A.
Permulaan
Zaman memang telah berubah, namun spirit dasar koperasi tidak pernah
berubah yaitu memobilisasi kebersamaan untuk meningkatkan kesejahteraan
bersama. Lewat kebersamaan, ragam potensi dipersatukan untuk mendukung
agenda-agenda kolektif yang merupakan refresentasi dari aspirasi dan kebutuhan
mayoritas anggotanya. Dalam posisi equal (baca:sejajar), anggota koperasi duduk
sama rendah dan berdiri sama tinggi tanpa membedakan latar belakang sosial,
gender, agama dan ras. Dalam semangat kebersamaan, segenap unsur organisasi
duduk bersama men-tema kan ekplorasi gagasan yang mungkin diselenggarakan
sebagai agenda bersama. Dalam praktek selanjutnya, segenap unsur organisasi pun
ikut mensukseskan lewat pengembangan partisipasinya yang optimal. Dengan
demikian, apapun capaian yang bisa ditoreskan dibaca sebagai karya kolektif
sebab hakekat capaian adalah simbil konsistensi komitmen dalam
menumbuhkembangkan makna kebersamaan itu sendiri.
B.
Sesaat bermimpi ideal
Koperasi adalah institusi pemberdayaan dimana dalam mencapai cita-citanya
menuntut adanya partisipasi proporsional dari seluruh unsur organisasi (baca :
pengurus, pengawas dan anggota). Distribusi peran efektif dilakukan sebagai
cara untuk meng-efektifkan energi dalam mensukseskan agenda kebersamaan dimana
setiap orang memiliki kepentingan yang nyata di dalamnya. Atas dasar itu pula, pemilihan
aktivitas koperasi idealnya berbasis aspirasi dan kebutuhan mayoritas anggota,
sehingga setiap anggota merasa diperhatikan sebab meyakini kepentingannya
terwakili. Dengan demikian keseharian koperasi tidak berjarak dengan apa yang dikerjakan atau dibutuhkan oleh para
anggotanya. Sekilas mungkin tampak sulit dalam mengambil keputusan, namun di
proses yang demikian pula pertahanan koperasi tersusun sejak mula. Cara yang
demikian juga menjadikan perusahaan koperasi bisa mewujudkan apa yang disebut captive market (baca: pasar tertutup).
Di sisi lain, prinsip keanggotaan yang sukarela dan terbuka membuat captive market kian tumbuh dalam
efisiensi yang lebih baik dan efektivitas yang lebih tinggi.
Untuk itu, koperasi harus memiliki kesabaran untuk berproses dan tidak
terpancing berfikir atau bertindak instan, sebab pertumbuhan dan perkembangan
koperasi itu menganut pola bertahap dan berkesinambungan. Dalam cara baca ini, besar
adalah hadiah dari ketekunan berproses dari kecil dan kuat adalah imbas dari
kemauan segenap anggota melanggengkan
rasa ke-kita-an dalam makna luas. Perasaan ke-kita-an ini harus
ditumbuhkembangkan sebagai modal penting untuk membawa koperasi pada aktivitas-aktivitas
yang terus meluas seiring dengan dinamika kehidupan anggotanya. Pada titik ini,
koperasi bisa menjadi sahabat terbaik dari anggota untuk menapaki cita-cita
pribadinya. Demikian sebaliknya, tumbuhkembangnya koperasi selaku organisasi
dan perusahaan akan berbanding lurus dengan pertumbuhan kesejahteraan
anggotanya.
C.
Menilik Ruang Juang Koperasi
Koperasi sering didefenisikan sebagai gerakan karena didalamnya ada
mobilisasi orang–orang untuk bergerak bersama menuju tujuan tertentu yang pendefenisiannya
melalui mekanisme musyawarah untuk mufakat. Sebagaimana defenisinya, koperasi
merupakan kumpulan orang yang concern dalam membangun kapasitas orang-orang di
dalamnya untuk mensejahterakan anggotanya secara ekonomi, sosial dan budaya.
Hal ini memang tidak mudah mengingat disatu sisi orang-orang didalamnya adalah
manusia individu yang memiliki cita-cita pribadi dan disisi lain koperasi harus
mampu membangun aktivitas dimana semua orang merasa menjadi bagian dari
aktivitas itu. Dimensi juang yang meng-integrasikan
wilayah ekonomi, sosial dan budaya juga memerlukan kearifan dalam ber-kerangka
fikir sehingga bisa menjadi satu
kesatuan yang melekat pada kata kesejahteraan.
Untuk itulah, koperasi perlu menyelenggarakan pendidikan dengan target minimal;
(i) membangun persepsi sama tentang koperasi; (ii) mendorong perilaku berpihak yang sangat berpengaruh
terhadap tumbuhkembangnya koperasi. Disisi lain; (iii)memandu rasionalitas
ekspektasi (baca: harapan) anggota dan; (iv) mengurai nalar bagaimana ekspektasi itu bisa diwujudkan.
Hal ini penting agar setiap orang yang bergabung ke dalam koperasi memiliki
kesadaran dan keyakinan kuat bahwa bersama melalui koperasi adalah jalan
efektif memperkuat diri. Intinya, pendidikan perkoperasian menjadikan setiap
orang tahu apa, mengapa dan bagaimana seharusnya berkoperasi. Dalam tinjauan
organisasi, keterselenggaraan pendidikan
merupakan awal keterbangunan kapasitas organisasi. Adanya persepsi sama merupakan sumber
energi dan kesadaran
bagi setiap orang untuk mengembangkan
partisipasinya secara optimal, sebab
pengetahuan memantik tanggungjawab moral setiap orang untuk ikut membesarkan organisasi dan perusahaan .
D.
Mempersepsikan Uang dan Perusahaan Dalam Koperasi
Dalam koperasi, uang berposisi sebagai alat bantu (servant) dalam
mewujudkan tujuan-tujuan organisasi dan perusahaan. Sementara itu, penentu
kemajuan koperasi terletak pada orang-orang (baca : anggota) yang berkumpul di
dalamnya. Atas dasar itu pula, jika koperasi ingin tumbuh dan berkembang maka
hal yang wajib dilakukan adalah mencerdaskan anggotanya melalui pendidikan.
Ragam tema harus dikemas guna meningkatkan kapasitas anggota. Tema-tema yang
di edukasikan harus merujuk pada
realitas keseharian anggota dan atau persoalan yang sedang dihadapi anggota kemudian mengarahkannya
pada cara pandang yang lebih menjanjikan
kesejahteraan dalam dimensi luas, misalnya; (i) koperasi menyelenggarakan
pendidikan manajemen keuangan rumah tanggga yang mendidik anggota agar tidak
terjebak pada konsumerisme; (ii) koperasi mendidik anggota tentang kebaikan budaya
menabung sebagai gerbang merancang masa depan yang lebih baik; (iii)
koperasi mendidik anggotanya lebih produktif lewat pendidikan kewirausahaan
atau manajemen usaha; (iv) koperasi mendidik anggota tentang pembentukan efisiensi
kolektif dalam memenuhi ragam kebutuhannya melalui mobilisasi
kebersamaan; (v) anggota di didik mencintai
hidup
sehat melalui pembudayaan hidup bersih di keseharian anggota; (vi)
anggota di didik tentang perlunya kerekatan sosisal sebagai bagian dari kesejahteraan melalui aksi –aksi bernuansa gotong
royong dan (viii) sebagainya.
Contoh-contoh diatas menunjukkan betapa koperasi concern terhadap
pembangunan kapasitas orang yang pada akhirnya menggeser pola perilaku ke arah
lebih baik yang menjanjikan kesejahteraan.
Logika inilah kemudian yang menempatkan “uang” sebagai alat
bantu dalam mendukung perwujudan ragam agenda yang diselenggarakan
oleh koperasi. Demikian halnya juga
“aktivitas layanan/usaha” yang diselenggarakan oleh koperasi sesungguhnya
adalah media bagi keterpenuhan aspirasi dan kebutuhan para anggotanya,
sebab kelahirannya berasal dari aspirasi yang berkembang di lingkungan anggota.
Dengan kata lain, lahirnya ragam unit layanan di lingkungan perusahaan koperasi
merupakan imbas dari terbangunnya kapasitas organisasi koperasi
melalui penyelenggaraan pendidikan yang terus menerus. Hal senada juga
sering didengungkan oleh (alm) Ibnoe
Sudjono semasa hidupnya bahwa “investasi apapun dalam koperasi menjadi
salah bila dilakukan pada organisasi yang salah”. Singkat kata, untuk
menghindari terjebaknya koperasi dalam investasi yang keliru, maka pertama kali yang dilakukan adalah membangun
kapasitas organisasinya. Artinya, keterbangunan kapasitas organisasi (baca:
keterbangunan orang-orang di dalam koperasi)
menjadi titik kunci keberhasilan investasi apapun yang diselenggarakan
koperasi dalam perusahaannya.
E. Men-temakan Roh Pengelolaan
Perusahaan Koperasi
Kesejahteraan
yang selalu di defenisikan sebagai tujuan berkoperasi memiliki makna luas yang secara
singkat bisa dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu : (i) perolehan materialitas
(SHU); (ii) kebermanfaatan (benefit) dan
atau’ (iii) campuran antara materialitas dan kebermanfaatan. Sebagai usaha yang
dimiliki bersama, tentu memerlukan ketegasan pilihan sehingga setiap
unsur organisasi mempunyai dasar yang serupa untuk memahami aktivitas
perusahaan yang di jalankan koperasi. Disamping itu, hal ini juga menjadi
referensi dalam menyusun indikator penilaian atas setiap capaian. Dengan kata
lain, pilihan atas dimensi kesejahteraan merupakan roh yang akan menjadi
rujukan dalam semua aspek keseharian perusahaan koperasi. Pada pilihan mana yang paling ideal?.
Jawaban
atas pertanyaan itu sangat tergantung pada pemilik suara dalam koperasi yaitu
anggota koperasi. Kualitas pemahaman
mereka terhadap filosopi perjuangan koperasi tentu ikut mempengaruhi pada
pilihan mena mereka berkeputusan. Untuk mendukung terbentuknya pilihan yang
ideal dan juga rasional, maka efektivitas pendidikan yang diselenggarakan
koperasi menjadi faktor penentu. Dalam konteks pilihan di biarkan liar pada
komunitas anggota yang menyukai hal-hal instan, maka semangat materialitas
mungkin lebih dominan untuk di jadikan pilihan. Namun, hal lain akan didapati kala
anggota sudah terdidik dan memahami bahwa produktifitas dalam koperasi itu
berbasis kolektivitas dan perkembangan koperasi sangat tergantung pada
partisipasi anggota.
Pilihan
ini sangat
penting mengingat efek luasnya terhadap nafas pengelolaan segala
aktivitas perusahaan koperasi. Pilihan ini juga sangat berpengaruh pada
keberpihakan anggota terhadap segala aktivitas perusahaan koperasi. Banyak
fakta menunjukkan bahwa anggota kurang memiliki kebanggaan atas capaian
koperasi sebab mereka tidak merasa menjadi bagian dari koperasi secara utuh.
Interaksi mereka lebih bersifat transaksional tanpa diikuti oleh ikatan
emosional yang kuat. Bahkan tidak sedikit anggota yang merasa termanfaatkan
atau di eksploitasi oleh koperasinya sendiri.
Pemahaman
ini terkadang berawal dari ketidakfahaman tentang apa, mengapa dan bagaimana
berkoperasi. Mereka dibiarkan masuk tanpa pendidikan perkoperasian. Persepsi
dan ekspektasi mereka dibiarkan liar tanpa pengarahan yang tepat dan pendidikan
yang terencana. Atas hal itu, pelibatan
anggota dalam menentukan “pilihan roh pengelolaan” menjadi sangat penting.
Namun demikian, untuk melahirkan pilihan ideal diperlukan anggota yang terdidik
perkoperasian sehingga memahami efek secara menyeluruh dari pilihan yang mereka
ambil. Jika hal ini bisa di wujudkan, maka iklim meng-anggota akan tumbuh dan
berkembang secara bertahap dan berkesinambungan. Hal ini pun akan berbanding
lurus dengan pertumbuhan perusahaan koperasi dalam pilihan roh manapun koperasi
akan dijalankan dan di kelola.
F.
Penutup
Demikian beberapa pemikiran sederhana ini disusun sebagai bahan diskusi
dalam pendidikan dan pelatihan ini. Semoga bisa meningkatkan semangat untuk
terus menumbuhkembangkan koperasi hingga melahirkan makna-makna luar biasa bagi
segenap anggotanya. Amin.
lampiran bahan kontemplasi
MENELISIK KENYATAAN MEMANTIK KEBJAKSANAAN
Kalau kelahiran koperasi bertujuan men-sejahterakan, menarik untuk menilik
sejauh mana koperasi sudah menjalankan peran idealnya. Kalau sukarela dan
keterbukaan adalah menjadi prinsip keangggotaanya, menjadi tanya besar mengapa
sebagian koperasi terkesan eksklusif dan menutup diri terhadap kehadiran orang
lain karena berbeda status, latar
belakang sosial dan lain sebagainya. Ke-universalan koperasi pun ternodai dan ironisnya hal ini
menjadikan koperasi kerdil dan terpinggirkan serta jauh dari kemampuan untuk
bertindak arif apalagi berfikir visioner. Kalau istilah calon anggota dimaknai sebagai masa untuk menguji kesesuaian
karakter dengan nafas juang koperasi, kenapa di ruang praksis calon anggota seolah menjadi pembenar
bagi koperasi untuk meng-ekspans hasrat ekonomisnya dan tak terlihat
keinginan menjadikan calon
anggota menjadi anggota penuh. Mereka diposisikan sebagai konsumen
semata dan menghilangkan kesempatan
untuk memiliki perusahaan. Elite
organisasi over confidence atas
kemampuan modalnya dan tidak melihat lagi pertumbuhan anggota sebagai sumber
kekuatan koperasi jangka panjang dan peningkatan efiesiensi operasional
perusahaan. Adakah kenyataan semacam ini sebagai pertegasan bahwa payung
koperasi telah termanfaatkan tidak pada konteksnya?. Naluri pertumbuhan
uang tampaknya begitu menguat dan mengedepan sehingga nilai-nilai kebijaksanaan
yang terkandung dalam konsepsi menyempit dan mewujud hanya persoalan transaksi
yang saling membutuhkan. Tak ada lagi nilai-nilai kesetiakawanan dan semangat
saling menolong. Kebutuhan calon anggota dan atau anggota dibaca sebagai
kesempatan meraih margin. Tak ada lagi gairah koperasi untuk menilik permohonan
pinjaman anggota memang benar kebutuhan ataukah indikasi kuat anggota telah
terjebak dalam gaya hidup konsumerisme. Tak
ada lagi semangat koperasi menilai apakah pinjaman yang diberikan
akan membuat hidup anggotanya menjadi lebih susah atau lebih baik. Koperasi larut
berburu akumulasi pendapatan jasa dari anggotanya sendiri. Koperasi
mempersepsikan anggota sebagai insan dewasa yang bisa memutuskan apa yang
terbaik untuk dirinya. Koperasi tidak
tertarik lagi melihat aksi mendidik
anggota sebagai hal penting dalam men-sjahterakan anggotanya dan sekaligus
memperkokoh organisasinya.
Tampaknya, hubungan transaksional terlanjur menjadi satu-satunya garis penghubung antara koperasi dan anggotanya. Hubungan
emosional yang diagungkan dalam koperasi
telah mengalami distorsi dimana status keanggotaan hanya bermakna
sebagai alat kelengkapan administratif untuk pemenuhan persyaratan
bertransaksi. Adakah semangat untuk menumbuhkan kepedulian satu sama lain telah
runtuh berkat suburnya gaya hidup individualis?. Mungkin terlalu dini untuk
berkesimpulan. Namun demikian, fakta
yang menununjukkan banyaknya koperasi abai terhadap pembangunan kapasitas
anggota melalui pendidikan merupakan wujud kesombongan perusahaan
koperasi yang tidak meyakini aspirasi anggota sebagai inspirasi energi dan pemantik
akselerasi pertumbuhan dan perkembangan.
Oleh karena itu, tidak mengherankan bila anggota tidak merasa memiliki
terhadap perusahaan koperasi seberapa besar pun perwujudan dan seberapa mewah
pun perwajahannya. Disamping koperasi sendiri kurang merasa memiliki anggota dalam arti
senyatanya, hal ini sebagai akibat langsung dari berjaraknya keseharian
koperasi dengan keseharian hidup anggotanya. Tidak ada perasaan diperhatikan dan bahkan
alam bawa sadar sebagian anggota berkesimpulan bahwa perusahaan koperasi telah
menari diatas ketidakmampuan dan bahkan mengambil keuntungan dari
ketidakberdayaan anggotanya. Mereka mempertahankan status keanggotaan hanya
menjaga peluang untuk tetap bisa meminjam walau harus terjebak pada jasa
pinjaman tinggi dan bahkan mencekik. Adakah kebahagiaan yang pantas dalam
situasi semacam ini?. Mungkin dalam tinjauan pribadi sah-sah saja, tetapi
ketika hal ini dibawah ke ranah koperasi maka hal ini merupakan persoalan
serius yang membutuhkan kebijaksanaan berfikir dan bertindak.
Fakta menunjukkan dihidupan terdapat ragam persoalan, baik akibat pemaknaan
dan pensikapan yang keliru tentang hidup maupun dampak dari tindakan kurang
bijak sebagian kecil orang. Pada kondisi semacam ini, koperasi yang secara konsepsi merupakan alat pembentuk hidup yang lebih berkualitas,
seharusnya mengambil inisiatif untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan itu, khususnya diwilayah ekonomi,
sosial dan budaya dari anggotanya sendiri. Untuk tujuan itu, koperasi harus
kembali ke konsepsi dasarnya sebagai institusi pemberdayaan yang menggerakkan
seluruh unsur oganisasinya melalui pencerahan
dan pencerdasan orang-orang didalamnya.
Posting Komentar
.