A. Pengantar
Tulisan ini ter-inspirasi dari satu perjalanan pulang kampung. Kebetulan saat itu, adik terkecil kami melangsungkan pernikahan, sehingga semua memilih pulang dari perantauan untuk lebih menghangatkan suasana. Sebagai peserta/rombongan terakhir yang datang, sepertinya sudah tidak mungkin kebagian kamar. Apalagi aku datang bukan hanya bersama istri dan ketiga lelakiku, tetapi juga Kakak Iparku dan keluarganya ikut serta. Sebuah perjalanan yang seru dan panjang dari Purwokerto Jawa Tengah menuju desa kelahiranku, Sigambal. Untuk itu, akhirnya kami menetapkan mengambil beberapa kamar dan tinggal beberapa hari di salah satu hotel. di hari ke-empat, suasana di rumah orang tuaku pun kembali normal sehingga kuputuskan untuk pindah dari hotel.
Ironisnya, saat mau pindahan tempat, posisiku sendirian sebab keluarga dan rombongan lainnya sedang jalan-jalan menikmati kota Rantau Prapat yang di pandu oleh salah satu adikku. Aku terpaksa tidak ikut bersama mereka, karena diwaktu bersamaan teman-teman mahasiswa/i di Kampus Alawasliyah memanfaatkan sela waktuku yang sempit untuk berdiskusi dan saling menyemangati.
B. Berkawan Dengan si Abang Becak
Tangan kanan kulambaikan saat
melihat sebuah Bentor (becak motor) berjalan di seberang jalan tak
penumpang. Dia pun mengerti maksudku dan seketika berbelok arah menuju posisiku. Saat bentor menghampiri, aku langsung bertanya berapa ongkos ngangkut 6 (enam) tas koper ke Sigambal (desa kelahiranku yang terletak di kabupaten labuhan batu, Propinsi Sumatera Utara dimana kedua orang tuaku tinggal). "Rp 30.000 aja bang",
begitu jawab sang tukang becak penuh harap persetujuanku. Mendengar angka itu, rasanya tidak seru kalau langsung menyetuji tanpa menawar harga. Negosiasi singkat itu pun berujung dengan kesepakatan Rp 25.000,oo.
Aku pun bergegas menuju ruang resepsionis hotel dimana ke-enam tas koper tertumpuk tumpuk rapi sekalian chek-out setelah menginap 3 (tiga). si Abang becak pun mengikutiku dan kemudian satu persatu tas kami usung dan susun ke Bentor secara bergantian. sesudah semua rapi, kemudian terpaksa di tutup terpal karena hujan turun walau masih tergolong gerimis. Tak ketinggalan si Abang becak pun memakai senjata penawar hujan untuk menutupi seluruh tubuhnya.
Setelah terpastikan bahwa di jok sepeda
motor pinjaman tak terdapat jas hujan, akhirnya aku nekat menerabas gerimis hebat
itu dan mulai memacu pelan sepeda motor yang kemudian diikuti si abang becak. Tampaknya, si abang becak agak
kesusahan untuk memacu becaknya lebih cepat karena motornya sudah termakan usia sehingga memaksaku menyesuaikan kecepatan. Hujan deras yang mengguyurpun menyebabkan pandangan menjadi terhalang oleh rintik hujan dan tak jaranf menghantam mata hingga terasa begitu pedih dan pedas.
Aku mulai merasa kedinginan karena hujan yang lebat langsung menghantam seluruh tubuhku yang tanpa berbalut jas hujan sama sekali. namun, untuk berlari lebih kencang tidak mungkin karena pasti membuat siAbang becak kebingungan karena kehilangan jejakku. Ku coba belajar berdamai dengan keadaan dan menjadikandingin sebagai momen mendalami bagaimana seorang tukang becak menjalankan profesinya dengan sepenuh hati. Sama sekali tak terlintas kalau profesiku lebih baik dari padanya, sebab yang menjadi concern-ku adalah bagaimana seorang pria me-lelaki yang kali ini mewujud ke dalam diri seorang tukang becak yang usianya kurang lebih 35 tahun-an.
Ku resapi setiap titik hujan yang membasahi tubuhku, kubayangkan hal semacam ini sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari kesehariannya demi keberlangsungan hidup. Menerabas hujan, menantang terik matahari, menerobos pagi buta dan melawan kantuk, mengelola energi pengendalian getar stang sepeda motor demi mempertahankan keseimbangan, merupakan bagian dari sisi juang yang mewarnai hari-harinya. Hal ini terus dijalani sebab mungkin itulah satu2nya pilihan terbaik untuk menjawab persoalan hidup.Sebuah perjuangan yang hebat dan layak diapresiasi.
Alhamdulillah...akhirnya sampai juga di rumah orang tua ku. Sesudah menurunkan semua tas dari becak dan menyusunnya rapih di teras rumah, aku sempatkan ngobrol sebentar dengan siAbang Becak. Bahkan tadi aku sempet mengambil fotonya sebelum menurunkan tas. Aku pun tak lupa meminta izin membuat tulisan singkat tentangnya. Dia setuju dan jepretanku dengan HP pun menghasilkan 3 (tiga) gambar. Jumlah yang cukup untuk mendukung tulisan, fikirku saat itu.
Sesudah selesai dan semua barang tertata rapih, entah kenapa tergerak hatiku untuk memilih selembar uang kertas merah dan kemudian langsung memberikan kepadanya tanpa berfikir panjang. Ku kuatkan niatku dengan mengatakan, " udah bang...tak usah pakai kembalian". Seketika si Abang becak yang kemudian kuketahui bernama Gunawan itu terlihat kaget dan langsung memandangku seoalah tidak percaya. Aku Tandaskan padanya "mungkin itu rezeki bayi mungil abang yang baru lahir, tolong sampaikan salam saya untuk keluarga abang ya". Dia pun tersenyum sambil mengucapkan terima kasih dan tidka lama berselang melanjutkan perjalanan sambil memburu penumpang berikutnya disepanjang jalan pulang.
Setelah gunawan berlalu, aku pun tertegun sejenak dan mencoba mencari hikmah mengapa tiba-tiba saja aku tergoda memilih selembar uang merah dan langsung memberikan padanya. Padahal kesepaatan semula adalah Rp 25.000,oo. Hmmm..mungkin itu cara Allah memberikan rejeki padanya melalui kantongku, fikirku bijak dan berharap penuh pahala dari Sang khalik. Sementara itu, akupun berharap Gunawan (nama si abang becak tersebut) terinspirasi hal-hal positif dan membuatnya lebih semangat dalam menjalankan peran seorang ayah dan juga suami bagi keluarga kecilnya.
C. Jejak Juang Tak Kenal Menyerah dari Seorang Gunawan dan Istri
Sebagai seorang pria, Gunawan telah menunjukkan dihadapan Tuhan bahwa dia telah berjuang dan tidak mengenal kata menyerah dengan segala keadaan. Lewat menjalankan becaknya, Gunawan sudah layak mengumandangkan do'a dan harapnya pada Tuhan. Semua dia lakukan demi hidup 3 (tiga) orang anak dan istrinya. Anak paling besar duduk di kelas 1 (satu) SLTP, anak nomor 2 (dua) duduk di kelas 2 (dua) SD dan anak terakhir baru berusia 3 (tiga) bulan.
Gunawan bercerita kalau istrinya berjualan kue berkeliling kampung untuk menopang perekonomian keluarga. Profesi yang dipilih istrinya menandakan adanya komunikasi yang sangat baik diantara mereka sehingga terbentuk distribusi peran yang efektif menjaga stabilitas ekonomi keluarga mereka. 2 (dua) anaknya yang masih sekolah juga menggambarkan semangat Gunawan dan istrinya terhadap "pendidikan anak". Disemangat itu pasti tersimpan mimpi tentang masa depan cerah putera/i nya kelak dan untuk alasan itu apapun dikorbankan.
Semoga anak-anak Gunawan mengerti tentang bagaimana ayah dan ibunya berjuang demi mempertahankan hidup dan sekaligus membentuk masa depan. Semoga keluarga mereka selalu dalam lingkar kasih sayang Tuhan. permohonan serupa juga berlaku buat penulis dan juga pembaca. Amin.
D. Sekedar Ide "Tukang Becak dan Agen Promosi Daerah"
Teringat gagasan seorang temen berinisial Herry'99 yang berniat menjadikan alat transportasi umum sebagai agen yang akan mengkampanyekan daerah dengan segenap pernik-perniknya. Ide serupa mungkin bisa dilakukan di kota rantau prapat, termasuk para tukang becak sepeda maupun becak sepeda motor.
Mungkin bisa saja Pemda (baca : pemerintah daerah) melakun peremajaan kendaraan mereka dengan sistem angsuran tak berbunga. Untuk memperindah, semua becak diberi cat dengan warna atau corak serupa dan di labelling dengan identitas kota. Sebagai timbal balik, para tukang becak wajib menyuarakan tujuan-tujuan wisata yang ada di lingkungan Kabupaten Labuhan Batu, Propinsi Sumatera Utara.
Fakta menunjukkan bahwa banyak tujuan-tujuan wisata yang layak di promosikan dan tukang becak merupakan pelaku langsung usaha transportasi sangat sering antar jemput para pendatang di kota ini, baik untuk tujuan wisata maupun tujuan lainnya. Sambil antar jemput, tukang becak bisa mempromosikan tempat-tempat yang asik dikunjungi selama berada di rantau prapat atau Labuhan Batu pada umumnya.
Langkah ini diyakini akan sangat mempengaruhi perkembangan iklim pariwisata berikut turunanya. Bila perlu, cara berkomunikasi para tukang becak dilatih secara intensif sehingga lebih mencirikan karakter daerah Labuhan Batu. Pemberdayaan tukang becak ini juga sebagai bagian dari upaya membangun rasa memiliki dari para tukang becak terhadap daerahnya sendiri. Dengan demikian, mereka akan mempunyai kepedulian sebab mereka menyadari bahwa mereka adalah bagian penting dari sebuah pembangunan daerah.
Ini hanya sebatas ide sederhana...semoga menginspirasi sesuatu....amin

Ironisnya, saat mau pindahan tempat, posisiku sendirian sebab keluarga dan rombongan lainnya sedang jalan-jalan menikmati kota Rantau Prapat yang di pandu oleh salah satu adikku. Aku terpaksa tidak ikut bersama mereka, karena diwaktu bersamaan teman-teman mahasiswa/i di Kampus Alawasliyah memanfaatkan sela waktuku yang sempit untuk berdiskusi dan saling menyemangati.
B. Berkawan Dengan si Abang Becak
Aku pun bergegas menuju ruang resepsionis hotel dimana ke-enam tas koper tertumpuk tumpuk rapi sekalian chek-out setelah menginap 3 (tiga). si Abang becak pun mengikutiku dan kemudian satu persatu tas kami usung dan susun ke Bentor secara bergantian. sesudah semua rapi, kemudian terpaksa di tutup terpal karena hujan turun walau masih tergolong gerimis. Tak ketinggalan si Abang becak pun memakai senjata penawar hujan untuk menutupi seluruh tubuhnya.

Aku mulai merasa kedinginan karena hujan yang lebat langsung menghantam seluruh tubuhku yang tanpa berbalut jas hujan sama sekali. namun, untuk berlari lebih kencang tidak mungkin karena pasti membuat siAbang becak kebingungan karena kehilangan jejakku. Ku coba belajar berdamai dengan keadaan dan menjadikandingin sebagai momen mendalami bagaimana seorang tukang becak menjalankan profesinya dengan sepenuh hati. Sama sekali tak terlintas kalau profesiku lebih baik dari padanya, sebab yang menjadi concern-ku adalah bagaimana seorang pria me-lelaki yang kali ini mewujud ke dalam diri seorang tukang becak yang usianya kurang lebih 35 tahun-an.
Ku resapi setiap titik hujan yang membasahi tubuhku, kubayangkan hal semacam ini sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari kesehariannya demi keberlangsungan hidup. Menerabas hujan, menantang terik matahari, menerobos pagi buta dan melawan kantuk, mengelola energi pengendalian getar stang sepeda motor demi mempertahankan keseimbangan, merupakan bagian dari sisi juang yang mewarnai hari-harinya. Hal ini terus dijalani sebab mungkin itulah satu2nya pilihan terbaik untuk menjawab persoalan hidup.Sebuah perjuangan yang hebat dan layak diapresiasi.
Alhamdulillah...akhirnya sampai juga di rumah orang tua ku. Sesudah menurunkan semua tas dari becak dan menyusunnya rapih di teras rumah, aku sempatkan ngobrol sebentar dengan siAbang Becak. Bahkan tadi aku sempet mengambil fotonya sebelum menurunkan tas. Aku pun tak lupa meminta izin membuat tulisan singkat tentangnya. Dia setuju dan jepretanku dengan HP pun menghasilkan 3 (tiga) gambar. Jumlah yang cukup untuk mendukung tulisan, fikirku saat itu.
Sesudah selesai dan semua barang tertata rapih, entah kenapa tergerak hatiku untuk memilih selembar uang kertas merah dan kemudian langsung memberikan kepadanya tanpa berfikir panjang. Ku kuatkan niatku dengan mengatakan, " udah bang...tak usah pakai kembalian". Seketika si Abang becak yang kemudian kuketahui bernama Gunawan itu terlihat kaget dan langsung memandangku seoalah tidak percaya. Aku Tandaskan padanya "mungkin itu rezeki bayi mungil abang yang baru lahir, tolong sampaikan salam saya untuk keluarga abang ya". Dia pun tersenyum sambil mengucapkan terima kasih dan tidka lama berselang melanjutkan perjalanan sambil memburu penumpang berikutnya disepanjang jalan pulang.
Setelah gunawan berlalu, aku pun tertegun sejenak dan mencoba mencari hikmah mengapa tiba-tiba saja aku tergoda memilih selembar uang merah dan langsung memberikan padanya. Padahal kesepaatan semula adalah Rp 25.000,oo. Hmmm..mungkin itu cara Allah memberikan rejeki padanya melalui kantongku, fikirku bijak dan berharap penuh pahala dari Sang khalik. Sementara itu, akupun berharap Gunawan (nama si abang becak tersebut) terinspirasi hal-hal positif dan membuatnya lebih semangat dalam menjalankan peran seorang ayah dan juga suami bagi keluarga kecilnya.
C. Jejak Juang Tak Kenal Menyerah dari Seorang Gunawan dan Istri

Gunawan bercerita kalau istrinya berjualan kue berkeliling kampung untuk menopang perekonomian keluarga. Profesi yang dipilih istrinya menandakan adanya komunikasi yang sangat baik diantara mereka sehingga terbentuk distribusi peran yang efektif menjaga stabilitas ekonomi keluarga mereka. 2 (dua) anaknya yang masih sekolah juga menggambarkan semangat Gunawan dan istrinya terhadap "pendidikan anak". Disemangat itu pasti tersimpan mimpi tentang masa depan cerah putera/i nya kelak dan untuk alasan itu apapun dikorbankan.
Semoga anak-anak Gunawan mengerti tentang bagaimana ayah dan ibunya berjuang demi mempertahankan hidup dan sekaligus membentuk masa depan. Semoga keluarga mereka selalu dalam lingkar kasih sayang Tuhan. permohonan serupa juga berlaku buat penulis dan juga pembaca. Amin.
D. Sekedar Ide "Tukang Becak dan Agen Promosi Daerah"
Teringat gagasan seorang temen berinisial Herry'99 yang berniat menjadikan alat transportasi umum sebagai agen yang akan mengkampanyekan daerah dengan segenap pernik-perniknya. Ide serupa mungkin bisa dilakukan di kota rantau prapat, termasuk para tukang becak sepeda maupun becak sepeda motor.
Mungkin bisa saja Pemda (baca : pemerintah daerah) melakun peremajaan kendaraan mereka dengan sistem angsuran tak berbunga. Untuk memperindah, semua becak diberi cat dengan warna atau corak serupa dan di labelling dengan identitas kota. Sebagai timbal balik, para tukang becak wajib menyuarakan tujuan-tujuan wisata yang ada di lingkungan Kabupaten Labuhan Batu, Propinsi Sumatera Utara.
Fakta menunjukkan bahwa banyak tujuan-tujuan wisata yang layak di promosikan dan tukang becak merupakan pelaku langsung usaha transportasi sangat sering antar jemput para pendatang di kota ini, baik untuk tujuan wisata maupun tujuan lainnya. Sambil antar jemput, tukang becak bisa mempromosikan tempat-tempat yang asik dikunjungi selama berada di rantau prapat atau Labuhan Batu pada umumnya.
Langkah ini diyakini akan sangat mempengaruhi perkembangan iklim pariwisata berikut turunanya. Bila perlu, cara berkomunikasi para tukang becak dilatih secara intensif sehingga lebih mencirikan karakter daerah Labuhan Batu. Pemberdayaan tukang becak ini juga sebagai bagian dari upaya membangun rasa memiliki dari para tukang becak terhadap daerahnya sendiri. Dengan demikian, mereka akan mempunyai kepedulian sebab mereka menyadari bahwa mereka adalah bagian penting dari sebuah pembangunan daerah.
Ini hanya sebatas ide sederhana...semoga menginspirasi sesuatu....amin
Posting Komentar
.