DINAMIKA
DUNIA USAHA
DI KAB.BANYUMAS TAHUN 2015
ditulis untuk Koran Harian Suara Merdeka
atasan nama Kadin (Kamar Dagang dan Industri) Kab. Banyumas
A. Optimisme Dunia Usaha Di 2015
Tahun 2014 segera tutup buku dan 2015 akan segera tiba. Datangnya 2015 kali
ini berbeda dengan tahun sebelumnya, dimana 01 Januari 2015 apa yang disebut
MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) akan segera diberlakukan. Sebagian befikir
pemberlakuan MEA adalah ancaman yang akan mematikan eksistensi para pelaku
usaha, khususnya UMKM. Namun, sebagian lagi menyambut MEA dengan optimis sebab
mereka berpandangan MEA identik dengan perluasan market (pasar). Sepertinya,
kesiapan semacam ini ada pada golongan pelaku usaha yang sudah mencapai titik
stabilitas dan dikelola dengan manajemen yang baik. Namun demikian, ketika MEA
dibaca sebagai peningkatan tensi persaingan, maka sesungguhnya semua pelaku usaha
sudah terbiasa dengan persaingan dan bahkan terjadi sejak pertama kali mulai
memasuki dunia usaha. Hanya saja, seberapa jauh persaingan dapat menjadi
inspirasi untuk mengembangkan gagasan, sejauh itu pula persaingan akan memacu
perkembangan usaha yang dikelolanya. Oleh karena itu, dalam bahasa semangat,
kedatangan MEA yang tidak mungkin lagi ditolak, harus disikapi dengan cerdas
sehingga menjadikan usaha lebih tumbuh dan berkembang. Yang jelas, tensi
persaingan MEA harus dijadikan sebagai sumber spirit tambahan untuk
mengembangkan kreativitas. Sementara itu, dari sudut pemasaran, MEA harus
dipandang peluang besar untuk melakukan ekspansi market.
Dipenghujung 2014, beberapa hal telah menjadi trending topic dan berpengaruh langsung dengan eksistensi dunia
usaha, antara lain ; pelemahan nilau rupiah terhadap Dollar, kenaikan BBM, rencana kenaikan tarif listrik
dan peningkatan UMR. Keempat hal tersebut berengaruh pada peningkatan biaya
produksi dan biaya operasional usaha, khususnya mayoritas di kalangan industri.
Artinya, para pelaku usaha benar-benar memiliki beberapa agenda serius dalam
memasuki pergantian tahun 2014 ke 2015. Namun
demikian, pilihan yang tersedia adalah menyesuaikan diri sebab faktor-faktor
tersebut bersifat un-touchable dan ditentukan oleh pihak diluar dari internal
perusahaan. Tentu hal tersebut
mendatangkan kepusingan luar biasa, namun semangat dan keinginan untuk tetap
bertahan, tumbuh dan berkembang telah
menjadikan para pelaku usaha terus bergerak dalam situasi apapun juga. Tak ada
pelaut tangguh dari air yang tenang. Artinya, ragam dinamika adalah hal yang akan
membuat pelaku usaha kian tangguh dalam menjalankan usahanya.
B. UMKM sebagai penyanggah utama Dunia Usaha
Statistik menunjukkan bahwa pelaku UMKM d Indonesia berjumlah lebih kurang
56,5 juta. Angka ini menggambarkan bahwa
UMKM perlu pengarusutamaan sehingga bisa didorong untuk lebih tumbuh dan
berkembang. Pengarusutamaan yang dimaksud adalah perlunya stimulan yang efektif
, edukatif dan motivasional sehingga UMKM lebih terdorong untuk
mengembangkan usahanya baik dari sisi pengelolaan maupun dari sisi pemasaran.
Kebijakan-kebijakan yang diberikan harus efektif bagi tumbuhnya motivasi dan
kesadaran untuk berbenah sehingga terjadi peningkatan kontribusinya terhadap
pembangunan ekonomi secara makro. Pembinaan yang diberikan jangan sampai
menciptakan ketergantungan, tetapi harus diarahkan pada terbentuknya
kemandirian pengelolaan dengan visioner. Hal ini menjadi penting mengingat
bahwa UMKM tidak hanya persoalan kapasitas usaha tetapi juga tentang
pemberdayaan dimana masyarakat berinisiatif untuk membangun kemandiriannya dan
sekaligus mencitakan lapangan pekerjaan yang akan menekan angka pengangguran.
Ada beberapa hal yang perlu menjadi catatan penting seputar upaya menumbuhkembangkan
UMKM ini, antara lain :
1.
Revolusi Mindset. Era globalisasi telah
berpesan bahwa dunia menjadi tampak sempit dan sekat-sekat antar negara hampir
tak tampak. Oleh karena itu, pelaku UMKM harus mengembangkan mindset
nya dalam berusaha. Kalau dulu ada
pepatah yang mengatakan “berfikir global dan bertindak lokal”, saatnya
untuk merubahnya menjadi “berfikir global
dan bertindak global”. Sebab, di era
MEA nanti sangat dimungkinkan akan bertemunya produk-produk sejenis atau bahkan
bersifat substitusi dari berbagai negara di area pemasaran yang sama. Oleh
karena itu, para pelaku usaha harus merancang produknya dengan nilai-nilai
keunggulan global walau tidak harus menghilangkan ke-khasan lokalnya.
2.
Peningkatan Kapasitas
Pengelolaan. UMKM sudah tidak zamannya lagi melakukan segala sesuatunya sendirian.
Artinya, pola pengelolaan sudah harus melibatkan manajemen yang bekerja
berbasis perencanaan jangka pendek, mengah dan panjang. Efisiensi dan Efektivitas sebagai cara
meningkatkan produktivitas harus dibentuk melalui satu sistem kerja yang
tersistematis sehingga melahirkan kualitas pelayanan yang prima. Satu hal yang menjadi catatan bahwa pelibatan
manajemen memerlukan skala rasional. Untuk itu, para pelaku UMKM harus
bertindak cerdas dimana melakukan “join manajemen/manajemen bersama”
adalah pilhan yang terbuka. Dalam aplikasi join manajemen ini, bisa dilakukan
secara parsial (sebagian) atau menyeluruh. Dalam pola parsial, pelaku UMKM bisa
tetap concern pada produksi, sementara manajemen concern pada manajemen
pemasaran.
3.
Peningkatan kapasitas
permodalan. Peningkatan kapasitas sebenarnya bisa
dilakukan dengan berbagai cara disamping perbankan sebagai sumber solusi yang
lazim. Namun demikian, pengelolaan tradisional dan belum ter-recordnya
jejak produktivitas membuat UMKM menjadi sulit untuk meng-akses dunia
perbankan. Oleh karena itu, ada beberapa “strategi antara “ yang mengantarkan
UMKM kepada tahap bankable (layak dilayani bank), antara lain :
- Join/sharing. Hal ini masih jarang dilakukan, kalau pun ada sifatnya informal saja. Padahal, mengatasi persoalan modal dengan join/sharing /bagi hasil membuka peluang UMKM untuk menyelesaikan persoalan kebutuhan pendanaan. Tentu “trust/kepercayaan” menjadi faktor penentu dari keterbentukan kerjasama semacam ini sehingga melahirkan kemitraan yang saling menguntungkan. Pola-pola ini sangat mungkin dilakukan lewat komunikasi intensif di antara para pelaku usaha.
- Membangun Buffer Financial Institution (BFI)/Institusi Penyanggah Keuangan. Membangun BFI yang dimaksud adalah melalui mobilisasi kolektivitas diantara para pelaku UMKM sehingga terbentuk institusi penyanggah keuangan yang bisa mem-back up dinamika kebutuhan dana dari para pelaku UMKM. Hal ini bisa dilakukan lewat pembentukan koperasi para pelaku UMKM dimana setiap pelaku UMKM berkomitmen menyisihkan sebagian dari omzet atau keuntungannya untuk ditabungkan di koperasi yang mereka miliki bersama. Bahkan bukan tidak mungkin kalau kemudian akumulasi tabungan yang terkumpul dipinjamkan kepada para anggotanya dengan biaya bunga/margin yang sangat rendah sehingga para pelaku UMKM akan lebih berpeluang untuk berkembang. Pada jumlah anggota sedikit, memang tampak hal ini sulit untuk mewujud. Akan tetapi ketika para pelaku UMKM dalam jumlah banyak bersatu dan mendirikan institusi penyanggah keuangan berbentuk koperasi, maka akan terbentuk akumulasi potensi modal yang luar biasa. Sampai saat ini, para UMKM belum memiliki BFI (Buffer Financial Institution) mandiri yang besar sehingga selalu berhadapan dengan persoalan yang sama, yaitu permodalan. Akibatnya, pertumbuhan usaha menjadi sulit untuk berkembang dan kapasitas produksi atau pelayanan terhadap permintaan menjadi sangat terbatas.
4.
Pelibatan IPTEK ( Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi). Fakta menunjukkan banyak produk yang lahir dari hasil penelitian
ilmiah. Hal serupa juga terjadi pada tahapan pengembangan produk.
Disisi lain, pelaku UMKM masih banyak yang belum melek IPTEK dan tetapi
cenderung mengandalkan insting-nya
dalam melahirkan gagasan, pengelolaan
dan pengembangan. Kebiasaan ini harus dirubah dalam arti insting yang tajam
harus disertai dengan pelibatan IPTEK dalam pengambilan keputusan maupun dalam
pengelolaannya. Aplikasi teknologi terbarukan menjadi satu
kunci agar usaha bisa tetap eksis dan berkembang. Kesadaran ini harus terbangun
agara produk-produk yang dihasilkan UMKM memiliki daya saing tinggi dan
berpeluang diterima di pasar.
5.
Ber-organisasi untuk
memperkuat diri. Adanya tujuan yang sama sangat memungkinkan terbentuknya kesamaan
kebutuhan diantara para pelaku UMKM. Untuk itu, sebagai bagian dari perkuatan
UMKM perlu didorong untuk ber-organisasi baik segera bergabung dengan assosiasi
yang sudah ada maupun membentuk assosiasi baru berdasarkan kesamaan
kepentingan. Lewat berorganisasi sangat dimungkinkan terbentuk komunikasi
produktif yang akan memperkuat segenap anggotanya. Lewat berorganisasi juga
mempermudah untuk mengkomunikasikan kepada segenap stake holder tentang
persoalan-persoalan yang sedang dihadapi atau mengancam eksistensi usaha yang
sedang dijalankan. Bahkan dengan berorganisasi lebih terbuka peluang untuk
mempengaruhi kebijakan/regulasi yang berpihak dan mempercepat pertumbuhan.
Kesadaran akan pentingnya berorganisasi di kalangan UMKM perlu dibangun sebagai
bagian dari perkuatan UMKM itu sendiri.
Posting Komentar
.