumah tanggga yang mendidik anggota agar tidak terjebak pada konsumerisme; (ii) koperasi mendidik anggota tentang kebaikan budaya menabung sebagai gerbang merancang masa depan yang lebih baik; (iii) koperasi mendidik anggotanya lebih produktif lewat pendidikan kewirausahaan atau manajemen usaha; (iv) koperasi mendidik anggota tentang pembentukan efisiensi kolektif dalam memenuhi ragam kebutuhannya melalui mobilisasi kebersamaan; (v) anggota di didik  mencintai hidup sehat melalui pembudayaan hidup bersih di keseharian anggota; (vi) anggota di didik tentang perlunya kerekatan sosisal sebagai bagian dari kesejahteraan  melalui aksi –aksi bernuansa gotong royong  dan (viii) sebagainya.

Contoh-contoh diatas menunjukkan betapa koperasi concern terhadap pembangunan kapasitas orang yang pada akhirnya menggeser pola perilaku ke arah lebih baik yang menjanjikan kesejahteraan.  Logika inilah kemudian yang menempatkan “uang” sebagai alat bantu dalam mendukung perwujudan ragam agenda yang diselenggarakan oleh  koperasi. Demikian halnya juga “aktivitas layanan/usaha” yang diselenggarakan oleh koperasi sesungguhnya adalah media bagi keterpenuhan aspirasi dan kebutuhan para anggotanya, sebab kelahirannya berasal dari aspirasi yang berkembang di lingkungan anggota. Dengan kata lain, lahirnya ragam unit layanan di lingkungan perusahaan koperasi merupakan imbas dari terbangunnya kapasitas organisasi koperasi melalui penyelenggaraan pendidikan yang terus menerus. Hal senada juga sering  didengungkan oleh (alm) Ibnoe Sudjono semasa hidupnya bahwa “investasi apapun dalam koperasi menjadi salah bila dilakukan pada organisasi yang salah”. Singkat kata, untuk menghindari terjebaknya koperasi dalam investasi yang keliru, maka  pertama kali yang dilakukan adalah membangun kapasitas organisasinya. Artinya, keterbangunan kapasitas organisasi (baca: keterbangunan orang-orang di dalam koperasi)  menjadi titik kunci keberhasilan investasi apapun yang diselenggarakan koperasi dalam perusahaannya.  


E. Men-temakan Roh Pengelolaan Perusahaan Koperasi
Kesejahteraan yang selalu di defenisikan sebagai tujuan berkoperasi memiliki makna luas yang secara singkat bisa dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu : (i) perolehan materialitas (SHU); (ii)  kebermanfaatan (benefit) dan atau’ (iii) campuran antara materialitas dan kebermanfaatan. Sebagai usaha yang dimiliki bersama, tentu memerlukan ketegasan pilihan sehingga setiap unsur organisasi mempunyai dasar yang serupa untuk memahami aktivitas perusahaan yang di jalankan koperasi. Disamping itu, hal ini juga menjadi referensi dalam menyusun indikator penilaian atas setiap capaian. Dengan kata lain, pilihan atas dimensi kesejahteraan merupakan roh yang akan menjadi rujukan dalam semua aspek keseharian perusahaan koperasi.   Pada pilihan mana yang paling ideal?.

Jawaban atas pertanyaan itu sangat tergantung pada pemilik suara dalam koperasi yaitu anggota koperasi.  Kualitas pemahaman mereka terhadap filosopi perjuangan koperasi tentu ikut mempengaruhi pada pilihan mena mereka berkeputusan. Untuk mendukung terbentuknya pilihan yang ideal dan juga rasional, maka efektivitas pendidikan yang diselenggarakan koperasi menjadi faktor penentu. Dalam konteks pilihan di biarkan liar pada komunitas anggota yang menyukai hal-hal instan, maka semangat materialitas mungkin lebih dominan untuk di jadikan pilihan. Namun, hal lain akan didapati kala anggota sudah terdidik dan memahami bahwa produktifitas dalam koperasi itu berbasis kolektivitas dan perkembangan koperasi sangat tergantung pada partisipasi anggota.

Pilihan ini sangat penting mengingat efek luasnya terhadap nafas pengelolaan segala aktivitas perusahaan koperasi. Pilihan ini juga sangat berpengaruh pada keberpihakan anggota terhadap segala aktivitas perusahaan koperasi. Banyak fakta menunjukkan bahwa anggota kurang memiliki kebanggaan atas capaian koperasi sebab mereka tidak merasa menjadi bagian dari koperasi secara utuh. Interaksi mereka lebih bersifat transaksional tanpa diikuti oleh ikatan emosional yang kuat. Bahkan tidak sedikit anggota yang merasa termanfaatkan atau di eksploitasi oleh koperasinya sendiri.

Pemahaman ini terkadang berawal dari ketidakfahaman tentang apa, mengapa dan bagaimana berkoperasi. Mereka dibiarkan masuk tanpa pendidikan perkoperasian. Persepsi dan ekspektasi mereka dibiarkan liar tanpa pengarahan yang tepat dan pendidikan yang terencana.  Atas hal itu, pelibatan anggota dalam menentukan “pilihan roh pengelolaan” menjadi sangat penting. Namun demikian, untuk melahirkan pilihan ideal diperlukan anggota yang terdidik perkoperasian sehingga memahami efek secara menyeluruh dari pilihan yang mereka ambil. Jika hal ini bisa di wujudkan, maka iklim meng-anggota akan tumbuh dan berkembang secara bertahap dan berkesinambungan. Hal ini pun akan berbanding lurus dengan pertumbuhan perusahaan koperasi dalam pilihan roh manapun koperasi akan dijalankan dan di kelola. 




F.  Penutup
Demikian beberapa pemikiran sederhana ini disusun sebagai bahan diskusi dalam pendidikan dan pelatihan ini. Semoga bisa meningkatkan semangat untuk terus menumbuhkembangkan koperasi hingga melahirkan makna-makna luar biasa bagi segenap anggotanya. Amin. 



 

lampiran bahan kontemplasi
MENELISIK KENYATAAN MEMANTIK KEBJAKSANAAN

Kalau kelahiran koperasi bertujuan men-sejahterakan, menarik untuk menilik sejauh mana koperasi sudah menjalankan peran idealnya. Kalau sukarela dan keterbukaan adalah menjadi prinsip keangggotaanya, menjadi tanya besar mengapa sebagian koperasi terkesan eksklusif dan menutup diri terhadap kehadiran orang lain karena  berbeda status, latar belakang sosial dan lain sebagainya. Ke-universalan koperasi pun ternodai dan ironisnya hal ini menjadikan koperasi kerdil dan terpinggirkan serta jauh dari kemampuan untuk bertindak arif apalagi berfikir visioner. Kalau istilah calon anggota dimaknai sebagai masa untuk menguji kesesuaian karakter dengan nafas juang koperasi, kenapa di ruang praksis calon anggota seolah menjadi pembenar bagi koperasi untuk meng-ekspans hasrat ekonomisnya dan tak terlihat keinginan  menjadikan calon anggota menjadi anggota penuh. Mereka diposisikan sebagai konsumen semata dan  menghilangkan kesempatan untuk memiliki perusahaan.  Elite organisasi over confidence atas kemampuan modalnya dan tidak melihat lagi pertumbuhan anggota sebagai sumber kekuatan koperasi jangka panjang dan peningkatan efiesiensi operasional perusahaan. Adakah kenyataan semacam ini sebagai pertegasan bahwa payung koperasi telah termanfaatkan tidak pada konteksnya?. Naluri pertumbuhan uang tampaknya begitu menguat dan mengedepan sehingga nilai-nilai kebijaksanaan yang terkandung dalam konsepsi menyempit dan mewujud hanya persoalan transaksi yang saling membutuhkan. Tak ada lagi nilai-nilai kesetiakawanan dan semangat saling menolong. Kebutuhan calon anggota dan atau anggota dibaca sebagai kesempatan meraih margin. Tak ada lagi gairah koperasi untuk  menilik  permohonan pinjaman anggota memang benar kebutuhan ataukah indikasi kuat anggota telah terjebak  dalam gaya hidup konsumerisme. Tak ada lagi semangat koperasi  menilai apakah pinjaman yang diberikan akan membuat hidup anggotanya menjadi lebih susah atau lebih baik. Koperasi larut berburu akumulasi pendapatan jasa dari anggotanya sendiri. Koperasi mempersepsikan anggota sebagai insan dewasa yang bisa memutuskan apa yang terbaik untuk dirinya. Koperasi  tidak tertarik lagi melihat aksi  mendidik anggota sebagai hal penting dalam men-sjahterakan anggotanya dan sekaligus memperkokoh organisasinya.

Tampaknya, hubungan transaksional terlanjur menjadi  satu-satunya garis penghubung  antara koperasi dan anggotanya. Hubungan emosional yang diagungkan dalam koperasi  telah mengalami distorsi dimana status keanggotaan hanya bermakna sebagai alat kelengkapan administratif untuk pemenuhan persyaratan bertransaksi. Adakah semangat untuk menumbuhkan kepedulian satu sama lain telah runtuh berkat suburnya gaya hidup individualis?. Mungkin terlalu dini untuk berkesimpulan.  Namun demikian, fakta yang menununjukkan banyaknya koperasi abai terhadap pembangunan kapasitas anggota melalui pendidikan merupakan wujud kesombongan perusahaan koperasi yang tidak meyakini aspirasi anggota sebagai inspirasi energi dan pemantik akselerasi pertumbuhan dan perkembangan.

Oleh karena itu, tidak mengherankan bila anggota tidak merasa memiliki terhadap perusahaan koperasi seberapa besar pun perwujudan dan seberapa mewah pun perwajahannya. Disamping koperasi sendiri kurang  merasa memiliki anggota dalam arti senyatanya, hal ini sebagai akibat langsung dari berjaraknya keseharian koperasi dengan keseharian hidup anggotanya.  Tidak ada perasaan diperhatikan dan bahkan alam bawa sadar sebagian anggota berkesimpulan bahwa perusahaan koperasi telah menari diatas ketidakmampuan dan bahkan mengambil keuntungan dari ketidakberdayaan anggotanya. Mereka mempertahankan status keanggotaan hanya menjaga peluang untuk tetap bisa meminjam walau harus terjebak pada jasa pinjaman tinggi dan bahkan mencekik. Adakah kebahagiaan yang pantas dalam situasi semacam ini?. Mungkin dalam tinjauan pribadi sah-sah saja, tetapi ketika hal ini dibawah ke ranah koperasi maka hal ini merupakan persoalan serius yang membutuhkan kebijaksanaan berfikir dan bertindak.

Fakta menunjukkan dihidupan terdapat ragam persoalan, baik akibat pemaknaan dan pensikapan yang keliru tentang hidup maupun dampak dari tindakan kurang bijak sebagian kecil orang. Pada kondisi semacam ini,  koperasi yang secara konsepsi merupakan  alat pembentuk hidup yang lebih berkualitas, seharusnya mengambil inisiatif untuk  menyelesaikan persoalan-persoalan itu, khususnya diwilayah ekonomi, sosial dan budaya dari anggotanya sendiri. Untuk tujuan itu, koperasi harus kembali ke konsepsi dasarnya sebagai institusi pemberdayaan yang menggerakkan seluruh unsur oganisasinya melalui  pencerahan dan pencerdasan orang-orang didalamnya.       
Share this article :

Posting Komentar

.

 
Copyright © 2015. ARSAD CORNER - All Rights Reserved