Subhanallah...Kepergianmu pun memberi pelajaran
Menjelang waktu Ashar, saat sedang fokus
menggarap kerjaan, tiba-tiba HP
berdering dan kudapati nama Pak Deni Henandar tertera dilayar . Aku
bergegas mengangkatnya “Innalillahi Wa Innalillahi roji’un”, mendengar
hal itu fikiranku langsung tertuju pada satu nama, yaitu Ustadz Muhibin Lc., karena beberapa hari terakhir ini, saban ketemu di di mesjid, Pak Deni selalu bercerita tentang
perkembangan kesehatan Ustadz Muhibin yang sedang dirawat di RS.Geriyatri karena
menderita penyakit Hepatitis B. Ternyata feeling ku benar,
Ustadz Muhibin Lc telah wafat dalam usia 49 tahun.
Aku memang hanya beberapa kali ikut pengajian beliau
secara langsung. Dibeberapa kesempatan lain, tanpa sengaja aku sering mendengar tauziahnya lewat RRI saat
berkendara disekitar purwokerto. Istriku juga beberapa kali mengikuti pengajian
beliau lewat group pengajian ibu-ibu walimurid SD Al-Irsyad Al-Islamiyah
Purwokerto yang biasanya diselenggarakan di mesjid Fatimatuzzahroh. Akan
tetapi, nama beliau cukup sering diperdengarkan sahabat-sahabatku yang
sering mengikuti pengajian beliau maupun yang kebetulan juga sahabat karib dari Ustadz
Muhibin seperti Pak Deni Iskandar dan lain sebagainya. Dari beberapa kali kesempatan mendengarkan
ceramahnya, beliau memang seorang muballigh luar biasa.

Kudapati mobil jenazah bertuliskan Fatimatuzzahroh parkir
persis didepan pintu kamar jenazah. Aku langsung turun dan kemudian menyalami 2 (dua) orang
yang berdiri disamping mobil dan sekaligus bertanya apakah mereka mengerti dimana posisi jenazah
Ustadz Muhibin. Ku dapati informasi kalau jenazah sedang dimandikan. Aku pun
langsung bergegas menuju ruangan dan kudapati Pak Deni dan beberapa orang
lengkap dengan sarung tangan sedang memandikan jenazah Ustadz Muhibin. Aku
hanya bisa berdiri terdiam dan menyaksikan bagaimana bagian-bagian tubuh beliau di
bersihkan secara berurutan. Ada keinginan untuk turut serta, namun tak ada
keberanian melibatkan diri mengingat semasa hidupnya Ustadz Muhibin
adalah guru besar bagi banyak orang dan sangat dihormati. Namun, aku menemukan moment saat
pengurusan jenazah memasuki sesi pengeringan tubuh dengan handuk kering. Aku
melihat ada peluang untuk membantu mengangkat bagian tubuh jenazah agar lebih
mudah untuk dikeringkan.
Subhanallah...perasaanku benar-benar campur aduk saat itu. Disatu
sisi, ada perasaan sedih mendapati guru bagi banyak orang ini telah dipanggil Allah SWT,
disisi lain berkesempatan terlibat mengurus jenazah orang semulia beliau
adalah sebuah kehormatan luar biasa bagi diriku. Kucoba untuk menguasai diri dengan
mengumandangkan tasbih dalam hati saat pertama kali ikut menyanggah bagian
kepala. Sejak saat itu, aku pun terlibat proses sampai jenazah beliau terkafani
seluruhnya dan kemudian kami pindahkan ke mobil ambulance.

Aku pun mengikuti dari belakang saat ambulance mulai bergerak membawa
jenazah menuju rumah duka. Tanpa
terasa air mataku jatuh dan ada perasaan sedih kala salah satu alim ulama dipanggil Allah SWT. Ustadz
Muhibin adalah guru besar dan pasti banyak orang akan merasa kehilangan atas
kepergian beliau. Mobil Ambulance sempat terhenti beberapa saat akan memasuki
gang menuju rumah duka dikarenakan deretan panjang kendaaan yang parkir dan juga dikarenakan banyaknya
pelayat yang sudah menunggu di sepanjang gang sampai ke rumah duka . Aku pun
akhirnya memarkirkan kendaraan cukup jauh. Setelah memarkirkan kendaraan, aku berjalan menuju rumah duka yang
telah dipenuhi ratusan pelayat. Sesampainya disana kudapati rumah dipenuhi jama’ah yang ber-shaf
rapi sedang menunaikan sholat jenazah. Sementara itu, diluar rumah sesak dengan banyaknya jumlah pelayat. Beberapa saat kemudian, perwakilan keluarga mengumumkan kalau Jenazah akan dikebumikan nanti malam jam 20.00 wib dan sebelumnya terlebih dahulu akan
di sholatkan di Mesjid Fatimatuzzahroh (sebuah mesjid besar yang berlokasi di
sekitar Kampus Unsoed di Desa Karang Wangkal). Mengetahui hal itu, aku pun
kemudian bergegas pulang dan sebelumnya menyempatkan berpamitan dengan
beberapa pelayat yang kebetulan aku kenal baik.
Jam 19.30 Wib aku beranjak dari rumah menuju Mesjid Fatinatuzzahroh.
Seperti dugaanku sebelumnya, kudapati ratusan (atau bahkan seribu-an) jama’ah
sudah berdiri rapi ber-shaf-shaf memenuhi mesjid megah berlantai 2 (dua) itu.
Alhamdulillah, aku masih berkesempatan gabung ke dalam barisan untuk
ikut menunaikan sholat jenazah yang di imami langsung pimpinan Mesjid
Fatimatuzzahroh. Kudapati suara getar dari sang imam mengumandangkan takbir.
Kudengar dengan jelas Sang imam tak bisa menahan kesedihannya. Setelah sholat
selesai dan sebelum jenazah diberangkatkan, imam meminta perkenan seluruh jama’ah untuk
duduk mendengarkan beberapa kata sambutan.
Sambutan diawali dari wakil keluarga. Sungguh mengagetkan
sekali mendengar kesaksian salah satu adek Almarhum bahwa beliau ternyata tidak tahu
kalau Ustadz Muhibin sudah terdeteksi mengidap hepatitis sejak 2 (dua) tahun
terakhir. Dengan nada getar menahan kesedihan, adik Almarhum juga menyampaikan
ucapan Almarhum saat terakhir kali bersama di tanah suci. “mungkin ini adalah terakhir kali
saya ke tanah suci”. Demikian juga kesaksian Ustadz Khariri selaku
ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia) Kab.Banyumas pun tidak pernah mendapati
Ustadz Muhibin mengeluhkan penyakitnya. Beliau begitu totalitas
dalam mengabdikan diri untuk memberi
pengajian kepada segenap lapisan masyarakat. Almarhum juga adalah ternyata adalah sahabat
karib Ustadz Khariri. Mereka sering berdiskusi berbagai hal yang menyangkut tentang ajaran
islam dan juga setiap kali ada persoalan-persoalan agama yang mencuat disekitar
Kab.Banyumas. Sementara itu pimpinan Mesjid Fatimatuzzahroh menyampaikan kalau
Almarhum adalah salah satu inisiator pendirian Mesjid Fatimatuzzahroh yang
megah itu. Aku mendapati banyak orang terhenyak dan meneteskan air mata saat
mendengar tentang kiprah Almarhum semasa hidupnya. Aku
kehabisan kata saat semua rekam jejak almarhum diperdengarkan.
Satu hal yang sangat terkesan dari pribadi beliau dalam menyampaikan ilmu adalah selalu sepenuh hati dan penjiwaan yang dalam. Pendapat serupa pun ku dengar dari beberapa jama’ah beliau yang kebetulan bertemu saat melayat. Mereka merasa begitu kehilangan atas kepergian Almarhum. Mas Larto adalah salah satu jama’ah yang sangat mengagumi keluasan ilmu beliau. Mas Iwan juga merasakan ketulusan beliau saat berkesempatan mendapat bimbingan langsung saat keluarganya umroh ke tanah suci. Mas Firman Setiawan yang merupakan salah satu jama’ah beliau di pengajian setiap malam senin juga mengutarakan dukanya yang amat dalam atas kepergian beliau.
Satu hal yang sangat terkesan dari pribadi beliau dalam menyampaikan ilmu adalah selalu sepenuh hati dan penjiwaan yang dalam. Pendapat serupa pun ku dengar dari beberapa jama’ah beliau yang kebetulan bertemu saat melayat. Mereka merasa begitu kehilangan atas kepergian Almarhum. Mas Larto adalah salah satu jama’ah yang sangat mengagumi keluasan ilmu beliau. Mas Iwan juga merasakan ketulusan beliau saat berkesempatan mendapat bimbingan langsung saat keluarganya umroh ke tanah suci. Mas Firman Setiawan yang merupakan salah satu jama’ah beliau di pengajian setiap malam senin juga mengutarakan dukanya yang amat dalam atas kepergian beliau.
Lautan pelayat di rumah duka dan juga di Mesjid
fatimatuzzahroh memang luar biasa. Bagiku, hal ini baru pertama kali kudapati sepanjang
merantau di kota mendoan ini sejak tahun 1993. Tanpa komando, ratusan orang (bahkan mungkin
sampai seribu-an pelayat) tergerak untuk terlibat menyelesaikan fardhu kifayah
terhadap jenazah. Disamping semua ini karena Allah SWT, secara nalar hal
luar biasa ini terjadi karena memang begitu banyak orang yang tercerahkan oleh beliau lewat berbagai pengajian sehingga mereka sangat menghormati dan
menyayangi Almarhum sebagai guru/Ustadz. Semua ini imbas dari ketulusan dan
totalitas beliau dalam setiap upaya mencerdaskan ummat khususnya dalam urusan ber-agama.
Subhanallah....
Lautan pelayat sungguh memberi pesan yang sangat edukatif
bagi setiap pelayat. Almarhum
telah menjadi bagian penting dari banyak orang khususnya dalam urusan
mendekatkan diri pada Sang Khalik.
Terbersit tanya bernada ingin...sebanyak apakah manusia
yang akan tergerak untuk mengantarkanku ke kubur bila umurku dicukupkan oleh Allah
SWT?. Apa yang baru saja kusaksikan sungguh menginspirasi energi dalam membangun makna diri bagi banyak orang dalam judul meningkatkan kemuliaan dipandangan Allah SWT.Semoga hal serupa juga dirasakan para pelayat yang menjadi saksi ramainya orang yang datang.
Ustadz Muhibin...Sepanjang hidupmu engkau habiskan untuk berda’wah
mengajarkan ummat bagaimana seharusnya ber-islam dengan baik. Bahkan engkau pun tak pernah
mengeluh dan berhenti melakukannya walau penyakit hepatitis menghinggapimu. Engkau dedikasikan hidupmu untuk jihad fi sabilillah. Bahkan, saat Allah SWT
mencukupkan umur pun engkau masih meninggalkan satu pesan betapa berbuat baik itu adalah sebuah kemuliaan.
Selamat jalan guru besar ummat, semoga Engkau dimuliakan Allah
SWT disisi-Nya. Ajaranmu pun akan senantiasa hidup di kehidupan segenap jama’ahmu yang tak terhitung jumlahnya.
Lautan pelayat telah
menjadi bukti dari kemuliaanmu di dunia. Amin Ya Robbal ‘Alamin.
Selamat Jalan Guru Besar Ustadz Muhibin....Innalillahi wa
Innalillahi Roji’un...
Khususon ila arwahi Ustadz Muhibin..Alfatihah............
+ komentar + 1 komentar
Innalillahi wa innalillahi roji'un...
Turut berduka..semoga Allah terima amal.baik beliau, diampunkan segala dosa, dimuliakan tempatkembalinya, diluaskn kuburnta, dijauhkn dr azab kubur. Aamiin. Sbg perantau dipurwokerto, sy jg bbrp kali pernah mengikuti kajian beliau baik di lingkungan kampus maupun di fatimatuzzahra. Beiau luar biasa kajiannya sederhana tapi mengena... tegas dlm urusan syari..penyampaiannya jg ringan..
Beliau tak tergantikan..
Posting Komentar
.