Ketika Fanatisme dan Aura Terbangun...

Persibas sudah menunjukkan
kapasitasnya sebagai sebuah tim sepak bola yang layak diperhitungkan. Faktanya,
Persibas mampu menyuguhkan permainan yang sangat menarik dan bahkan mampu
mengimbangi tim-tim yang sudah lebih dulu punya nama dan bertengger para
pemain bintang sepak bola nasional.
Kolektivitas tim, organisasi permainan yang ciamik, strategi variatif
dan berkelas, berhasil di ramu oleh tim pelatih yang di komandani oleh mantan punggawa Timnas, Putut Wijanarko. Satu fakta menarik adalah berhasilnya Persibas menjuarai “Bupati Cilacap
Cup” beberapa waktu lalu. Padahal turnamen pra-musim itu diikuti oleh PSCS
Cilacap, Persibangga Purbalingga dan juga Persiba Bantul. Level permainan ini juga
konsisten saat Persibas Banyumas sukses menaklukkan PSCS dengan skor 2-0 di
babak penyisihan Kapolda Cup 2015 yang saat ini tengah berlangsung. Tak heran
kalau kemudian Persibas saat ini mulai disegani oleh tim-tim lawan. Di sisi
lain, masuknya Persibas Banyumas ke level Divisi utama juga berdampak pada
meningkatnya animo dan keberpihakan masyarakat Banyumas terhadap tim
kesayangannya. Hal ini bisa dilihat bagaimana besarnya animo masyarakat
berduyun-duyun bila Persibas bertanding, baik saat Persibas
bertindak sebagai tuan rumah maupun saat Persibas laga tandang. “ kemana
pun Persibas, para fans fanatik selalu mendampingi”. “Rika ora dewekan”, begitu slogan yang selalu dikumandangkan oleh
para loyalis Persibas.
Apa yang terjadi di semifinal Leg I kapolda Cup kemarin sungguh melukai
perasaan segenap pemain, official dan juga pencinta sepak bola Banyumas. Gol
yang dianulir, seringnya Persibas dirugikan atas kepemimpinan wasit, begitu mudahnya kartu kuning dan kartu merah bila pemain Persibas
melakukan pelanggaran dan banyak lagi hal lainnya yang seolah ingin menutup
laju langkah dan prestasi Persibas. Terkadang terbersit ingin menggelar pertandingan di
kota netral dipimpin wasit yang integritasnya tidak perlu dipertanyakan,
sehingga bisa lebih obyektif melihat dn mengukur seberapa jauh sebenarnya kualitas Persibas
dalam urusan teknik bermain bola. Walau
hanya berkelakar, “penggunaan wasit eropa” yang dilontarkan salah seorang facebooker
pendukung setia Persibas, tetapi layak untuk difikirkan. Setidaknya, ide itu tidak
lepas dari rasa frustrasi dari sederetan pengalaman buruk atas kepemimpinan
wasit setiap kali Persibas main. Yang jelas, walau kemarin Persibas Banyumas
kalah 1-0, segenap masyarakat Banyumas pencinta sepak bola tidak pernah berfikir
bahwa Persibas benar-benar kalah. Mereka semua mengapresiasi dan berkesimpulan
sama bahwa “para pemain sudah berjuang maksimal dan seharusnya hasilnya tidak
demikian”.

Satu hal yang menjadi catatan, muasal ketereselenggaraan turnamen ini adalah
keprihatinan atas kondisi sepak bola tanah air yang kemudian memantik
kepedulian atas nasib para pemain sepak bola yang terlantar. Perseteruan para
petinggi PSSI dan petinggi negeri telah mengakibatkan ketidakjelasan nasib para
pemain, sehingga niat baik penyelenggaraan kompetisi ini disambut baik oleh
tim-tim sepak bola di Jawa Tengah, khususnya klub-klub penghuni kasta Divisi Utama. Namun demikian, ketika
kompetisi mulai di gelar, ragam kepentingan mulai masuk, seperti urusan harga
diri, nama baik tim, gaji pemain,
pendapatan wasit, pemasukan tim dan lain
sebagainya yang terakumulasi menjadi pernik-pernik turnamen kali ini.
Belum berakhir.....
Hasil pertandingan Semifinal Leg I belum sebuah akhir bagi kedua tim.
Artinya, masih ada satu pertandingan lagi yang akan menentukan siapa yang
berhak masuk ke final. Namun demikian, tak bisa disalahkan kalau ada yang
berkesimpulan hasil kemarin sebagai awal yang buruk bagi Persibas. Bahkan, bila merujuk pada
kualitas buruk fair play di partai semifinal Leg 01, sulit
dibendung ketika para fans dan klub Persibas bersikap apatis dan memprediksi
kalau pertandingan semifinal leg 02 akan lebih buruk lagi kualitasnya. Disisi lain,mungkin hasil kemarin menjadi angin segar
bagi tim PSIS, dimana saat main leg ke-2 mereka bertindak sebagai tuan rumah. Apalagi
mereka mengantongi keunggulan 1 (satu) gol yang mereka cetak di kandang. Tetapi,
sepertinya PSIS tidak hanya akan mengejar hasil seri. Diprediksi mereka akan menyerang
sejak menit awal. Bagaimanapun juga, pasti ada perasaan tidak puas menang ternoda
ragam insiden saat bermain di kandang Persibas. Pasti ada nurani dan semangat fair play demi
menjunjung tinggi ”nama baik” PSIS yang sudah lama menjadi ikon sepak bola
Propinsi Jawa Tengah ini. Jadi, yang diburu PSIS nanti bukan hanya kemenangan saja,
tetapi juga ingin menyandang ”layak dan memang patut” tampil di partai
final.
Heroisme Dalam Format Win Or
Loose

Kedewasaaan Fans Persibas yang
layak di acungi jempol
Ketenangan kelompok Fans Persibas di situasi mencekam leg 01 sangat layak
di apresiasi. Laskar Bombastik, Ultras dan Satria tetap tenang dan memberikan
dukungan secara sportif. Mereka tidak terpancing situasi memanas yang terjadi
di tengah lapangan. Mereka tidak membuat onar atau menambah kekacauan suasana.
Mereka juga menghormati fans PSIS yang asik berpesta dan menunjukkan euforia
kemenangan timnya.
Sikap semacam ini layak diacungi jempol dan menandakan ketiga kelompok fans
Persibas itu memiliki kedewasaan dalam urusan sepak bola. Mereka menjalankan
tugasnya sebagai pemain ke-12 di pinggir lapangan yaitu menyemangati sejak
menit awal sampai pluit akhir pertandingan dibunyikan. Mereka bersorak dan
terus menyanyikan lagu-lagu magis yang dimaksudkan memompa semangat dan stamina para
pemain. Mereka juga menyambangi seluruh pemain Persibas dan tetap memberikan
semangat apapun hasil akhir pertandingan. “Rika ora tau dewekan”, slogan itu
benar-benar mereka tunjukkan dimanapun tim kesayangannya bermain dan berjuang mengibarkan
bendera Persibas Banyumas. Semoga kedewasaan semacam ini terus terjaga dan bisa
menginspirasi para kelompok fans tim-tim lain di tanah air. Semoga...!!!!!!
Posting Komentar
.